Setelah berkeliling kota Jakarta, Regan dan Ninda memutuskan untuk pulang. Namun, sebelumnya, mereka mengunjungi minimarket untuk belanja camilan dan beberapa alat kebutuhan pribadi. Khususnya Ninda.
Ninda menjelajahi deretan benda-benda kecantikan. Sementara Regan menjelajahi deretan parfum dan deodorant serta pomade. Setelah mendapatkan apa yang diincarnya, mereka kembali bersama menjelajahi deretan camilan. Apalagi Ninda, yang hampir setiap malam menonton pacar halu dari Korea yang kadangkala ditemani juga oleh Regan lewat panggilan video.
“Eh, Nin, gimana nanti pulangnya mampir dulu ke rumahku. Kamu kan, belum pernah main,” ajak Regan.
“Hm, boleh.”
Regan tersenyum. Cekatan, tangannya meraih tiga bungkus roti tawar, tiga pak pudding, tiga pak susu bubuk, dan satu wadah mises seres. Ninda menatap heran pacarnya, dalam benaknya mulai bertanya-tanya.
“Gan, beli semua ini—”
“Ibuku sedang sakit, kalo sedang sakit makanan apa pun terasa hambar. Mungkin dengan pudding, ibu akan senang dengan rasanya.” Regan memotong ucapan Ninda, membuat pacarnya itu sedikit terkejut mendengar pernyataannya.
“Sa-sakit apa?” tanya Ninda penasaran.
“Semenjak, ayahku pergi demi bisnis setahun yang lalu. Enam bulan yang lalu, ibuku jatuh sakit. Semuanya karena ibu selalu berpikir berat mengenai ayah. Ibu jatuh pingsan, tubuhnya melemah dan tidak bisa bergerak bebas, berjalan pun harus dituntun.” Regan menghela napas panjang, perlahan garis bibirnya melengkung berusaha tegar.
“Ibu kamu sakit apa ketika di cek ke dokter?” tanya Ninda hati-hati.
“Tekanan darah tinggi, dan setiap harinya tekanan darahnya belum bisa stabil. Dan waktu itu, ibu kembali pingsan dan kata dokter selain tekanan darah tinggi, ibu menderita penyakit aritmia. Atau gangguan yang terjadi pada pacu jantung.” Lagi-lagi Regan menghela napas panjang.
Ninda menatap kasihan ke arah Regan, refleks tangannya mengelus bahu pacarnya lalu memeluk erat tangannya. “Aku harap, ibumu cepat sembuh.”
“Aamiin, makasih.” Regan mengecup pucuk kepala Ninda.
Mereka berjalan menuju kasir untuk melakukan pembayaran. Setelah itu, mereka pergi menuju rumah Regan. Sebagai pendatang baru, Ninda terpukau dengan besarnya rumah Regan, bak istana kerajaan.
“Gan, di rumah sebesar ini yang mengisi berapa orang?” tanya Ninda seraya menatap Regan.
“Lima orang. Aku, adikku, ibuku, dan dua asisten rumah tangga.” Regan merangkul Ninda dan masuk bersama. Seperti biasa, dan akan seperti ini seterusnya, rumah ini sangat sepi. Mereka memasuki kamar, dengan pintu dibiarkan terbuka.
Ninda sangat suka dengan gaya Regan, kamar ini tertata rapi dengan banyak poster beraliran musik barat dan beberapa replika karakter game online. Ninda mengikuti Regan yang akhirnya duduk di balkon. Ninda menikmati pemandangan gedung-gedung di sini, tanpa sepengetahuannya Regan telah siap dengan gitarnya.
“Kamu suka lagu apa?” tanya Regan.
Ninda tersenyum. “Aku, lagu apa saja yang penting enak di dengar.”
Baru saja Regan memetik gitar yang dipegangnya, tiba-tiba ia teringat sesuatu dan pamit sebentar kepada Ninda. Sejauh ini mereka bersama, dan sejauh ini Ninda mengenal Regan, dulu sebelum berpacaran menjabat sebagai playboy ternyata memiliki sisi lain yang berhasil membuat dirinya tambah jatuh cinta. Sebenarnya, ada rasa takut saat dirinya jadi pacar Regan, toh dia terkenal playboy dan ia sangat takut jika Regan hanya mempermainkannya. Tapi bukankah seseorang berhak mendapatkan kesempatan untuk membuktikan semuanya, dengan begitu kita tidak bisa asal mengecap sikap seseorang.
Beberapa menit kemudian, Regan kembali dengan senyum dibibirnya. Dia kembali memetik gitarnya, seperkian detik nada yang dikeluarkan dari gitar mengalun lembut di telinganya.
Perlahan Ninda mulai menggerakan tubuhnya mengikuti irama lembut dari gitar tersebut, sembari memandangi Regan yang terpejam menikmati petikkannya. Regan berkali-kali mengatur napasnya, bersiap-siap untuk melantunkan lagu yang akan dinyanyikannya.
When you try your best, but you don’t succeed
When you get what you want, but not what you need
When you feel so tired but you can’t sleep
Stuck in reverse
Baru kali ini, Ninda mendengar Regan bernyanyi. Tidak terlalu bagus, tapi Ninda sangat menikmati dan bisa merasakan rasa dalam lagu yang dinyanyikan Regan. Ninda menatap Regan yang sesekali terpejam, kemudian tersenyum kepadanya.
Lights will guide you home
And ignite your bones
And I will try to fix you
Mereka bernyanyi bersama, menikmati makna setiap kalimat yang terkandung dalam lirik lagu milik Coldplay. Ninda beranjak dari duduknya, beralih ke belakang Regan lalu merangkulnya hingga lagu itu berakhir.
“Suara kamu bagus,” komentar Ninda masih lekat dengan rangkulannya.
“Playboy harus memikat dan multitalent,” gurau Regan membuat Ninda sedikit cemberut. “Love you.” Pipi Regan dan Ninda benar-benar menempel, menikmati deru napas yang keluar dari hidung keduanya.
“Ehm.”
Sontak Regan dan Ninda mengubah posisi, lalu menoleh ke arah sumber suara. Dua spesies menyebalkan berdiri tegap di ambang pintu. Yang sebelah kanan, hanya tersenyum selebar mungkin. Yang di sampingnya, menampakkan deretan giginya, dan yang paling pertama masuk ke dalam kamar. Cowok itu langsung melempar tubuhnya ke atas kasur dan terpejam.
“Daripada diundang ke sini hanya untuk jadi nyamuk, mending gue tidur aja, biarkan kata-kata romantis mereka yang jadi nyamuk. Yekan Ram, percuma juga nanti malah dikacangin.” Gema memainkan kedua tangan dan kakinya menikmati kelembutan seperai monokrom itu. “Kita ubah perspektif jomblo yang sering dianggap nyamuk, menjadi jomblo yang diganggu nyamuk romantis.” Lanjut Gema.
“Bisa ae, lo! Udah lama ya kita nggak main ke sini, dan tiba-tiba saja Regan undang kita buat nginap.” Rama mendaratkan tubuhnya di samping Gema.
Ninda menatap Regan. “Kamu yang undang mereka?” Sebagai jawaban Regan mengangguk.
“Eh, kalian malah jadi kaku, biasa aja kali. Kita ke sini cuma mau numpang tidur, makan, dan mandi,” ujar Gema.
“Apaan sih lo Ge, lagian kita cuma gitaran doang,” bela Ninda sambil duduk di tempat semula.
“Oh, iya, besok si Gema ikut turnamen lagi GO, kalian hadir ya, awas kalo nggak hadir.” Rama memiringkan kepalanya menatap Regan dan Ninda bergantian.
“Iya, awas loh kalo gak hadir gue jitak pala lo!” sahut Gema.
“Kalo lo kalah, gue yang jitak lo.” Tanpa sengaja Regan dan Ninda mengucapkan kalimat yang sama, membuat Gema dan Rama bangkit bersamaan dan menatap mereka berdua yang juga saling tatap.
“Gila, dalam hal jitak-jitakkan kalian kompak,” ujar Gema terpukau.
“Kalo gitu gue juga ikut jitak juga,” celetuk Rama membuat Gema mendorong tubuhnya.
Tiba-tiba saja wanita paruh baya membawa beberapa makanan dan minuman ke kamar Regan, membuat Gema melompat menghampiri wanita itu dan membantunya. Setelah tersaji, wanita itu pergi meninggalkan seberkas senyum hangat kepada pengisi kamar ini.
“Ayo Nin, kita ngemil dulu. Tenang, gak bakalan gendut kok.” Regan dan Ninda menghampiri kedua temannya yang telah duduk di atas karpet menghadap sajian sederhana. Keripik singkong, gorengan, sukro dan satu teko penuh teh dingin.
“Tau aja kalo gue lagi lapar.” Gema memakan pisang goreng dengan begitu lahap.
“Oh iya, adik lo, si cantik Risma mana?” tanya Rama.
“Dia lagi istirahat, abis nginap semalam di sekolah.”
Ninda baru tahu bahwa adiknya Regan itu perempuan, toh ini kali pertama ia berkunjung ke rumah Regan dan berkumpul ala mereka, yang menyenangkan, tapi agak menyebalkan juga. Gema si gamers syndrome tiada hentinya meledeknya, Rama juga sama, dan Regan malah fokus sama camilannya tanpa membelanya.
“Gema, kalo lo terus ungkit masa lalu gue yang benci sama Regan, gue sumpahin lo jomblo sampai tua,” tegas Ninda yang sudah kehabisan rasa sabar,
“Mampus!” timpal Rama.
“Untung gue ganteng, jadi itu mustahil deh.” Dengan santai Gema memasukan pisang goreng ke mulutnya.
Ninda memutar bola matanya merasa muak dengan ucapan Gema yang super percaya diri, sementara itu Rama meledek Gema. Dan Regan, dia masih sibuk dengan pisang gorengnya.
Pisang goreng lebih menarik dari gue kayaknya. gumam Ninda.
O0O