Loading...
Logo TinLit
Read Story - Palette
MENU
About Us  

“Ayo, dong, Dim. Kalau kamu yang ngomong, dia pasti mau nurutin.”

Dimas menghela napas. Dara yang ada di hadapannya kali ini, tidak terlalu dia kenal, karena tidak pernah ditampakkan di depannya. Dara adalah perempuan mandiri yang anti merengek dalam hal apa pun. Namun, hari ini, demi seorang laki-laki, Dara rela meletakkan gengsinya dan merengek pada Dimas.

“Kalau aku yang ngomong, emosi mulu soalnya.”

“Bentar deh, Ra. Aku mau nanya dulu satu hal ke kamu.”

Dara mengernyit. “Apa?”

“Kamu yakin enggak jatuh cinta sama anak itu?” Suara Dimas terdengar dalam dan penuh keseriusan. Namun, hal itu justru memicu tawa gadis yang duduk di hadapannya tersebut. Tawa yang justru membuat Dimas kesal. Di matanya, Dara terlihat belum memiliki keputusan akan menjatuhkan hatinya pada siapa. Wajar, dong, jika lelaki itu merasa harus mewaspadai kehadiran Naga? Apalagi melihat perhatian Dara pada anak itu, mau tak mau Dimas merasa harus memastikan posisinya masih cukup aman.

“Kenapa? Kamu takut aku lakuin ini semua karena jatuh cinta sama dia?”

Dimas mengedikkan bahu. “Ya, siapa tahu, kan.” Lelaki itu lalu menyesap kopi di cangkirnya sebelum melanjutkan, “nggak ada yang nggak mungkin di dunia ini. Naga punya peluang besar buat bikin kamu jatuh cinta, soalnya.”

Dara tersenyum. Ada perasaan bahagia saat melihat kecemburuan yang tergambar jelas di wajah Dimas saat ini. Selama ini, Dara selalu kesulitan mendeskripsikan hubungannya dengan Dimas. Lelaki itu belum pernah menyampaikan perasaannya. Mereka dekat karena perjodohan, murni karena bisnis keluarga, awalnya. Namun, makin ke sini, Dara merasa perasaannya mulai berubah.

Perjodohan itu adalah salah satu hal yang memicu Dara kabur dari rumah. Bukan karena dia tidak menyukai Dimas, rasanya tidak ada satu perempuan pun di kantor Palette yang tidak menyukai Dimas. Jangankan karyawan, ibu-ibu kantin saja semuanya suka pada lelaki itu. Dimas bukan tipe lelaki dingin dan cuek seperti yang kerap tergambar dalam novel-novel di platform online. Ah, ya, Dara sesekali membaca, kok, begitu ada waktu luang.

Dalam beberapa buku fiksi yang dibacanya, hampir sembilan puluh persen tokoh utama pria yang berprofesi sebagai CEO, memiliki sifat yang arogan, dingin, dan cuek. Dara justru melihat Dimas adalah kebalikan dari semua sifat tokoh fiksi itu.

Bahkan setelah naik jabatan menjadi CEO, Dimas tak pernah segan membantu melayani makan siang di kantin saat sedang full. Tentu saja tidak setiap hari, tapi perhatian kecil yang selalu Dimas berikan pada orang-orang di sekelilingnya membuat Dara merasakan vibrasinya yang hangat dan positif.

Dimas tidak pernah memaksa Dara untuk menerima perjodohan mereka. Sementara Dara juga tidak pernah bertanya tentang perasaan Dimas padanya atau pendapat Dimas terhadap perjodohan itu. Dimas adalah satu-satunya orang yang tidak pernah menentang keputusan Dara. Dimas selalu mendukung apa pun langkah yang akan Dara ambil, sambil sesekali memberikan masukan.

Hal-hal semacam itu yang justru berhasil menyentuh hati Dara. Di usianya sekarang, ungkapan perasaan yang menggebu-gebu seperti yang selalu dilakukan Naga itu sudah tidak penting lagi.

Sebenarnya, Dara sudah sering melihat kecemburuan di mata Dimas yang entah bagaimana caranya, selalu berhasil diredam oleh lelaki itu. Selama ini, Dara tidak pernah kepikiran untuk bertanya. Tidak seperti hari ini. Perasaan bahagia yang membuncah di dadanya, membuat Dara tergelitik untuk mengajukan sebuah pertanyaan singkat.

“Emangnya kamu nggak punya peluang buat bikin aku jatuh cinta?”

Dimas membelalak. Mulutnya membuka, hendak menjawab, tetapi tertutup kembali bersamaan dengan sebuah dengkusan. “Kamu serius mau bahas soal ini?”

Dara tersenyum lagi, kemudian mencondongkan badannya lebih dekat pada Dimas. “Kayaknya emang udah saatnya kita serius buat bahas soal ini.” Seusai mengatakannya, gadis itu kembali menarik tubuhnya ke posisi duduk semula. Dengan tenang, tepatnya berusaha menenangkan diri yang mendadak diserang tremor, Dara mengangkat cangkir kopi di depannya dan menyesap isinya perlahan.

“Aku nggak tahu berapa peluangku buat bikin kamu jatuh cinta. Udah bertahun-tahun aku nunggu sampai kamu siap, tapi kayaknya kamu emang nggak pernah siap. Kayaknya... kalau kamu nggak ngajak bahas soal ini hari ini, akhir tahun nanti rencananya aku bakal bilang ke Om Wirawan buat batalin perjodohan kita.”

“Kenapa?” sahut Dara cepat. Saat melihat kerutan di dahi Dimas, Dara baru sadar. Gadis itu baru saja merasa kecewa dengan keputusan Dimas untuk membatalkan perjodohan mereka.

“Kan kamu yang selama ini nggak pernah setuju sama perjodohan ini. Lagian, sampai hari ini aku juga nggak berhasil bikin kamu jatuh cinta, kok. Jadi percuma diteruskan. Aku nggak mau nikah sama orang yang nggak cinta sama aku.”

Dara mencebik. “Kamu sendiri, emangnya cinta sama aku?”

Dengan gemas, Dimas menjentikkan jari di dahi Dara. “Kayaknya otak kamu udah kelamaan nggak dipakai, deh. Kalau aku nggak cinta, ngapain aku mau-mau aja dijodohin sama cewek keras kepala yang takut mimpinya bakal hilang setelah menikah kayak kamu?”

Se-sebentar, Dara menelan ludah, yang barusan itu... confess?

“Aku bukan laki-laki romantis yang bisa bilang cinta berkali-kali. Cukup sekali aja, selanjutnya bakal terlihat dari caraku memperlakukanmu.”

“Nggak, maksudnya? Emang kapan kamu pernah bilang cinta sama aku?”

Dimas menghela napas. “Coba diinget-inget. Udah lama banget, lho, padahal. Jauh sebelum akhirnya kita dijodohkan.”

Berbekal keterpaksaan, Dara mencoba menggali ingatannya. Bersama dua sahabatnya yang kini tinggal di luar negeri, Dara memang sudah dekat dengan Dimas sejak sekolah menengah. Awalnya tentu saja karena keluarga mereka adalah kolega. Papa Dimas adalah investor utama Palette. Para orang tua itu dulunya berprinsip kolot, jika bisa bersahabat sampai tua, maka persahabatan itu juga harus diturunkan pada anak-anak mereka. Karena itu, tiap kali mereka bertemu untuk membahas bisnis, mereka pasti akan mengajak anak-anak supaya bisa saling mengenal.

“ToD waktu kita udah di tahun-tahun terakhir kuliah.”

Dara meringis saat mendengar Dimas menyebutkan sebuah petunjuk. Dimas pasti melihatnya kesulitan mengingat kenangan-kenangan lama itu.

“Waktu itu, papamu baru mau merintis Palette. Aku inget banget, Om Wirawan bilang pengin bikin brand sepatu karena lihat kamu suka bikin modifikasi di sepatumu. Jangan bilang kamu melupakan bagian ini juga?”

Ada yang berdesir di dada Dara. Nyeri, rasanya. Kemarin dia mengatai Naga sebagai orang yang tidak tahu diri. Rupanya dirinya sendiri juga tidak tahu diri. Dara sadar, dia terlalu banyak menuntut orang tuanya. Padahal dia tahu, sebagai manusia, kedua orang tuanya tidak mungkin sempurna dan bisa menjadi orang tua ideal seperti dalam bayangannya.

“Kita main Truth or Dare. Aku confess di sana pas sampai giliranku.”

Dara membelalak, tak percaya dengan yang barusan dia dengar. “Kukira yang waktu itu kita cuma main-main aja, lho, Dim.”

“Ya kita emang cuma main, tapi perasaanku beneran, nggak main-main.” Dimas menunduk sebentar, kemudian tengadah dan menatap Dara tepat di matanya. “Aku nggak akan biarin kamu kehilangan mimpi kalau kita nikah nanti, jangan takut. Aku bakal terus jadi support system nomor satu yang berdiri di belakangmu, jaga-jaga kalau kamu jatuh. Kamu bukan mamamu, aku juga bukan Om Wirawan. Kita adalah individu lain. Kita punya jalan takdir kita sendiri.”

Dara kesulitan menahan air matanya. Dengan cepat, gadis itu mengusap matanya yang mulai berair. Sialan, umpatnya.

Dimas tersenyum, kemudian menumpukan tangannya di atas tangan Dara. “Aku bilang kayak gitu, in case kamu masih takut sama komitmen, sama pernikahan.”

Karena tangannya digenggam oleh Dimas, Dara jadi tidak bisa menghalau air matanya lagi. Gadis itu lalu menggeleng. “Aku nggak takut berkomitmen, asal itu sama kamu. Aku nggak bisa percaya sama orang lain.” Dara menghirup ingus yang tiba-tiba memenuhi hidungnya, kemudian lanjut berkata, “aku ngotot minta kamu buat bujukin Naga bukan karena aku jatuh cinta sama dia. Aku ngelakuin ini semua buat menebus rasa bersalahku pada Pak Mahdi. Orang baik yang dari kecil nganter aku ke mana-mana, harus hidup kesusahan karena anaknya nggak bisa bantu cari uang. Secara nggak langsung, aku bertanggung jawab sebagai orang yang punya kedudukan di Palette.”

“Oke, aku bakal bantuin kamu dengan urusan Naga ini, dengan satu syarat.” Dimas berdeham pelan. “Aku mau kamu pulang, nggak kabur-kaburan lagi. Nggak masalah kalau kamu belum mau nikah, tapi please, pulang.”

Dara kembali merasakan dadanya berdesir nyeri. Tanpa merasa perlu memikirkannya lebih lama, gadis itu lantas mengangguk mantap. “Aku bakal langsung pulang begitu kamu berhasil yakinin Naga buat nerima kerjaan dari Palette.”

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (2)
  • idhafebriana90

    Nggak ada notifnya

    Comment on chapter TWICE
  • vanilla_hara

    Ini kalau nge-like muncul notif gak, sih? Biar Naga tahu gitu aku datang. 🤣

    Comment on chapter TWICE
Similar Tags
Kau Tutup Mataku, Kuketuk Pintu Hatimu
4760      1741     0     
Romance
Selama delapan tahun Yashinta Sadina mengidolakan Danendra Pramudya. Laki-laki yang mampu membuat Yashinta lupa pada segudah masalah hidupnya. Sosok yang ia sukai sejak debut sebagai atlet di usia muda dan beralih menekuni dunia tarik suara sejak beberapa bulan belakangan. "Ayah sama Ibu tenang saja, Yas akan bawa dia jadi menantu di rumah ini," ucap Yashinta sambil menunjuk layar televisi ke...
I am Home
524      363     5     
Short Story
Akankah cinta sejati menemukan jalan pulangnya?
SURGA DALAM SEBOTOL VODKA
8242      1834     6     
Romance
Dari jaman dulu hingga sekarang, posisi sebagai anak masih kerap kali terjepit. Di satu sisi, anak harus mengikuti kemauan orang tua jikalau tak mau dianggap durhaka. Di sisi lain, anak juga memiliki keinginannya sendiri sesuai dengan tingkat perkembangan usianya. Lalu bagaimanakah jika keinginan anak dan orang tua saling bertentangan? Terlahir di tengah keluarga yang kaya raya tak membuat Rev...
NADA DAN NYAWA
14598      2707     2     
Inspirational
Inspirasi dari 4 pemuda. Mereka berjuang mengejar sebuah impian. Mereka adalah Nathan, Rahman, Vanno dan Rafael. Mereka yang berbeda karakter, umur dan asal. Impian mempertemukan mereka dalam ikatan sebuah persahabatan. Mereka berusaha menundukkan dunia, karena mereka tak ingin tunduk terhadap dunia. Rintangan demi rintangan mereka akan hadapi. Menurut mereka menyerah hanya untuk orang-orang yan...
LATHI
1692      722     3     
Romance
Monik adalah seorang penasihat pacaran dan pernikahan. Namun, di usianya yang menginjak tiga puluh tahun, dia belum menikah karena trauma yang dideritanya sejak kecil, yaitu sang ayah meninggalkan ibunya saat dia masih di dalam kandungan. Cerita yang diterimanya sejak kecil dari sang ibu membuatnya jijik dan sangat benci terhadap sang ayah sehingga ketika sang ayah datang untuk menemuinya, di...
Lalu, Bagaimana Caraku Percaya?
126      95     0     
Inspirational
Luluk, si paling alpha women mengalami syndrome trust issue semenjak kecil, kini harus di hadapkan pada kenyataan sistem kehidupaan. Usia dan celaan tentangga dan saudara makin memaksanya untuk segera percaya bahwa kehidupannya segera dimulai. "Lalu, bagaiamana caraku percaya masa depanku kepada manusia baru ini, andai saja jika pilihan untuk tak berkomitmen itu hal wajar?" kata luluk Masal...
Interaksi
439      305     0     
Romance
Ada manusia yang benar benar tidak hidup di bumi, sebagian dari mereka menciptakan dunia mereka sendiri. Seperti halnya Bulan dan Yolanda. Bulan, yang terlalu terobsesi dengan buku novel dan Yolanda yang terlalu fanatik pada Korea. Dua duanya saling sibuk hingga berteman panjang. Saat mereka mencapai umur 18 dan memutuskan untuk kuliah di kampus yang sama, perasaan takut melanda. Dan berencana u...
Antic Girl
120      99     1     
Romance
-Semua yang melekat di dirinya, antic- "Sial!" Gadis itu berlalu begitu saja, tanpa peduli dengan pria di hadapannya yang tampak kesal. "Lo lebih milih benda berkarat ini, daripada kencan dengan gue?" tanya pria itu sekali lagi, membuat langkah kaki perempuan dihadapannya terhenti. "Benda antik, bukan benda berkarat. Satu lagi, benda ini jauh lebih bernilai daripada dirimu!" Wa...
Mencari Malaikat (Sudah Terbit / Open PO)
5035      1883     563     
Action
Drama Malaikat Kecil sukses besar Kristal sang artis cilik menjadi viral dan dipujapuja karena akting dan suara emasnya Berbeda dengan Viona yang diseret ke luar saat audisi oleh mamanya sendiri Namun kehidupan keduanya berubah setelah fakta identitas keduanya diketahui Mereka anak yang ditukar Kristal terpaksa menyembunyikan identitasnya sebagai anak haram dan mengubur impiannya menjadi artis...
Photobox
5543      1396     3     
Romance
"Bulan sama Langit itu emang bersama, tapi inget masih ada bintang yang selalu ada." Sebuah jaket berwarna biru laut ditemukan oleh Langit di perpustakaan saat dia hendak belajar, dengan terpaksa karena penjaga perpustakaan yang entah hilang ke mana dan Langit takut jaket itu malah hilang, akhirnya dia mempostingnya di media sosialnya menanyakan siapa pemilik jaket itu. Jaket itu milik Bul...