Gua adalah orang yang canggung, ya mungkin ini mengejutkan tapi itu benar adanya. Gua menyadari hal ini sedari dulu. “Oh karena lu udah tau dari dulu berarti lu ada itikad untuk memperbaikinya dong?” Pasti dalam hati kalian bertanya seperti itu, dan jawabannya iya. “Dan bagaimana hasilnya?” Pastinya kalian bertanya lagi seperti di sebelah kan? Dan jawabannya, tidak ada hasilnya. Saya masih sangat canggung sampai tulisan ini ditulis.
“Emang bagaimana sih caranya untuk menghilangkan sifat yang canggung itu, Rizki?” Duh kalian ini peduli banget ya sama gua, oke, yang gua denger sih untuk menghilangkan sifat canggung ini kita hanya perlu memperbanyak ngobrol dengan orang yang kita kenal maupun yang tidak kenal. Yah jujur gua ga tau ini bener apa ga, tapi ini lah yang sahabat gua bilang. Kayanya sih gua di tipu.
Gua adalah fans dari film horor, pada tahun 2010 film horor yang paling ditunggu oleh banyak orang keluar, yaitu Insidious. Bisa dibilang pada saat itu, gua benar-benar menunggu film ini, gua adalah tipikal fans film horor yang lebih dominan dipenuhi oleh jumpscare. Dan film Insidious pada saat itu adalah juaranya jumpscare.
“Jadi kapan nih mau nontonnya? Gua ga mau ya kalau malam Jumat,” kata Wahyu. Gua, Wahyu dan Naufal udah janjian buat nonton film Insidious minggu ini.
“Idih penakut lu, ga bakal ada apa-apa juga ah film doang,” jawab Naufal.
“Iya lu mah ga asik, kan kalau nonton malam Jumat lebih geli-geli asik gimana gitu,” jawab gua, yang setelah gua sadari jawaban itu cukup aneh buat di ucapkan.
“Lu berdua bercanda apa gimana sih? Kita hari Jumatnya kan ulangan biologi tau,” gua dan Naufal diem sambil liat-liatan.
“Banyak alasan lu, bilang aja takut.”
“Betul tu betul, ulangan dijadiin alasan, ah payah lu.” Kita berdua ga mau Wahyu sukses sendiri.
“Gua ga takut ya, yaudah besok Kamis malam kita nonton itu film. Gua buktiin gua ga takut.” Kita berhasil menyeret orang lain ke dalam kegagalan.
Naufal dan Wahyu memang temen akrab gua dari jaman SMP, sampe sekarang. dan Wahyu adalah orang yang cukup penakut, tapi dia ga bisa banget kalau kita tantangin, dia bakal iyain walaupun besar kemungkinan dia akan pakai pampers buat nonton nanti.
Hari Kamisnya pas pulang sekolah mereka langsung ke rumah gua, buat ganti baju dan lain-lain. Kita memutuskan nonton di jam 19.30 agar tidak kemalaman nantinya, yah sebenernya alasan utamanya agar kita tetep sempet buat belajar biologi buat besoknya. Ya besoknya memang ulangan, itu bukan cuma alasan yang di buat sama Wahyu.
Pada malam itu juga mereka menginap di rumah gua, agar pas pulangnya kita bisa belajar bareng, sesuai dengan alasan yang mereka pakai supaya bisa menginap di rumah gua. Ya benar, kita akan belajar bareng supaya ga gagal di ulangan besok.
“Kita jalan ke molnya jam berapa? Abis maghrib aja apa?” tanya gua ke mereka.
“Hmm boleh sih supaya sempet belajar dulu kan ya?” tanya Wahyu.
“Hmm tadinya gua mau ajakin main God of War.”
“Lah lu udah beli Riz? Katanya lu ga mau beli kaset PS lagi?” tanya Naufal yang langsung nyamper stick PS dan menghidupkan PS.
“God of War yang mana sih? Sun Go Kong?” Selain penakut Wahyu juga sering ketinggalan informasi, jaman, angkot, dan lain-lain.
“Itu mah raja kera, God of War itu dewa perang, Yu. Yang make pedang ada rantainya itu loh, yang pedangnya ada dua.”
“Ohhh tau, yang satunya di gigit kan? Bukannya itu komik?”
“Bukan Yu, itu mah Zoro nya One Piece. Udah lu liat aja deh pokoknya ini game keren terus sadis, laki banget dah,” sepertinya Naufal tau percakapan ini tidak akan ada ujungnya.
Kita pun memulai game God of War dan melupakan fakta bahwa kami bisa saja menggunakan waktu kami pada saat itu untuk belajar, jangan di tiru ya teman-teman. Tanpa terasa waktu sudah menunjukan jam 6 lewat, kami pun bergegas bersiap buat pergi ke bioskop.
Dari 4 studio yang ada di mol Ciputra Pekanbaru, 3 diantaranya memutar Insidious. Ya film ini memang sangat dinanti banyak orang, tak terkecuali kami bertiga. Di sana kami beberapa kali ketemu dengan murid yang berasal dari sekolah yang sama, dan rata-rata mereka adalah orang yang sedang pacaran. Ada yang nge-date berdua, ada juga yang double date. Dan di sini gua harus nonton bareng dua orang dengan jenis kelamin yang sama. Ngenes.
“Lu pada ga mau pipis sekarang? Biar ntar ga perlu keluar dari bioskop.”
“Oh bener tu Pal, yuk Yu pipis kita.” Sekali lagi gua baru sadar ini kata-kata yang sama sekali bisa menimbulkan pertanyaan jika ada orang asing yang mendengar.
“Ah gua blom mau pipis, kalian aja,” jawab Wahyu.
“Ah lu mah pasti ntar mau dijadiin alasan supaya bisa keluar pas filmnya mulai kan?” jawab gua bercanda.
“Ah elah ga ya, gila apa lu ya, ayolah pipis kita biar gua tunjukin bahwa gua ini pemberani dan jantan,” jawab Wahyu dengan aneh dan panik. Sepertinya yang gua bilang di atas memang ada di otaknya.
Setelah pipis bersama, gua dan Naufal mengantri untuk membeli popcorn. Nonton film horor sambil makan popcorn manis dan meminum java tea adalah kenikmatan yang luar biasa.
Gua memesan satu popcorn manis small dan satu java tea, sedangkan Naufal memesan satu popcorn manis di campur asin yang medium untuk dia dan Wahyu, dan satu milo dan satu mineral water. Hmm cukup mesra mereka ya.
Studio tempat kami menonton cukup ramai, hanya ada beberapa kursi yang kosong hari itu. Kita dapet di barisan D3-D5, yah menurut gua ini adalah kursi yang sempurna karena letaknya yang di tengah. Gua dan Naufal sudah berencana untuk duduk di pinggir agar si Wahyu duduk di tengah, jadi Wahyu ga bisa kabur ke mana-mana. Memang teman yang akrab kita bertiga.
Gua duduk di kursi D3, dan yang duduk di kursi D2 adalah seorang mas-mas yang sedang nonton dengan cewenya. Gua meletakkan minum gua di sebelah kanan gua, di tempat holder yang memang di siapkan untuk meletakan makanan atau minuman kita. Yang mana itu ada di antara gua dan si mas-mas.
Pernah ga sih lu ngerasa takut makanan atau minuman lu ga sengaja kemakan atau keminum sama orang asing yang duduk di sebelah lu karena dia pikir itu makanan atau minumannya dia? Gua sering banget, bahkan gua pernah dulu waktu kuliah di Malaysia orang asing di sebelah gua ga sengaja makan popcorn yang gua letakan di holder di antara gua dan dia. Tapi dia langsung sadar dan minta maaf ke gua, bahkan dia nawarin ke gua buat ngambil popcorn yang dia beli, namun gua tolak karena itu bukan masalah besar buat gua.
Namun beda ceritanya kali ini, karena si mas-mas dan cewenya ini tidak ada beli popcorn, mereka hanya membeli minuman. Jadi kemungkinan popcorn yang gua punya untuk di ambil sama dia itu kecil. Kecil ya, bukan tidak ada.
Akhirnya film pun di mulai, seperti halnya manusia pada umumnya di bioskop, minuman gua habis duluan bahkan sebelum setengah jam film di mulai. Akhirnya gelas kosong nya gua taro di bawah kursi gua, karena kebiasaan gua setiap popcorn atau minuman gua habis gua letakan di bawah kursi gua, agar tangan gua bisa free, ga megang apa-apa lagi. Tenang, sekelarnya nonton tetep gua buang kok di luar. Mantap.
Karena gelas kosong sudah gua taro di bawah, gua meletakkan popcorn gua yang bahkan gua baru makan kurang dari dua kali di holder-nya. Gua melanjutkan menonton dengan asyik tanpa gangguan, kecuali Wahyu yang beberapa kali agak terlompat kecil di kursinya. Tinggal menunggu waktu sampai dia pipis di celana, gua sudah siap mengangkat kaki untuk itu.
Namun beberapa kali gua menyadari si mas-mas yang ada di sebelah gua ini mengunyah sesuatu, gua mulai curiga karena dia ga beli makanan tadi. “Ah mungkin dia makan permen karet,” gua mencoba positif. Tapi kan kalau dia makan permen karet bakal kena denda sebesar 100.000 dolar Singapura. “Ah tapi kan kita bukan di Singapura,” pikir gua lagi.
Akhirnya gua memutuskan untuk tidak terlalu memikirkannya, mungkin mereka memang beli popcorn tapi gua aja yang ga liat. Akhirnya gua menonton lagi dengan hikmatnya.
Saat gua menjulurkan tangan gua ke popcorn gua, ternyata popcorn gua udah tinggal setengah. Fix si mas-mas itu makan popcorn gua! Fix!
“Yu, Wahyu, mas-mas di sebelah dari tadi makanin popcorn gua nih, udah tinggal setengah masa,” bisik gua ke Wahyu, berharap pada saat itu dia memberikan solusi yang baik.
“Hah? Lu bilang aja ke masnya lah, kan itu popcorn lu masa lu takut sih,” jawab dia.
“Duh ga enak gua, ga tau juga mau ngomong apa ke dia.”
“Elah Ki, bilang aja itu popcorn lu jangan di ambil lagi. Gitu.”
“Terus pembukaan percakapannya apa? Pake salam ga?” Tanya gua lagi.
“Iya, setelah salam jangan lupa kop surat ya.”
“Aduh serius dong, ini perihal hidup dan mati nih. Dan kop surat itu di paling atas surat, bukan setelah salam, gimana sih lu.” Sebelum menghina orang tolong pastikan anda benar-benar tau apa yang akan di hina.
“Udah bilang aja ke masnya kalau itu punya lu, ntar kalau udah ngomong kasih tau ke gua yak.”
“Kenapa emang?”
“Iya gua pengen ceritain ke Naufal, pasti kocak banget hasilnya.”
Ntar malem gua puter Lingsir Wengi pas dia tidur
Setelah lewat dari 15 menit percakapan tadi gua masih blom bilang ke mas-masnya bahwa itu yang dia makan popcorn gua, bahkan ada beberapa kali gua ngeliat dia ngambil popcorn gua. Gua ga tau harus bagaimana, di otak gua pada saat itu adalah gua pindah tempat duduk aja supaya lebih tentram. Tapi sahabat-sahabat gua ga ada yang setuju karena kata mereka gua harus menghadapi masalah ini untuk masa depan yang lebih cerah. Gua yakin itu cuma alasan buat ngeliat gua panik.
“Maaf mas ini popcorn saya.” Akhirnya gua memberanikan diri buat ngomong ke dia, dengan kata-kata simple namun jelas. Mantap emang.
Tapi mas-masnya sama sekali ga ngubris kata-kata gua, dia nonton dengan asiknya. Kayanya doi ga denger deh gua ngomong apa. Memang tadi gua sengaja nunggu pas orang-orang teriak baru gua ngomong. Kayanya gua memilih waktu yang salah.
“Sorry mas.” Gua ngomong sekali lagi dengan sedikit agak keras, dan dia pun langsung menoleh ke arah gua.
“Dari tadi masnya makan popcorn saya.” Oke ini bukan seperti yang gua rencanain tadi, tapi gapapa.
“Ohh okay,” jawab dia. Tanpa maaf atau apapun dia cuma ngomong okay. OKAY!
Apakah ini memang sudah direncanakan dari awal sama dia dan pacarnya untuk mengambil popcorn anak SMP yang duduk di sebelahnya? Apakah dia juga memang sudah mengincar duduk di sebelah gua dari beli tiket tadi? Sial seharusnya gua biarin aja si Wahyu yang duduk di sini.
Akhirnya gua mengambil popcorn gua yang udah tinggal sedikit dan memakannya dengan cukup kesal. Gua juga sama sekali ga fokus dengan film yang seharusnya gua tonton dengan hikmat. Sial sekali gua hari ini. Mana popcorn nya banyak yang masih berbentuk butiran jagung yang keras lagi. Huh.
“Elah popcorn doang pake dimasalahin sama dia, emang bocah dasar.” Gua denger dia ngomong begitu ke cewenya.
“Hey! gua beli ini pake duit ya, gua baru makan 3 kali, lu udah makan lebih dari setengahnya. Ni popcorn udah mau abis gara-gara lu, gua ga menikmati filmnya gara-gara lu, si Wahyu ga tau letak kop surat gara-gara lu. Awas lu ya, gua tunggu di pertigaan depan lu,” jawab gua dengan tegas. Namun sayang itu semua hanya dalam hati gua.
Akhirnya film nya selesai, dan gua melewatkan beberapa adegan gara-gara gua duduk di situ dengan tidak tenang dan tidak fokus. Sampai film habis gua masih kepikiran dengan yang dia bilang. Dan berharap gua ngomong ke dia dari awal aja supaya gua bisa nonton dengan tenang. Benar-benar sial.
“Gua kebelet, ntar pipis dulu ya sebelum balik,” ujar Naufal.
“Iya deh gua juga mau kamar mandi.” Gua juga kebelet pipis.
Kamar mandi yang letaknya tepat di dalam bioskop selalu ramai setelah film selesai, jadi kami memutuskan untuk ke kamar mandi yang ada di luar bioskop, karena biasanya tidak terlalu ramai di situ. Sesampainya di kamar mandi ternyata si mas-mas yang tadi duduk di sebelah gua juga lagi pipis di situ. Gua pun memberanikan diri buat pipis di sebelah dia. Maksud gua pipis di urinoir yang ada di sebelah urinoir dia, bukan kita pipis di tempat yang sama, bukan.
Kayanya dia sadar sama keberadaan gua, dan si Naufal ternyata masuk ke dalam bilik yang ada klosetnya, dan gua cuma berdua sama dia di luar. Suasana canggung banget dan kita berdua pipis lama banget. Karena gua minum air dan nahan pipis dari tadi ya, bukan karena hal lain. Ada-ada aja lu.
Dan gua sadar bahwa dia beberapa kali melihat ke arah gua, gua pengen ngeliat juga tapi takut ga sengaja kita berdua beradu pandangan. Kan ga asik banget ya beradu pandangan sama cowo lain, sambil pipis lagi. Suasananya bener-bener canggung banget, pada saat itu gua cuma pengen cepet kelar dan cabut, atau dia yang kelar duluan dan cabut keluar. Namun tidak, ntah kenapa kita kelar barengan dan cuci tangan di tempat yang sebelahan pula. Canggung banget woy.
“Huh dasar bocah,” kata dia tiba-tiba begitu sambil berjalan keluar. Gua cuma bisa diam, gua ga mau berbuat yang aneh atau pun komen yang aneh. Biar aja dia jalan keluar dan gua tetep di dalem nungguin si Naufal yang katanya mau pipis namun ternyata dia BAB. Dasar penipu ulung.
“Wahahahahahaha, kocak banget lu,” tiba-tiba si Naufal ketawa dari dalam biliknya.
“Lah lu kok denger dah? Kan gua juga blom cerita ke lu,” jawab gua, sembari dia keluar dan nyuci tangannya.
“Si Wahyu cerita tadi, pas gua liat ada dia gua langsung masuk ke dalam, padahal gua cuma mau pipis kok. Aduh suasananya tegang banget tadi gilak, gua nahan banget pengen ketawa,” kata si kampret.
“Gila lu gua ga tau harus ngapain tadi, mana gua pipis lama banget, dia juga pipis lama banget. Apes banget gua hari ini,” tegas gua kesel.
“Seharusnya tadi pas dia bilang kaya gitu lu jawab aja, enak ga popcorn gua? Begitu, ini malah diem aja. Wahaha cupu lu.”
“Sumpah Pal, gua ga tau harus ngomong apa. Lu tau sendiri gua secanggung apa orangnya. Bahkan kalau gua di tinggal berdua sama bokap gua, gua ga bakal tau mau ngomong apa itu,” jawab gua, dan ya benar gua sering ga tau mau ngomong apa kalau lagi berdua sama bokap. Mau nanya soal kerjaan tapi doi udah pensiun, mau nanya anaknya ada berapa tapi gua kan anaknya.
“Makanya lu harus sembuhin tu penyakit.”
“Hah emang bisa disembuhin? Begimana caranya?” Tanya gua, sembari kita jalan keluar.
“Ah itu mah gampang, nih ya gua kasih tau caranya…” Naufal pun menjelaskan ke gua tata cara bagaimana agar tidak menjadi manusia yang canggung lagi. Dari panjang lebar dia menjelaskan, gua menyimpulkan cara nya adalah cobalah untuk berani berbicara kepada siapapun, mau itu temen deket, temen ga deket, orang asing, orang ga asing, ayah, ibu, peliharaan, pokoknya semuanya di ajak ngomong aja, dan kalau sudah gua lakuin lebih dari 1 tahun pasti tanpa gua sadari gua ga bakal canggung lagi, dan akan selalu tau harus ngomong apa.
Dari tahun 2010 dia ngomong sampai sekarang tahun 2022, gua masih mempraktekkan apa yang dia bilang, hasilnya adalah gua tetap canggung. Fix gua di tipu.