Tampan, kaya, adalah hal yang menarik dari seorang Regan dan menjadikannya seorang playboy. Selama bersekolah di Ganesha High School semuanya terkendali dengan baik, hingga akhirnya datang seorang gadis berwajah pucat, bak seorang mayat hidup, mengalihkan dunianya.

Berniat ingin mempermalukan gadis itu, lama kelamaan Regan malah sem...Read More >>"> REGAN (Chapter 3: BUKAN GOMBALAN BIASA) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - REGAN
MENU
About Us  

Kelas XII IPS 1 telah berbaris di lapang basket. Pak Rudi yang merupakan guru olahraga, menyuruh Rama untuk memimpin pemanasan. Di bawah teriknya matahari, mereka merentangkan tangan dengan mata dibiarkan menyipit untuk menghadang silau. Selesai melakukan pemanasan, Pak Rudi memerintah mereka untuk berlari mengelilingi lapangan basket sebanyak tiga kali untuk perempuan dan lima kali untuk laki-laki.

Mata elang milik Regan seketika berbinar melihat dua cewek yang menjadi incarannya. Dia mempercepat larinya hingga sejajar dengan Ninda. Sesekali cewek itu menyeka peluhnya, tidak peduli dengan kehadiran Regan di samping , lengkap dengan senyum manisnya. Dengan lagak ke - playboy -annya, Regan mulai memberikan tatapan penuh arti kepada Ninda.

“Halo Ninda sayang, mau nggak nanti habis olahraga ke kantin bareng? Kita makan bareng terus foto bareng, gue yang traktir.” Regan menatap penuh ke arah Ninda.

Ninda membalas tatapan Regan yang benar-benar menawan itu. “Sorry ya Gan, gue nggak mau, dan nggak akan pernah mau.” Ninda mempercepat larinya sambil menarik tangan Dina teman sebangkunya.

Seketika otak jailnya berisyarat. Tangan kanan Regan tiba-tiba menarik rambut Ninda yang terikat. Membuat cewek cerewet itu meringis dan langsung menatap tajam kepadanya.

“Aw! Lo ini apaan sih, nggak ada kerjaan banget jadi orang!” ringis Ninda sambil mencubit bahu lengan Regan.

Regan tertawa kecil melihat Ninda dengan ekspresi tertekuk. “Ninda, asal lo tau, kerjaan gue hari ini dan seterusnya akan sama. Mencintaimu setulusnya.”

Bagaikan ledakan bom di Hiroshima dan Nagasaki, Ninda mendadak beku kala sebuah getaran hebat lahir di hatinya. Kemudian, Ninda menaikkan salah satu alisnya lalu membuang tatapannya, seolah-olah hatinya tidak bereaksi apa pun karena ucapan Regan.

“Terserah lo!” ujar Ninda seraya melanjutkan larinya, setelah beberapa detik terhenti akibat Regan.

Melihat hal itu, Rama tersenyum. Sedangkan Gema, malah menatap heran ke arah Rama. Ia tidak habis pikir kenapa Rama harus ribet memberikan game seperti itu kepada Regan.

“Gue yakin besok atau lusa, Regan bakal jadian,” ujar Rama tanpa menoleh sedikit pun ke arah Gema.

“Hm, lo mah ribet banget. Malah di kasih waktu lima hari, dan lo tau cewek-cewek yang harus Regan takluki itu bukan cewek biasa.”

“Orang Regannya juga luar biasa. Udahlah, mending lo diam aja, jangan ngebacot mulu, lama-lama gue muntah denger bacotan lo,” pungkas Rama.

Regan mempercepat larinya, bukan untuk mengejar Ninda melainkan untuk bersebelahan dengan Ana. Baru saja ia sampai di sampingnya, cewek pemuja cermin bulat dan segala alat make up.

“Apa lo? Mau gombalin gue?” serang Ana.

“Ge-er amet, gue cuma mau bilang wajah lo berminyak. Kulit lo berubah hitam, amit-amit gue gombalin lo.” Regan agak terkejut, dalam sedetik ia memutar otak, semula untuk mengeluarkan kata-kata manis, berubah menjadi ejekkan.

Sontak Ana mengusap wajahnya, dan mengeluarkan cermin bulat dari saku celana olahraganya.

“Gan gombalin aku dong, seumur-umur, gue belum pernah digombalin lo.” Evi mengerlingkan matanya.

Sorry ya Vi, lo tidak termasuk tipe gue .” Lagi-lagi Evi mengerucutkan bibirnya mendengar kalimat sarkas dari mulut Regan, tapi, ia tidak pernah peduli dengan pedasnya ucapan Regan. Yang ia pedulikan, bahwa suatu hari Regan harus menjadi miliknya, meskipun kemungkinannya sangat tipis, setipis jaring laba-laba kecil. Namun, tidak ada salahnya, kan, kalau berharap?

Setelah memerhatikan wajahnya. Ana menatap tajam ke arah Regan. “Kagak hitam juga, dasar lo!” Ana melayangkan tangannya, cekatan Regan menangkapnya lalu menciumnya.

I love you, An!” Regan langsung mempercepat larinya meninggalkan Ana yang seketika membeku. Sedangkan Evi berteriak histeris melihat aksinya.

Cekatan Evi menarik tangan kanan Ana, lalu menciumnya berulang kali, sampai Ana bergidik jijik melihat aksi yang dilakukan oleh Evi. Segera Ana mengelapkan tangan ke baju Evi sambil merutuki temannya yang tergila-gila oleh Regan.

“Jorok banget sih!”

“ Lo sih nggak bersyukur banget di deketin Regan, apa lagi itu adegan yang romantis banget. Kan gue jadi iri, dari pada lo hapus bekas ciuman Regan dengan air, mending hapusnya pake ciuman gue.” Wajah Evi kesemsem hingga peluit ditiup.

Setelah lari, Pak Rudi membagi regu menjadi enam regu. Masing-masing regu terdiri dari lima orang; siswa laki-laki tiga regu begitu juga siswa perempuan tiga regu. Mereka akan bermain basket sampai jam pelajaran olahraga berakhir.

Ninda menatap penuh ke arah Regan. Cowok playboy itu, berhasil membuat dirinya membeku akibat gombalan terakhirnya. Begitu juga dengan Ana, sekarang dia menatapnya lekat. Ciuman Regan yang mendarat di tangannya, membuat sekujur tubuhnya bergetar.

Ketika peluit di tiup dengan nyaring, Regan berlari mengejar Rama yang tengah mendrible bola, saat Rama melakukan teknik lay up seketika itu, otak jail Regan berkontraksi. Refleks, kedua tangannya mendarat di celana olahraga Rama, lalu menariknya ke bawah.

“Anjir! Lo!” Cekatan, Rama menarik kembali celananya yang melorot. Membuat yang menyaksikan tertawa puas melihat kejadian memalukan itu.

Regan hanya bisa tertawa, tidak peduli dengan serangan Rama kepadanya. “Sorry, Ram.”

“Regan!” seru Pak Rudi di tengah tawa anak muridnya.

Regan menampakkan deretan giginya sambil mengacungkan jempol, tanpa dosa . Bola yang dilempar oleh Rama tadi berhasil mencetak poin. Di saat Regan menguasai bola , mata elangnya saling menyorot dengan Rama, sampai Regan berhasil mengecoh Rama. Dengan gesitnya, Regan melempar bola tersebut dan ... Goal!

“Regan!!! Hu!!! I love you!” teriak Evi dengan hebohnya.

Regan berlari sambil merentangkan tangannya, lalu melakukan kiss bye kepada teman-temannya. Evi bangkit dan meraih tanda love khayalan yang terbang dari Regan lalu memakannya kemudian tergeletak ke bahu Ana.

“Regantengku, i love you.”

“Ish! Apa-apaan sih Vi, jadi orang lebaynya setinggi gunung everest!” ujar Ana sambil mendorong tubuh Evi.

“Karena cintaku untuk Regan setinggi gunung everest,” ujar Evi yang benar-benar tergila-gila oleh sosok Regan.

Pertandingan ini terus berlanjut, tim Rama harus menerima kekalahan dari tim Regan. Begitu juga tim Gema yang kalah dengan peraihan skor beda tipis dari tim Regan, yaitu 20-19. Hanya tertinggal satu skor sebelum akhirnya Pak Rudi meniupkan peluit tanda berakhirnya pertandingan.

Untuk sekarang, Pak Rudi menggerakkan siswa perempuan untuk melakukan hompimpa siapa yang akan bertanding lebih awal. Ternyata yang akan bertanding, tim Ana dan tim Evi. Entah apa yang merasuki Regan, saat matanya beradu pandang dengan Ana refleks salah satunya berkedip. Tapi tetap saja, Ana melawan kenyataan seolah-olah kedipan itu tidak memberikan reaksi apa pun pada hatinya.

Kedua tim tengah bersiap di lingkaran tengah lapang. Kedua perempuan berkepribadian hampir seirama tengah memasang kuda-kuda dengan sorot mata yang menusuk satu sama lain. Evi Gracia, sekilas menatap ke arah Regan dan membuat ia menjadi gagal fokus, toh, Regan malah menarik kaus olahraganya ke atas membiarkan otot perutnya dibelai angin. Akibatnya, saat Pak Rudi meniup peluit, dengan tangkas Ana melompat meraih bola tersebut dan menyenggol Evi sampai terjatuh. Sontak, para penonton tertawa sambil meneriaki Evi dengan nada menjatuhkan.

“Ya Tuhan, kenapa Kau ciptakan adegan seperti ini di waktu yang salah,” gumamnya, sedikit meringis, tapi segera ia tepis.

Tim Ana jauh lebih kompak, tapi lemparannya untuk memasukan bola ke dalam ring sangat lemah. Sementara di tim Evi, hanya ketuanya yang semangat dan sesekali menampakkan ekspresi unik kelebay-lebayan. Di saat Evi menguasai bola dan berlari cepat ke ring lawan, kini Ana yang dibuat gagal fokus oleh Regan. Ana mematung, melihat tatapan menawan nan mematikan dari Regan tertuju kepadanya. Dalam hati, Ana ingin sekali saat ini berlari ke laki-laki itu, tapi gengsi malah semakin menguasai.

“Tampan nan menawan.” Detik berikutnya, Ana menumpas gumamannya. “Ya iyalah, orang dia playboy.”

Baru saja Ana hendak berlari mengejar bola, Pak Rudi telah meniup peluit. Bukan berakhir, tapi teman sebangkunya itu berhasil mencetak gol. Ana menatap sebal dan merutuki dirinya, karena dengan pesona laki-laki menyebalkan itu konsentrasinya runtuh.

Evi joget kegirangan, berlari dan bergaya seperti Regan. Merentangkan tangannya dan menyambut tangan teman-teman sekelasnya. Tidak lupa, ia memberikan kiss kepada Regan yang disambut hujatan dari teman-temannya.

“Kayaknya si Evi cinta mati sama lo, Gan!” celetuk Gema.

“Buat lo aja,” jawabnya, tanpa mengindahkan tatapan elangnya.

Semenjak itu, sampai berakhirnya pertandingan tim Ana harus mengakui kekalahan. Kendati, tim Evi tidak terlalu kompak tetapi berhasil mempertahankan kedudukannya sebagai juara. Kini saatnya tim Ninda bermain.

Kedua tim tengah bersiap di lapangan dengan memasang kuda-kuda dan saling menyilangkan tangan untuk menahan lawan. Begitu peluit ditiup, bola basket melambung tinggi di atas kepala Ninda dan Evi. Cekatan, keduanya melompat untuk meraihnya. Evi, berhasil memukul bola tersebut ke wilayah Ninda. Namun, tim Ninda lebih gesit dari timnya, sehingga berhasil dikuasai.

Tim Ninda memimpin bola, yang awalnya tim Evi enggak terlalu kompak, tapi, sekarang malah lebih kompak—tepatnya kedua tim sama-sama kompak. Dina—teman sebangku Ninda melempar ke temannya yang berada di samping kanan. Ninda yang berada dipenjuru sebelah kiri berhasil mengecoh penghalang dan meminta bola kepada temannya. Saat bola terlempar ke arah Ninda, tanpa jeda apa pun, ia langsung mengarahkan bola ke ring dan … goal!

Regan yang tengah terduduk di pinggir lapang, masih dengan tatapan menawan tapi mematikan, bertepuk tangan dan mengedipkan matanya di saat Ninda tanpa sengaja melihat ke arahnya. Untuk kesekian kalinya, tingkah Ninda bertolak belakang dengan hatinya. Di dalam, semuanya terasa hancur karena tatapan itu, tetapi, di luar ia terlihat tenang seolah pesona yang dipaparkan Regan bukanlah bisa yang dapat merenggut kehidupannya.

Di detik-detik terakhir pertandingan, bola kembali dikuasai oleh tim Ninda. Regan berdiri menyisir garis pinggir lapangan menuju wilayah tim Evi. Kedua temannya, turut mengekori.

Ninda kembali melakukan hal yang sama dengan sebelumnya. Ia berlari ke tengah dan menyambut bola yang terarah kepadanya, tanpa renggang waktu Ninda melempar bola itu ke ring lawan dan goal kembali dicetaknya bersamaan dengan peluit tanda berakhirnya pertandingan.

Regan berlari ke lapang turut berjoget bersama tim Ninda, begitu juga kedua temannya. Dengan jailnya, ia mencubit kedua belah pipi Ninda dengan gemas. Yang dicubit meringis kesakitan, dan dengan garangnya Ninda memukul Regan sampai mengaduh kesakitan dibuatnya.

Di sisi lain, Ana memalingkan wajahnya. Tidak seperti biasanya, di saat Regan menjaili Ninda biasanya ia turut menggodanya. Tapi, sekarang tingkahnya menuruti apa yang tengah dirasakannya. Kenapa? Entahlah, mungkin Ana tidak sadar melakukan hal itu.

O0 O

Regan memasuki kelas sambil membuka kaus olahraganya, kemudian duduk di kursi guru. Saat tubuhnya mendarat di kursi, pandangannya tidak lepas dari Ninda yang tengah sibuk dengan kipas plastiknya. Yang di pandang memalingkan wajahnya tidak peduli dengan Regan yang menatapnya.

Ninda masih kesal terhadap Regan, bukan hanya karena ulahnya saat olahraga tadi. Namun, semua ulah Regan yang diarahkan kepadanya. Cukup sudah ia diperlakukan seperti ini selama hampir tiga tahun. Dengan malas, tapi hatinya memanas, Ninda menatap ke arah Regan.

“Gue ingin lo jangan deketin gue lagi, gue gak suka!” ucapnya, dingin.

“Kenapa? Lo takut jatuh cinta sama gue? Bukannya bagus kalo gitu, akhirnya perasaan gue terbalaskan.”

Ninda berdecih. “Perasaan apaan, yang ada gue tambah benci sama lo!”

“Tambah benci, tambah cinta dong.” Regan masih terus menggoda Ninda yang masih menatapnya.

“Kedaluwarsa!”

Detik berikutnya, Rama dan Gema datang sambil melempar botol air mineral ke arah Regan. Tepat ketika tangannya menangkap botol tersebut, Regan menoleh ke arah mereka, sampai ia terkekeh melihat ekspresi yang ditonjolkan oleh Rama.

Sorry ya Ram, habisnya lo berani-beraninya main lompat di hadapan gue.” Regan terkekeh mengenai yang dilakukannya tadi.

“Lo parah banget, Gan!” Rama meneguk air mineralnya.

Gema terkekeh melihat rona malu yang masih menempel di wajah Rama. “Tenang aja Ram, gak kelihatan jelas kok. Hanya saja CD lo warna biru, kan? ”

Rama menjitak kepala Gema. “Anjir! Lo parah Gan, kalo lo bukan teman gue mungkin gue udah nyerang lo.”

“Iya gue minta maaf. Oh, iya gue pastikan besok atau lusa nanti, gue bakal menangin Ana atau Ninda.” Regan meneguk air mineralnya, dengan tatapan kembali ia arahkan kepada Ninda.

“Kenapa enggak sama Bebi?” tanya Gema yang tengah duduk di meja guru.

“Dia bukan tipe gue,” jawab Regan yakin tidak yakin.

“Oke, jangan lupa, lo harus buat IG hubungan kalian, follow akun gue, kalo perlu seGHS.” Rama menyimpan botol mineralnya di meja guru.

Regan menyunggingkan senyum, kemudian beranjak menuju bangku Ninda. Tanpa aba-aba ia telah duduk di sampingnya. Namun, gadis itu tidak menghiraukan kehadirannya, ia terus saja fokus dengan pikiran dan tangannya yang mengipas.

“Dari tadi, lo belum minum, nih minum dulu.” Regan menyodorkan air mineral miliknya.

“Sejak kapan lo perhatian sama gue?” tanya Ninda masih tidak acuh dengan Regan.

“Sejak gue gombalin lo di lapang, tadi.” Regan menatap lekat ke arah Ninda.

Ninda masih bergeming tidak peduli dengan ucapan Regan.

“Asal, elo tau apa yang gue bicarakan saat di lapangan itu , bukan gombalan biasa, tapi itu tulus dari hati gue yang paling dalam.”

Tanpa menoleh dan menggubris ucapan Regan, Ninda beranjak dari bangkunya menuju kantin. Hatinya berteriak histeris mendengar ucapan Regan baru saja. Entah itu suka atau mungkin derita, ia tidak tahu. Yang jelas hatinya benar-benar histeris, bahkan pikirannya seketika memutar kejadian di lapang tadi.

“Bodo amat!”

Ninda, gue akan buktikan bahwa apa yang gue ucapkan tadi benar-benar tulus buat lo. Gue akan buat lo terpaku mendengar ketulusan gue. Ingat itu. Gue yakin, lo adalah garis finish da ri game menakjubkan ini.

O0O


How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Akhir yang Kau Berikan
486      336     1     
Short Story
\"Membaca Novel membuatku dapat mengekspresikan diriku, namun aku selalu diganggu oleh dia\" begitulah gumam Arum ketika sedang asyik membaca. Arum hanya ingin mendapatkan ketenangan dirinya dari gangguan teman sekelasnya yang selalu mengganggu ia. Seiring berjalan dengan waktu Arum sudah terbiasa dengan kejadian itu, dan Laki Laki yang mengganggu ini mulai tertarik apa yang diminati oleh Arum...
Secret Elegi
3911      1117     1     
Fan Fiction
Mereka tidak pernah menginginkan ikatan itu, namun kesepakatan diantar dua keluarga membuat keduanya mau tidak mau harus menjalaninya. Aiden berpikir mungkin perjodohan ini merupakan kesempatan kedua baginya untuk memperbaiki kesalahan di masa lalu. Menggunakan identitasnya sebagai tunangan untuk memperbaiki kembali hubungan mereka yang sempat hancur. Tapi Eun Ji bukanlah gadis 5 tahun yang l...
Oh My Heartbeat!
343      235     1     
Romance
Tentang seseorang yang baru saja merasakan cinta di umur 19 tahun.
Aku Bilang, Aku Cinta Dia!
499      331     1     
Short Story
Aku cinta dia sebagaimana apa yang telah aku lakukan untuknya selama ini. Tapi siapa sangka? Itu bukanlah cinta yang sebenarnya.
Unending Love (End)
15210      2095     9     
Fantasy
Berawal dari hutang-hutang ayahnya, Elena Taylor dipaksa bekerja sebagai wanita penghibur. Disanalah ia bertemua makhluk buas yang seharusnya ada sebagai fantasi semata. Tanpa disangka makhluk buas itu menyelematkan Elena dari tempat terkutuk. Ia hanya melepaskan Elena kemudian ia tangkap kembali agar masuk dalam kehidupan makhluk buas tersebut. Lalu bagaimana kehidupan Elena di dalam dunia tanpa...
Love and Pain
548      321     0     
Short Story
Ketika hanya sebuah perasaan percaya diri yang terlalu berlebih, Kirana hampir saja membuat dirinya tersakiti. Namun nasib baik masih berpihak padanya ketika dirinya masih dapat menahan dirinya untuk tidak berharap lebih.
Secret Room
423      308     4     
Short Story
Siapa yang gak risik kalau kamu selalu diikutin sama orang asing? Pasti risihkan. Bagaimana kalau kamu menemukan sebuah ruang rahasia dan didalam ruang itu ada buku yang berisi tentang orang asing itu?
SIBLINGS
6528      1152     8     
Humor
Grisel dan Zeera adalah dua kakak beradik yang mempunyai kepribadian yang berbeda. Hingga saat Grisel menginjak SMA yang sama dengan Kakaknya. Mereka sepakat untuk berpura-pura tidak kenal satu sama lain. Apa alasan dari keputusan mereka tersebut?
Dear Groom
458      324     5     
Short Story
\"Kadang aku berpikir ingin seperti dulu. Saat kecil, melambaikan tangan adalah hal yang aku sukai. Sambil tertawa aku melambaikan tangan pada pesawat yang lewat. Tapi sekarang, bukan seperti ini yang aku sukai. Melambaikan tangan dengan senyuman terpaksa padanya bersama orang lain.\"
Fix You
646      391     2     
Romance
Sejak hari itu, dunia mulai berbalik memunggungi Rena. Kerja kerasnya kandas, kepercayaan dirinya hilang. Yang Rena inginkan hanya menepi dan menjauh, memperbaiki diri jika memang masih bisa ia lakukan. Hingga akhirnya Rena bersua dengan suara itu. Suara asing yang sialnya mampu mengumpulkan keping demi keping harapannya. Namun akankah suara itu benar-benar bisa menyembuhkan Rena? Atau jus...