Seorang perempuan yang tampak cantik dalam balutan gaun putih panjang serta tiara menghias kepalanya itu berdiri di bawah pohon tanjung sambil menggenggam erat buket berisi lili putih. Iris matanya yang sehitam jelaga diselimuti embun, menatap lurus ke arah awan di atas sana. Pikirannya mengangkasa, terbang bersama embusan angin yang bertiup cukup kencang.
Tatapannya pada awan di atas sana makin nanar. Senyuman perih tersungging di bibir kemerahan itu bersamaan dengan terlukisnya anak sungai di wajahnya yang ayu. Seperti ada batu besar yang terangkut di kerongkongannya hingga menimbulkan sesak. Akan tetapi, apa yang bisa dia lakukan? Melawan takdir? Melawan Tuhan?
“Bukankah seharusnya hari ini menjadi hari yang bahagia?” Dia meratap dengan suara serak. “Tapi kenapa?”
Hening. Pertanyaannya sama sekali tidak mendapatkan jawaban, selain desing angin menerpa dedaunan. Kenyataannya membuat perempuan itu kalah telak. Kakinya tidak lagi mampu menopang tubuhnya sendiri. Dia jatuh di atas rerumputan. Bunga di tangannya lepas seperti harapan-harapannya. Kemudian, tangis memiliukannya mengisi kesunyian yang dingin itu. Sedingin hatinya setelah mengalami semua kejadian ini.
“Aku menyayangimu. Kamu harus tahu itu, Sayang.”