Read More >>"> Ada Cinta Dalam Sepotong Kue (5. Satu Sendok Teh Baking Soda Amarah) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Ada Cinta Dalam Sepotong Kue
MENU 0
About Us  

 

Tenagaku terkuras setelah keluar dari bangunan The Lemon Tea Bakery. Mama berhasil membuatku seperti diuji lagi oleh dosen chef penguji saat sidang akhir. Bedanya, yang tadi adalah ujian kehidupan yang sesungguhnya. Dan mamalah sang penguji. Mamalah yang menentukan aku akan menjadi kru dapurnya atau hanya pelamar yang tak berkualitas.

Sebagai penghibur hati yang lelah, aku membeli beberapa dessert dan roti dari etalase toko Mama. Mana tahu hari ini adalah hari terakhir aku menginjakkan kaki di toko mungil itu. Dan mana tahu juga, sore ini adalah sore terakhir aku menikmati udara Kota Bukittinggi yang sejuk, sangat friendly, dan nyaman. Bisa-bisa aku jatuh cinta pada kota ini. Padahal, Bunda sedang sendirian menungguku di Jakarta. 

Tapi sumpah! Kalian tidak akan menemukan kemacetan, bunyi klakson yang memekakkan telinga, dan lautan kendaraan yang memenuhi jalan arteri maupun jalan tikus untuk berebutan hendak menuju rumah tercinta bertemu orang terkasih ketika jam pulang kantor hampir serentak se-ibu kota.

Dengan ojek daring, aku melipir ke jalan protokolnya Bukittinggi. Kalau di aplikasi namanya Jalan Sudirman. Trotoar di sepanjang jalan utama ini diberi kursi untuk para pejalan kaki dan aku menempati salah satu kursi besi itu sambil menikmati sepotong strawberry shortcake ogura terakhir dalam etalase.

Kenapa aku berakhir di sini? Soalnya aku sempat tanya-tanya ke kasirnya toko Mama lokasi bersantai yang masih dekat dengan penginapanku. Ternyata hanya jarak sepuluh menit jalan kaki ke guest house tempat aku penginap.

“Waah. Manisnya enggak keterlaluan. Pas!” Aku menghabisi si kue sampai potongan terakhir dengan senyum di wajahku.

Lalu lalang kendaraan di depanku cukup ramai lancar, tapi bila dibandingkan dengan Jakarta di jam yang sama, masih jauuuuh lebih mending di sini. Aku enggak bakalan stres. Malah bisa duduk-duduk sambil nyemil kuenya Mama.

Kemudian aku beralih ke kue kedua: cheddar cheese cake. Lagi-lagi aku tersenyum di setiap kunyahan. Mama memang jenius. Gurih si keju cheddar sangat balance dengan manisnya sehingga memanjakan lidah. Kuenya lembut dan—

“Dari The Lemon Tea Bakery, ya?”

Astaga naga!

Gara-gara suara berat itu, potongan terakhir si cheese cake terlompat dari tanganku dan jatuh menggelinding ke trotoar. “Yaaaaa. Cheese cake-nya jatoooh...” Sedih banget. Belum tentu aku bisa ke toko Mama lagi. 

“Maaf, maaf. Saya enggak bermaksud mengagetkan kamu.”

Suara khawatirnya yang terdengar tulus memaksaku mendongak dari potongan kue yang sudah berdebu. Dia... siapa? Kenal juga kagak. Terus, sejak kapan dia duduk di sebelahku?

“Enggak apa-apa Mas... ee, maksud saya Uda,” jawabku tak ikhlas. Bener kan, manggilnya Uda?

“Saya mau ganti, tapi mungkin tokonya tutup setengah jam lagi,” katanya setelah mengintip jam tangan dari balik lengan panjang jaket kulitnya.

Mau tak mau aku memindai pria di sebelahku. Dia terlalu rapi hanya untuk duduk-duduk di trotoar. Kemeja putih mencuat dari balik jaketnya. Celana bahan hitamnya sangat licin dan sepatu pantofelnya hitam mengkilat. Tuh, rambutnya aja rapih bener. Klimis.

“Saya juga enggak yakin cheese cake-nya masih available,” sambung si Uda. “Jam segini biasanya udah habis.” Wajah menyesalnya terlalu serius. Malah aku yang enggak enakan.

Eh tapi si Uda bener, sih. Cheese cake ini juga yang terakhir di etalase. Si Uda pelanggan setia toko Mama kali, ya.

“Enggak apa-apa, Uda. Tinggal dikit doang,” jawabku membesarkan hati.

“Besok saya akan ganti. Gimana?”

Sepertinya tulus sih, tapi kok aku merinding ya? Alarm tanda bahaya langsung berbunyi di belakang kepalaku. Maksudku, apa kamu enggak akan curiga pada laki-laki asing yang sangat baik pada pertemuan pertama? Hellow! Kita enggak saling kenal, lho.

“Enggak perlu diganti, Uda. “

Aku segera mengemasi barangku yang sedikit dan memeluk tas salempang ke dada. Aku orang asing di kota kecil ini. Uda itu membuatku enggak nyaman dengan caranya yang terlalu friendly. Mungkin statement aku yang bilang Bukittinggi adalah kota friendly, aku cabut. Aku terlalu cepat menyimpulkan. Siapalah aku yang usia kependudukannya di kota ini baru dua hari satu malam.

Dari sudut mata, aku masih bisa melihat gelagatnya yang ingin bicara, tapi cepat-cepat aku berdiri dan segera menyeberangi si Jalan Sudirman yang rapat akan kendaraan. Namun, suara si Uda yang ngebas dan pertanyaannya yang membuat keningku mengernyit bikin aku mengerem kaki untuk turun dari trotoar.

“Gimana, Uda?!” tanyaku tak yakin.

“Kamu saudara Pak Sebastian?” ulangnya. Sebastian?

Pertanyaannya bikin aku makin takut padanya. Dia siapa sih? Stalker? Mata-mata? Double agent? Atau agen rahasia polisi yang menyembunyikan HT-nya di balik jaket?

“Saya enggak punya saudara yang namanya Sebastian.” Aku jujur, kan? Karena satu-satunya Sebastian yang aku kenal hanya papa biologisku. Informasi ini terlalu pribadi untuk aku bagikan kepada sembarang orang, apa lagi sama si Uda-Uda misterius yang out of nowhere sok kenal sok dekat muncul di sebelahku.

“Ooh. Maaf. Mungkin saya salah.” Si Uda tersenyum sambil menggaruk tengkuknya malu-malu. “Soalnya kamu dan atasan saya mirip banget. Kamu kayak Pak Sebastian tapi versi perempuan.” Wajahnya yang serius langsung luntur karena malu-malunya itu. Astaga. Ada apa ini? Si Uda... tersipu. Senyumnya begitu... manis.

YA TUHAN. Apa aku baru saja memuji pria asing ini? Kamu sudah gila, Alina!

Aku tidak bisa membiarkan diri sendiri hanyut dengan keluguan wajah si Uda. Bahaya. Segera aku ambil langkah seribu. Dan ketika hendak menyeberangi jalan, lenganku ditarik paksa ke belakang. Tubuhku sampai terhuyung.

Aku mau marah pada siapa pun yang lancang menyentuhku, tapi lidahku kelu ketika sedetik kemudian sebuah motor melintas amat kencang tepat di depan hidungku. Jantungku mencelos, dadaku berdebar sangat cepat, dan lututku melemas gara-gara pengalaman nyaris mati tadi.

Detik berikutnya, aku baru sadar bahwa aku baru saja diselamatkan oleh...

“Uda?”

“Kalau nyebrang hati-hati!” Mukanya mengeras, matanya melotot, dan rahangnya berkedut karena menggeretakkan gigi. “Kamu bikin saya jantungan!”

Dan Uda juga bikin aku sakit jantung.

“Ma-makasih, tapi...” Tangannya tidak lepas mencengkeram lenganku. Gimana ini?

“Saya bantu sebrangin,” ujarnya lebih lembut, tapi raut mukanya masih belum santai.

“Te-terima kasih. Tapi...” Sekarang baru aku terang-terangan menatap betapa besar dan berurat tangan si Uda yang menggenggam lenganku protektif.

“Ah, maaf.” Si Uda cepat-cepat melepas tangannya. “Saya akan bantu menyeberangkan Mbak....”

Si Uda menunggu aku menyebutkan namaku. Tidak masalah kan, hanya sebuah nama? Toh, kami tidak akan bertemu lagi. Berapa persen sih, kesempatan untuk bertemu orang yang sama di muka bumi? Sangat kecil!

Maka dari itu, aku menjawab, “Nana.”

“Baiklah Mbak Nana. Mari saya antar sampai ke seberang.”

Karena kakiku masih gemeteran, aku pun menurut pasrah.

***

Aku tidak sempat melakukan apa pun setelah sampai penginapan selain membersihkan diri dan menenangkan hati gara-gara insiden nyaris mati tadi. Juga gara-gara si Uda klimis yang (mungkin) baik hati. Wajahnya tak mau hilang dari pikiranku. Dasar laki-laki aneh.

Kalian tahu apa yang lebih aneh? Aku memberikan namaku, tapi aku sendiri tidak tahu namanya siapa. Alina bego! Ah, sudahlah.

Aku baru sadar kalau ponselku mati. Setelah isi daya dan menghidupkan si ponsel, jantungku lebih mencelos lagi.

“Astaga, 25 misscalled dari Bunda!” Gawat. Bisa habis aku kalau enggak segera menelepon Bunda.

Dering pertama langsung diangkat.

“Ha—,”

Nanaa! Kamu enggak kenapa-kenapa, kan? Kenapa telepon Bunda enggak di angkat? Pesan Bunda enggak ada satu pun yang masuk. Nak, kamu bikin Bunda uring-uringan di toko. Tadi Bunda mau pesen tiket. Tapi enggak ada penerbangan malam ke Padang. Besok—,”

“Bunda.”

Bunda susul kamu ke Padang, ya.”

“Nda, Nana baik-baik aja.”

Beneran?” Akhirnya Bunda mendengarkan aku. Suara Bunda masih tegang. Aku enggak bisa marah. Ini salahku juga.

“Iya Bunda. Ponsel Nana kehabisan baterai. Nana sehat walafiat kok. Sekarang udah di penginapan.”

Kamu baik-baik saja setelah ketemu Nana?

“Aku baik-baik aja, kok.” Jidatku mengusut. Apa Bunda pikir aku kecewa lantas bertindak nekad setelah ketemu Mama? “Dan pertemuan Nana dengan Mama berjalan baik,” tambahku cepat-cepat. 

Oh, Nanaku. Bunda beneran lega.” Aku mendengar helaan nafas Bunda dan suaranya lebih santai. Aku ikut-ikutan lega. 

Tanpa ditanya, aku menceritakan semua yang aku alami di Toko Roti The Lemon Tea Bakery. Namun, untuk pengalaman nyaris mati disambar motor dan bertemu si Uda klimis penyelamat misterius, biar aku simpan sendiri.

Seperti apa dia sekarang?

“Mama cantik banget. Mirip banget sama Om Widhi.”

Bunda terkekeh. “Tentu. Mbak Mayang sempat kesal karena dia yang mengandung, tapi anaknya mirip papanya. Terus, apa reaksi Nana ketika melihat wajahmu?

“B aja.”

B aja?” ulang Bunda tidak yakin. Ah, Bunda mungkin tidak mengerti istilah gaul zaman sekarang.

“Maksudnya biasa aja, Nda. Nggak yang gimana-gimana.”

Hmm. Yah, wajar sih. Terakhir kali lihat kamu ya, waktu kamu masih 1 bulan.”

Miris. Ada rasa sedih dan kecewa pada Mama. Tapi aku telan sendiri.

Tadi kamu panggil ‘Om Widhi’?

“Maaf, Nda. Nana... belum bisa manggil Om Widhi, kakek,” ucapku pelan.

Bunda menghela nafas. “Pelan-pelan aja. Nggak apa-apa.” Syukurlah aku enggak dimarahi.

“Makasih pengertiannya ya, Nda.”

Iya. Jadi, kapan hasil tesnya keluar?

“Besok, Nda. Terus terang Nana enggak berharap banyak. Tujuan Nana sudah terpenuhi. Mau lulus Alhamdulillah, enggak lulus juga enggak masalah. Yang penting Nana sudah bertemu dan ngobrol sama Mama.”

Bunda selalu berdoa yang terbaik buat kalian, dua Nana kesayangan Bunda. Bila memang ditakdirkan kamu akan bekerja di toko kue Nana, maka kamu akan bekerja di sana.”

***

Menunggu pengumuman lulus atau tidaknya dari ‘audisi’ The Lemon Tea Bakery membuat level stresku meninggi. Padahal aku sudah legowo untuk apa pun hasilnya.

Maka dari itu aku putuskan untuk berjalan-jalan di Kota Wisata ini. Katanya tidak sah melakukan perjalanan ke Bukittinggi kalau tidak touch down ke Jam Gadang. Here I am. Aku berdiri di pelataran Jam Gadang, di bawah kemegahan menara jam raksasa setinggi 26 meter.

Katanya mesin yang menggerakkan Jam Gadang sama dengan mesin yang menggerakkan Big Ben di London. Dan mesin ini hanya diproduksi untuk dua jam besar itu saja di dunia. Waah. Aku takjub! Jam spesial dong. Dan ketika aku perhatikan lebih teliti, angka pada Jam Gadang menggunakan angka romawi. Tapi yang bikin aneh, angka empat bukan dicetak IV, tapi angkanya IIII. Menarik!

Jepret sana, jepret sini. Aku turis lokal, lho. Jadi aku harus memanfaatkan sisa waktu ini kalau-kalau aku harus memesan tiket pulang dari aplikasi.

Haaah, pulang. Walaupun aku bilang aku akan legowo, tapi perasaan takut ditolak dan berpisah dengan Mama semakin membuat beban hatiku berat. Padahal kami tidak mempunyai kedekatan emosional. Kenal juga tidak, tapi Demi Tuhan, dia ibu kandungku. Walaupun Mama sempat ingin menyerah, tapi toh dia tetap berjuang menjagaku dalam kandungannya.

Baru mau akan memesan jajanan kerupuk kuah sate dengan segunung mi kuning di atasnya, getaran ponsel membuat jiwa dan ragaku ikut bergetar. Aku mengeluarkan telepon genggam dari dalam tas.

Astaga Naga! Ada satu notifikasi email masuk. Dadaku langsung berdesir, dentamnya tak karuan.

Selamat!

Saudari Alina Camellia dinyatakan DITERIMA sebagai kru dapur The Lemon Tea Bakery spesialisasi cake dan dessert.

Anda akan melewati proses percobaan selama 3 bulan. Setelah itu kami akan mengevaluasi kembali apakah Anda layak diterima sebagai karyawan tetap atau tidak. Silakan datang besok pagi pukul 09.00 WIB untuk membicarakan kontrak kerja, gaji, seragam, dan hal-hal lain yang dirasa perlu.

Best regards,

Aruna Cempaka (Owner The Lemon Tea Bakery)

Aku tidak percaya dengan apa yang barusan kubaca. Maka dari itu aku baca sekali dengan bersuara lirih, cukup terdengar oleh telingaku saja. Aku… diterima? DITERIMA? Aku beneran diterima? Aku lulus audisi?

Tak sadar aku melompat kesetanan seperti orang gila di tengah keramaian pelataran Jam Gadang. 

Bunda... Nana berhasil. Nana berhasil.

“Mama menerimaku, Nda! Yuhuuu!” teriakku. Sedetik kemudian mataku menangkap seorang gadis kecil menganga melihatku dengan aneh memeluk kaki ibunya.

“MAMAAAA. TANTE ITU ANEEEEH. HUAAAA...”

ASTAGA!

“Maaf ya Bu. Maaf,” ujarku memelas. Ibu itu tersenyum tidak ikhlas dan menjauh dariku seakan-akan aku pembawa wabah menakutkan.

Tapi bodo amat. Hehehe. Aku lolos ujian praktik di toko mamaku. Aku akan bekerja dengan Mama. Demi Tuhan. Akhirnya aku bisa dekat dengan sosok yang aku rindu.

“Aku... rindu Mama?” gumamku. Suaraku tiba-tiba serak dan mataku memanas tanpa aba-aba.

Bisa-bisanya aku rindu pada sosok yang membuangku!

Aku mendengkus tak percaya dan mengusap kasar sudut mataku yang basah. Kalian boleh mengataiku munafik, bodoh, tolol. Tapi aku juga tidak bisa membohongi hati ini. Aku ingin mengamati Mama lebih dekat. Aku ingin bercengkerama dengan Mama di luar hubungan kami sebagai atasan dan bawahan. Setidaknya dengan bekerja dengan Mama, aku bisa melihat sisi lain seorang Aruna Cempaka. Kami sedarah. Hubungan ibu dan anak tidak akan bisa terputus kecuali dengan kematian!

Jauh di lubuk hati terdalam, aku masih ingin percaya bahwa Mama meninggalkanku hanya karena kebodohan dan ketidakdewasaan Mama yang ditimpa musibah saat masih remaja dan tidak ada seorang pun yang mendukung Mama saat itu. Dan, mungkin bila Tuhan mengizinkan, aku ingin mendengar langsung jawaban Mama kenapa aku tidak diinginkan sampai detik ini.

Tuhan, kenapa aku enggak bisa ngerem air mata ini? 

***

Aku tidak tahu apakah ini sebuah pertanda bahwa alam semesta tidak merestui aku bekerja di toko kue Mama. Sebab, baru hari pertama bekerja, aku harus menelan bulat-bulat omelan Mama.

“Kamu bagaimana, sih?! Baru masuk kerja sudah telat 30 menit. Bagaimana kamu bisa bekerja untuk The Lemon Tea Bakery?” kata Mama dingin tiada ampun. Aku hanya bisa menunduk.

“Maaf, Bu. Tadi saya—”

“Kalau begini ceritanya, telatnya kamu akan masuk bahan pertimbangan saya apakah kamu jadi karyawan tetap atau tidak.”

“Tapi Bu—” 

“Saya sangat menjunjung tinggi kedisiplinan, Alina. Saya sampai ke titik ini karena tidak membiarkan diri saya bermalas-malasan. Saya bisa mendirikan toko ini sendirian karena saya disiplin dengan diri sendiri. Asal kamu tahu, orang sebelum kamu saya pecat karena tidak displin. Telat tiga kali tanpa alasan yang kuat membuat saya tidak segan-segan memecat dia. Oh, saya tidak asal memecat karyawan. Semua berdasarkan kontrak kerja yang sudah disepakati kedua belah pihak,” jelas Mama panjang kali lebar.

Mama bahkan tidak memberiku waktu untuk menjelaskan mengapa aku terlambat. Duuuh, kenapa bisa begini, sih? Hari pertama telat, terus diomelin Mama di depan karyawan lain. Mama galak banget. Keturunan siapa sih, galak begini?

“Maaf, Bu. Saya tidak akan mengulanginya. Saya janji akan disiplin dan tepat waktu mulai hari ini,” kataku penuh keyakinan, masih posisi menunduk. Aku takut melihat wajah Mama yang murka. Matanya melotot tidak senang.

“Kalau begitu langsung ke dapur dan dengarkan arahan Amel,” perintah Mama.

“Baik, Bu.”

***

Kak Amel itu spesialtinya membuat menu roti-rotian. Roti tawar, donat, pastri, eclair, kue sus, dan segala yang berhubungan dengan pastri. Aku mengerjakan segala bentuk kue dan dessert, seperti kue chifon, kue ogura, segala bolu, hingga klappertaart.

Aku tinggal mengikuti resep yang tertera pada buku resep super rahasia milik Mama. Usut-punya usut, semua resep The Lemon Tea Bakery di buat oleh Mama. Jadi kami para karyawan telah memegang janji di atas materai berkekuatan hukum untuk tidak membocorkan resep. Siap, Ma. Aku akan membawa resep Mama sampai mati. Tenang saja.

“Kamu kok jalannya pincang, Al?” tanya Kak Amel.

Psst, di sini aku membuat panggilan dengan nama Al. Biar nggak dibilang niru Mama. Ciiih, kepedean kamu, Na. Siapa juga yang tahu?

Betewe, jeli juga mata Kak Amel.

“Tadi angkot aku tabrakan sama mobil yang berlawanan arah, Kak.”

“Oalaaah. Apanya yang sakit?” Kak Amel benar-benar khawatir dan meninggalkan mixer bowl-nya sebentar demi melihat kaki kananku.

“Lututku nyeri, Kak. Kebentur sudut besi kursi si angkot deh. Tuh.” Aku angkat celana kulot dengan hati-hati. Eeew, perasaan tadi enggak biru, deh. Eh, ada luka juga ternyata. Darahnya sudah mengering.

“Astaga. Itu mah enggak kebentur lagi. Apa jangan-jangan fraktur?” 

“Kak Amel! Jangan nakutin, dong.” Aku cemas luar biasa. Masuk rumah sakit di hari pertama masuk kerja? No way!

“Apa jangan-jangan kamu telat gara-gara kecelakaan, Al?” Aku mengangguk masam.

“Kenapa nggak bilang Buk Runa? Kamu sampe dimarahin, lho.” Bu Runa? Bukan Nana?

“Biar aja sih, Kak. Aku memang salah. Yang namanya telat ya tetap telat.” Kak Amel jadi geleng-geleng kepala karena keras kepalaku. “Udah ah, Kak. Kerja, kerja.”

Kami kembali menekuri resep dan bahan, memastikan semua bahan sesuai dengan petunjuk.

Lagi asyik menakar gula, Mama masuk ke dapur dengan wajah datar.

“Alina. Kita bicara sebentar di ruangan saya.” Otomatis aku lirik-lirikan dengan Kak Amel. Keningku mengkerut tidak senang. Apa lagi ini? Kan aku sudah dimarahi tadi. Apa Mama belum puas ya marahin aku? 

Demi menyegerakan perintah Mama, segera aku jawab, “Baik, Bu.”[]

Bersambung

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Girl Power
1869      774     0     
Fan Fiction
Han Sunmi, seorang anggota girlgrup ternama, Girls Power, yang berada di bawah naungan KSJ Entertainment. Suatu hari, ia mendapatkan sebuah tawaran sebagai pemeran utama pada sebuah film. Tiba-tiba, muncul sebuah berita tentang dirinya yang bertemu dengan seorang Produser di sebuah hotel dan melakukan 'transaksi'. Akibatnya, Kim Seokjin, sang Direktur Utama mendepaknya. Gadis itu pun memutuskan u...
Story of April
1767      724     0     
Romance
Aku pernah merasakan rindu pada seseorang hanya dengan mendengar sebait lirik lagu. Mungkin bagi sebagian orang itu biasa. Bagi sebagian orang masa lalu itu harus dilupakan. Namun, bagi ku, hingga detik di mana aku bahagia pun, aku ingin kau tetap hadir walau hanya sebagai kenangan…
Love Each Other
717      505     2     
Romance
Sepuluh tahun tidak bertemu, pertemuan pertama Liora dengan Darren justru berada di salah satu bar di Jakarta. Pertemuan pertama itu akhirnya membuat Liora kembali secara terus menerus dengan Darren. Pertemuan itu juga berhasil mengubah hidup Liora yang tenang dan damai.
Gi
987      578     16     
Romance
Namina Hazeera seorang gadis SMA yang harus mengalami peliknya kehidupan setelah ibunya meninggal. Namina harus bekerja paruh waktu di sebuah toko roti milik sahabatnya. Gadis yang duduk di bangku kelas X itu terlibat dalam kisah cinta gila bersama Gi Kilian Hanafi, seorang putra pemilik yayasan tempat sekolah keduanya berada. Ini kisah cinta mereka yang ingin sembuh dari luka dan mereka yang...
Lullaby Untuk Lisa
4213      1410     0     
Romance
Pepatah mengatakan kalau ayah adalah cinta pertama bagi anak perempuannya. Tetapi, tidak untuk Lisa. Dulu sekali ia mengidolakan ayahnya. Baginya, mimpi ayahnya adalah mimpinya juga. Namun, tiba-tiba saja ayahnya pergi meninggalkan rumah. Sejak saat itu, ia menganggap mimpinya itu hanyalah khayalan di siang bolong. Omong kosong. Baginya, kepergiannya bukan hanya menciptakan luka tapi sekalig...
Janji-Janji Masa Depan
12465      3307     11     
Romance
Silahkan, untuk kau menghadap langit, menabur bintang di angkasa, menyemai harapan tinggi-tinggi, Jika suatu saat kau tiba pada masa di mana lehermu lelah mendongak, jantungmu lemah berdegup, kakimu butuh singgah untuk memperingan langkah, Kemari, temui aku, di tempat apa pun di mana kita bisa bertemu, Kita akan bicara, tentang apa saja, Mungkin tentang anak kucing, atau tentang martabak mani...
SERUMAH BERSAMA MERTUA
350      293     0     
Romance
Pernikahan impian Maya dengan Ardi baru memasuki usia tiga bulan saat sang mertua ikut tinggal bersamanya dengan alasan paling tak masuk akal Keindahan keluarganya hancur seketika drama konflik penuh duka sering ia rasakan sejak itu Mampukah Maya mempertahankan rumah tangganya atau malah melepaskannya?
Lebih dari Cinta Rahwana kepada Sinta
1678      971     0     
Romance
Pernahkan mendengarkan kisah Ramayana? Jika pernah mendengarnya, cerita ini hampir memiliki kisah yang sama dengan romansa dua sejoli ini. Namun, bukan cerita Rama dan Sinta yang akan diceritakan. Namun keagungan cinta Rahwana kepada Sinta yang akan diulas dalam cerita ini. Betapa agung dan hormatnya Rahwana, raksasa yang merajai Alengka dengan segala kemewahan dan kekuasaannya yang luas. Raksas...
Transmigrasi ke raga bumil
96      64     2     
Fantasy
Azela Jovanka adalah seorang gadis SMA yang tiba-tiba mengalami kejadian di luar nalar yaitu mengalami perpindahan jiwa dan menempati tubuh seorang Wanita hamil.
Mr.Cool I Love You
107      92     0     
Romance
Andita harus terjebak bersama lelaki dingin yang sangat cuek. Sumpah serapah untuk tidak mencintai Andrean telah berbalik merubah dirinya. Andita harus mencintai lelaki bernama Andrean dan terjebak dalam cinta persahabatan. Namun, Andita harus tersiksa dengan Andrean karena lelaki dingin tersebut berbeda dari lelaki kebanyakan. Akankah Andita bisa menaklukan hati Andrean?