Read More >>"> Lutfi Gilang (Decision.6) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Lutfi Gilang
MENU
About Us  

Dari Diary Rizky Gilang Kurniawan

20 Mei 2020

 

Pria berpostur binaragawan yang bersetelan kantoran dengan gaya rambut wavy middle part di hadapanku masih menunjukkan tatapan dingin walau peluru yang ia lesatkan telah menyingkirkan nyawa pria tak berdaya di belakangku, menunjukkan betapa tidak pentingnya hidup orang lain baginya.

“Kenapa menembaknya?!” aku bertanya setengah berteriak.

Tak ada respons apa pun selain menyimpan pistol di balik jas yang ia kenakan.

Sikapnya yang apatis membuatku geram hingga melancarkan serangan dadakan. Namun sekali lagi Reo membuatku terkejut akan kelincahannya menangkap tinjuku terlebih di ruang berasap ini.

“Apa kau ini tikus tanah, huh?” tanyanya seraya mendaratkan bogem di pipi kiriku.

Aku terjungkal, mencium lantai berdebu.

Wake up hoko onchi[1]!” Reo berseru sambil menjentikkan jemarinya.

Aku bangkit dan kembali melancarkan pukulan juga tendangan yang kesemuanya berhasil ditepis oleh Reo. Keluwesannya dalam bertarung terbukti akan bagaimana ia melakukan counter dengan sempurna. Pria itu jelas menunjukkan bahwa ia berbeda dari semua orang yang selama ini kulawan, levelnya berada jauh di atasku.

“Apa kau setumpul penamu, penulis?”

Dari mana Reo tahu kalau aku penulis? Atau ia melihat tulisan di kaosku? Tapi bagaimana bisa membacanya di ruang penuh asap begini?

Aku bangun, berdiri sempurna, memejam mata lalu mengembus napas. Sebisa mungkin menghiraukan apa yang terjadi di sekelilingku, yang memecah fokusku untuk mengkhawatirkan lebih banyak hal daripada seharusnya. Kutatap pria di hadapanku. Ia memberiku pelajaran bahwa kadang bersikap apatis itu patut dilakukan.

Sekarang, aku tidak harus memikirkan apa yang terjadi sebelum dan sesudahnya. Aku hanya perlu menghajar Reo sampai ia mau berkata apa yang kubutuhkan.

Aku mendekat ke arah pria itu. Kulihat ia menyeringai seraya berucap, “Matamu jadi lebih baik sekarang,”

Berbeda dari sebelumnya, kali ini aku melancarkan serangan kejutan. Saat Reo hendak menangkisnya aku langsung menggantinya dengan tinju tangan kiri yang tepat mengenai pipinya. Ketika tangan kanannya kembali bergerak, aku langsung mendepak dadanya hingga membuat pria itu berguling di tanah.

Wake up hoko onchi!” seruku menirukan kalimat Reo sebelumnya, lebih kepada mengejek.

Seringai Reo berkilat, ia bertompang kedua kaki cepat lalu melancarkan serangan beruntun. Mengamati gempurannya aku cukup yakin kalau Reo pernah belajar seni bela diri campuran atau ia masih jadi seorang atlet MMA.

Keterampilannya dalam mengganti jenis serangan—pukulan, tendangan, juga kuncian menjadikan ia lawan yang sulit dilumpuhkan, terlebih kehebatan matanya dalam mengamati lawan juga situasi sekitar. Barangkali keahliannya itu juga didasari oleh ekskul pencak silat yang ia ikuti sewaktu SMP.

Namun sekarang, aku merasa kemampuanku tidak terlalu jauh darinya. Bukan maksud menjadi pria berkepala besar, tapi sebelum tiba di Jepang aku sudah melawan orang-orang dengan kemampuan yang beranekaragam. Seperti kata pepatah, ‘pengalaman adalah sahabat terbaik dalam hidup’ dan itu terbukti di mana aku mampu membalas counter Reo dengan terjangan yang lebih tajam.

“Ini takkan berakhir semudah apa yang kau mau!” pria itu berseru kemudian mengusap ujung mulutnya yang berdarah.

Aku menegap badan sambil mengatur napas yang mulai ngos-ngosan. “Tidak ada masa depan yang baik bagi seorang pembunuh,”

“Kau yang sejak awal sudah hidup dalam dunia yang utuh, kau tahu apa tentang duniaku? Karena dunia inilah, aku sangat menderita! Orang sepertimu tidak akan mengerti seperti apa kejamnya dunia!”

Kami lagi-lagi adu jotos, berbalas serangan dan berusaha melakukan kuncian. Berusaha sebisa mungkin mengalahkan lawan. Tak jarang tinju berbentur, tendangan saling menyepak, dan kuncian silih berganti dengan cepat. Semua terjangan berbalas dalam tempo yang cemat tanpa memberi jeda bagi mereka yang membutuhkannya meski hanya untuk mengatur napas. Bagai orang kesurupan, kami sama-sama melancarkan gempuran tak berjeda.

Dalam sengitnya perkelahian, mataku sesaat teralihkan oleh Yoshinori, di mana jari telunjuk si firma hukum itu masih menyangkut pada trigger guard.

“Apa mungkin Reo menembaknya karena Yoshinori mencoba membunuhku?” aku bertanya-tanya sendiri.

Reo merespons itu sebagai kesempatannya untuk mendaratkan serangan fatal sampai membuat hidungku berdarah. Satu pengalaman berharga atas apa yang baru saja kulakukan, yang selama ini sering kuulangi adalah, ‘jangan melamun di tengah pertempuran’.

Aku terjungkal dan terkapar di sisi Agashi. Saat aku menoleh ke arah intel itu untuk memastikan luka tembakannya, sesuai dugaan, itu bukan dari belakang akan tetapi sebaliknya. Perutnya yang berlubang telah merenggut nyawanya. Dari hal ini dapat kupastikan bahwa seseorang di hadapannya telah menembaknya. Dan satu-satunya orang yang bisa melakukan itu selain aku adalah Yoshinori.

“Jadi matamu sudah bisa dipakai?” tanya Reo seakan tahu kalau aku baru menyadari situasi sebenarnya.

“Kenapa tidak kau bilang dari awal?” aku balas bertanya seraya bangkit setelah menghentikan pendarahan di hidungku.

“Aku perlu memberi pelajaran kepada si tempramental,” sautnya.

“Kau mengujiku?” aku kembali bertanya.

“Yah.... kau tak terlalu tumpul,” tanggap Reo sambil merapikan pakaiannya. “Pilihannya hanya dua, pria itu yang mati atau kau yang mati,”

“Aku tidak butuh terima kasihmu,” Reo kembali berkata setelah tahu kalau aku takkan memberikan jawaban. Mendekat ke arah Yoshinori, merobek bajunya lalu menunjukan tato pada dada pria itu. “Kau tahu ini?”

Aku tercekat, tak menyangka kalau kelompok itu bakal memburuku lagi bahkan sampai ke tempat ini. “Cosa Kartel,” kataku akhirnya.

“Kau terlibat masalah dengan mereka?” Reo kembali mengajukan interogasinya sembari menggeledah pakaian si firma hukum.

Aku bergeming. Bimbang, apakah keputusan tepat untuk memberitahukan semuanya kepada Reo. Terlebih apa yang terjadi barusan.

Pria itu bangkit setelah mengambil sebuah kalung berbentuk salib tengkorak kemudian menunjukkan identitasnya yang bekerja sebagai polisi. “Divisi utama. Tugasku menangkap mereka semua, dalam kondisi hidup atau tanpa nyawa,”

Aku diam, masih mengamati apa yang dilakukan oleh Reo. Pria itu membaringkan Agashi dengan sempurna, menutup kedua matanya, dan memberikan doa singkat. Selanjutnya bangkit dan menghadapku.

“Bagaimana bisa seorang penulis berurusan dengan sekelompok mafia?” Reo lagi-lagi mengajukan persoalan sebelumnya. “Apa kau mencoba keluar dari organisasi itu?”

“Apa pun yang kau pikirkan selain pernyataan barusan,” jawabku.

“Kau pimpinan Cosa Kartel?” lanjut Reo buatku geram.

Aku mengendus sambil menggaruk kepala. “Mereka mengecapku mencuri harta yang selama ini mereka incar,”

“Flor de la Mar?” sambung Reo tanpa basa basi.

Aku diam, tak merespons.

“Kau benar-benar menemukan harta itu?” tambahnya.

“Itu bukan harta, melainkan petaka.”

***

Di ruang tanpa jendela dengan nyala api sebagai sumber cahayanya. Kami berlima terperangah melihat gemerlapnya emas yang berserakan di segala tempat. Tak ada kata yang terucap, semuanya terus saja mematung sampai kemudian kami dikejutkan oleh si arkeolog yang ambruk dan jatuh dari ketinggian lima meter lebih.

Di sisi lain napas si kapten kapal memburu udara, badannya setengah membungkuk, kedua bola matanya melebar, tangan kanannya menggenggam sebilah pisau yang berlumuran darah segar.

“Apa yang kau lakukan?!” si veteran perang berseru.

“Kalian semua harus mati, semua harta ini milikku!” teriak si kapten kapal.

Kala pria itu berlari untuk menghunuskan pisaunya, aku dengan sigap menangkap tangannya, memelintirnya dan melakukan kuncian. “Apa yang terjadi padamu, Bung?” tanyaku kemudian.

“Siaaal!” ia mengerang.

Treanic[2], itu menyerang para pemburu harta. Korbannya akan melakukan segala cara untuk mendapatkan semua harta yang didapat,” kata si detektif berargumen. “Itu sukar terjadi bila harta biasa, tapi berbeda dengan ini. Lihatlah....” sambungnya sambil menunjuk segudang harta yang tertimbun lebih dari lima abad lamanya. “Mana ada manusia yang tak ingin menguasai semua ini?”

“Bagaimana cara menyembuhkannya?” sambung si veteran perang.

“Hanya ada satu cara,”

Aku tersentak mendengar jawaban si detektif, mengira ia akan membunuh si kapten kapal. Jadi aku melepaskan pria itu dan membiarkannya kabur.

Sesuai dugaan, si detektif telah menyiapkan pistol di tangan kirinya.

“Apa yang kau lakukan? Kenapa melepaskannya?!”

“Kau mau membunuhnya?” tanyaku mengindahkan pertanyaan si veteran perang.

Si detektif menarik pelatuk, mengambil nyawa si kapten kapal tanpa memedulikan apa yang terjadi di sekelilingnya.

Si veteran perang berteriak terkejut. Kakinya yang gemetar membuatnya ambruk bertumpu kedua tangan. Sedang aku menatap tajam si detektif.

Seringai lebarnya berkilat sambil berkata. “Kalian selanjutnya.”

***

Kepulan asap mulai berbaur dengan udara. Sirine mobil polisi terdengar menggema hampir ke tiap sudut. Pria yang sedari tadi berdiri di hadapanku melangkah lebih dekat. Sekali lagi ia menunjukkan wajah dinginnya. Memusatkan tatapan tajamnya sambil mengarahkan moncong pistol ke arahku.

Aku tak berkata. Kejadian ini sudah sering terjadi sebelumnya. Hampir semua manusia yang mendengar itu akan memakai cara apa pun untuk bisa mendapatkannya—menguasai semuanya. Jadi aku tidak menyalahkan tindakan Reo, perilakunya adalah hal yang lumrah bagiku. Walau sedih tak dapat kutahan.

Haruskah ikatan yang ada hancur karena ego semata?

Dan sekali lagi, suara tembakan menggelegar di bangunan yang hancur berantakan sehancur-hancurnya persahabatanku dengan Reo.

 

-----------------------------------------------------------

[1] Orang yang buta arah.

[2] Treasure Maniac: perilaku ingin menguasai semua harta hasil temuan/harta karun.

How do you feel about this chapter?

1 1 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Pasha
1100      469     3     
Romance
Akankah ada asa yang tersisa? Apakah semuanya akan membaik?
Kenangan Terakhir Bersama Seorang Sahabat
845      495     2     
Short Story
Kisah ini mengingatkanku, ketika kita pertama kali bertemu denganmu. tapi pada akhirnya kau...
LUKA TANPA ASA
5834      1794     11     
Romance
Hana Asuka mengalami kekerasan dan pembulian yang dilakukan oleh ayah serta teman-temannya di sekolah. Memiliki kehidupan baru di Indonesia membuatnya memiliki mimpi yang baru juga disana. Apalagi kini ia memiliki ayah baru dan kakak tiri yang membuatnya semakin bahagia. Namun kehadirannya tidak dianggap oleh Haru Einstein, saudara tirinya. Untuk mewujudkan mimpinya, Hana berusaha beradaptasi di ...
Cinta Wanita S2
4235      1232     0     
Romance
Cut Inong pulang kampung ke Kampung Pesisir setelah menempuh pendidikan megister di Amerika Serikat. Di usia 25 tahun Inong memilih menjadi dosen muda di salah satu kampus di Kota Pesisir Barat. Inong terlahir sebagai bungsu dari empat bersaudara, ketiga abangnya, Bang Mul, Bang Muis, dan Bang Mus sudah menjadi orang sukses. Lahir dan besar dalam keluarga kaya, Inong tidak merasa kekurangan suatu...
The Eye
388      254     2     
Action
Hidup sebagai anak yang mempunyai kemampuan khusus yang kata orang namanya indigo tentu ada suka dan dukanya. Sukanya adalah aku jadi bisa berhati-hati dalam bertindak dan dapat melihat apakah orang ini baik atau jahat dan dukanya adalah aku dapat melihat masa depan dan masa lalu orang tersebut bahkan aku dapat melihat kematian seseorang. Bahkan saat memilih calon suamipun itu sangat membantu. Ak...
Dark Fantasia
4472      1347     2     
Fantasy
Suatu hari Robert, seorang pria paruh baya yang berprofesi sebagai pengusaha besar di bidang jasa dan dagang tiba-tiba jatuh sakit, dan dalam waktu yang singkat segala apa yang telah ia kumpulkan lenyap seketika untuk biaya pengobatannya. Robert yang jatuh miskin ditinggalkan istrinya, anaknya, kolega, dan semua orang terdekatnya karena dianggap sudah tidak berguna lagi. Harta dan koneksi yang...
Premium
Cinta si Kembar Ganteng
2680      841     0     
Romance
Teuku Rafky Kurniawan belum ingin menikah di usia 27 tahun. Ika Rizkya Keumala memaksa segera melamarnya karena teman-teman sudah menikah. Keumala pun punya sebuah nazar bersama teman-temannya untuk menikah di usia 27 tahun. Nazar itu terucap begitu saja saat awal masuk kuliah di Fakultas Ekonomi. Rafky belum terpikirkan menikah karena sedang mengejar karir sebagai pengusaha sukses, dan sudah men...
April; Rasa yang Tumbuh Tanpa Berharap Berbalas
1210      483     0     
Romance
Artha baru saja pulih dari luka masa lalunya karena hati yang pecah berserakan tak beraturan setelah ia berpisah dengan orang yang paling ia sayangi. Perlu waktu satu tahun untuk pulih dan kembali baik-baik saja. Ia harus memungut serpihan hatinya yang pecah dan menjadikannya kembali utuh dan bersiap kembali untuk jatuh hati. Dalam masa pemulihan hatinya, ia bertemu dengan seorang perempuan ya...
The Hidden Kindness
349      236     2     
Fan Fiction
Baru beberapa hari menjadi pustakawan di sebuah sekolah terkenal di pusat kota, Jungyeon sudah mendapat teror dari 'makhluk asing'. Banyak sekali misteri berbuntut panjang yang meneror sekolah itu ternyata sejak ada siswi yang meninggal secara serius. Bagaimana cara Jungyeon harus menghadapi semua hal yang mengganggu kerja di tempat barunya? Apakah ia harus resign atau bertahan?
PESAN CINTA
5665      1169     33     
Romance
Bagaimana jadinya jika kita mendapat amanah dari orang yang tidak kita kenal? Itu pulalah yang terjadi pada Nasya. Dalam pejalanan pulang menuju kampung halamannya, Nasya berkenalan dengan seorang wanita. Mereka menjadi akrab. Dan wanita itu menitipkan sebuah amanah yang kenyataannya menjadi titik awal perubahan hidup serta jalan cinta Nasya.