“REGAN!!!”
Teriakan itu berhasil membuat cowok
yang terlelap di meja belakang terbangun dari tidurnya. Dengan mata yang masih
terasa berat, ia mengangkat kepalanya menghadap ke arah laki-laki yang sudah berkacak pinggang.
“Apa Pak?” ujar Regan, malas.
“Apa kamu yang memoles kursi ini
dengan lem?” tanya Pak Jaya, guru pelajaran matematika sekaligus wali kelas XII IPS 1.
Regan menguap. “Iya Pak, sama
kursinya Mak Lampir dan mejanya Miss Poles.”
Perempuan yang duduk di bangku
depan—tepatnya berhadapan langsung dengan meja guru—membeliakkan kedua matanya.
Refleks, ia berdiri,
dan kursi yang tengah didudukinya sedikit terangkat lalu terlepas meninggalkan
noda di roknya. Sedangkan perempuan yang duduk di bangku sampingnya dengan
cepat menarik buku paketnya dan ... brek!
Jilid bukunya sobek.
Melihat hal itu seisi kelas tertawa
puas terhadap dua perempuan hits di kelas
IPS 1 ini. Ninda, si Mak Lampir merupakan
ketua kelas XII IPS 1 paling cerewet dan galak dibandingkan perempuan lainnya. Sedangkan
Ana, si Miss Poles cewek pemilik ucapan
pedas, yang ke mana-mana selalu membawa body
lotion juga cermin mini,
dan dia juga seorang sekretaris kelas IPS ini.
“Kenapa kamu lakukan ini?!” tanya Pak
Jaya masih dengan suara keras.
“Tadi pagi ketika saya tiba di kelas, saya melihat tikus di kursi Bapak,
lalu melompat ke kursi Mak Lampir, dan manjat meja Miss Poles,” jelas Regan
masih menampakkan wajah polosnya.
Lagi-lagi seisi kelas tertawa—kecuali
Ninda dan Ana—menyaksikan percakapan antara pak Jaya dengan murid yang terkenal akan sikapnya
yang sangat berantakan.
“Terus sekarang mana tikusnya?!”
tanya Pak Jaya, menatap penuh ke arah Regan.
“Minder, lihat Bapak ganteng banget,”
celetuknya, berhasil menciptakan kembali tawa puas dari teman-temannya.
Pak Jaya memalingkan wajahnya
sekilas. “Sekarang kamu ikut bapak ke lapangan. Kamu juga ikut,” ujar Pak Jaya
sambil menatap Ninda setelah menatap Regan.
Regan dan Ninda beranjak dari
bangkunya membuntuti Pak Jaya, atau sering di sebut ‘Bapak ganteng kuadrat’
oleh anak murid perempuannya.
“Reganjing!” sahut Ana ketika Regan
melintas di hadapannya.
“Anabel cantik, gue cinta sama lo!”
balas Regan sambil mengedipkan salah satu matanya.
“Reganajis!” Ana melotot ke arah
Regan yang terus mengembangkan senyum kepadanya.
Regan mempercepat langkahnya
mengimbangi Ninda. Melihat hal itu, Ninda mendelik horor ke arahnya. Ninda
sangat benci kepada Regan, selain jailnya kebangetan dia juga playboy. Ninda akui, sebelum mengetahui
sikap asli Regan, ia sangat menyukainya mungkin juga mencintainya. Namun,
setelah fakta besar terlukis dari sikapnya Ninda menarik kata-kata tersebut.
“Kamu cerewet tapi gue suka. Mau gak
kita jadian terus kapelan?” Level ke-playboy-an Regan sudah berada di tingkat atas. Kalau kalian tahu, mengucapkan
kata tersebut sudah seperti kebiasaannya. Lancar jaya.
“Tapi gue benci sama lo!” ketus Ninda.
“Kalo gitu, gue berhasil dong,” kata
Regan tanpa menatap ke arah Ninda.
Ninda menghentikan langkahnya, lalu
menoleh ke arah Regan yang malah
tebar pesona kepadanya.
“Lo budek ya? Gue ini benci bukan
cinta, bego!” Sorot mata Ninda menajam, tapi Regan terkekeh melihatnya.
“Kamu juga lucu,” celetuk Regan.
“Makasih!” ketus Ninda.
Ninda melanjutkan langkahnya
mengikuti Pak Jaya yang telah menjauh. Sedangkan Regan, masih berdiam diri di
tempat, dengan mata mengekori tubuh Ninda.
“Tapi, bukankah cinta itu berawal
dari benci?” seru Regan, kembali melangkah mengekori Ninda.
Ninda memutar tubuhnya, kembali
menatap Regan. “Basi! Dan bodo amat!” Kaki Ninda kembali melangkah menjauhi
temannya yang sudah tidak waras itu.
Akhirnya mereka sampai di lapang
utama. Dengan sorot mata tajam, Pak Jaya menunjuk Regan untuk berdiri di
hadapan tiang bendera. Sedangkan Ninda, di suruh mengawasi teman sekelasnnya
itu di bawah pohon rindang, yang tumbuh di setiap sisi lapang utama ini.
“Kamu berdiri di sini sambil hormat
sampai jam pelajaran saya habis!” kata Pak Jaya, kemudian berjalan menuju Ninda
yang tengah memakaikan topi di kepalanya. “Awasi dia, kalo kabur laporin saja
ke bapak, atau ke BK,” sambung Pak Jaya.
“Iya Pak,” jawab Ninda sambil
menundukkan kepalanya, sopan.
Setelah Pak Jaya berlalu dari lapang
utama, Regan menatap Ninda yang tengah menyunggingkan senyum puas kepadanya.
Regan membalas senyumnya dengan senyuman manis, yang langsung ditanggapi dengan
gidikkan bahu, jijik.
“REGANINDASTA! REGAN NINDA SEMOGA
TETAP ABADI!” teriak Regan membuat orang-orang yang berada di sekitar lapang,
baik di lantai dasar maupun lantai dua, atau yang lalu lalang dipinggir lapang
menoleh kepadanya.
Ninda terbelalak, tidak percaya dengan apa
yang diucapkan Regan barusan. Detik berikutnya ia mengedikkan bahunya lagi.
“Amit-amit!”
Sudah dapat dipastikan. Ketika ada
perempuan lewat di hadapan Regan, kata-kata playboy-nya
pasti kembali keluar. Dan benar saja, ketika adik kelas melewatinya, Regan
langsung beraksi.
“Halo cantik, i love you,” ujar Regan tanpa rasa malu.
Pipi perempuan itu bersemu merah ketika
mendapatkan ucapan itu dari kakak kelasnya. Karena malu, perempuan itu
mempercepat langkahnya.
Melihat aksi itu Ninda memutar bola
matanya jijik. Sekarang Ninda menangkap sosok berhijab yang juga akan melewati
Regan. Apakah Regan akan menggodanya meskipun perempuan itu berhijab? Kita
tunggu saja.
“Assalamualaikum ukhti? Ana uhibukifillah, ukhti.”
Perempuan berhijab itu tersipu malu, akibatnya buku yang di genggam menjadi
perisai wajahnya.
Sekarang fiks! Ke-playboy-an seorang Regan Megantara tidak
kenal siapa pun dan di mana pun. Di mana ada perempuan lewat, cekatan
ucapan-ucapan manisnya terlontar. Namun, ketika pikiran jahatnya mengendap di
otaknya siapa saja bisa jadi korban. Contohnya, Ninda dan Ana.
“Gila lo Gan!” seru Ninda.
“Kenapa, Sayang? Lo cemburu?” balas Regan, menatap penuh ke arahnya.
Ninda segera menaikkan bibirnya tidak
terima bahwa dirinya cemburu. Kedua tangannya bersedekap di depan dada, sangat
muak melihat Regan yang terus menggodanya. Mungkin sikap playboy
Regan sudah mendarah daging, dan mungkin untuk mengubah sikapnya yang ambyar itu
harus ada tumbal untuknya.
Regan menatap jam tangannya. “Ninda,
bentar lagi masa hukuman gue habis, mau gak lo nganter gue ke kantin?”
“Ogah!” balas Ninda cepat.
“Gue traktir kok, lo mau ususnya Bi
Dara? Gue beliin deh,” kata Regan sambil mengedipkan salah satu matanya.
Ninda menatap ganas ke arah Regan.
“Lo pikir gue kuyang! Makan usus Bi Dara! Lagian sebelum usus Bi Dara yang gue
makan, usus lo dulu yang gue makan biar lo mampus!” ujar Ninda.
“Dasar Mak Lampir!”
“Apa lo bilang?” sembur Ninda.
“Enggak Ninda, lo mah yang gue sayang. I love you, REGANINDASTA!!!”
Mendengar itu lagi Ninda langsung beranjak dari
tempatnya. Selain masa hukuman Regan telah berakhir, Ninda tidak mau jadi pusat
perhatian banyak orang di sini. Melihat Ninda pergi, Regan segera berlari
mengejarnya.
“Lo gak mau bilang terima kasih sama
gue?” seru Regan saat jaraknya sudah dekat dengan Ninda.
“Enggak! Buat apa gue terima kasih
sama lo,” balas Ninda tanpa menoleh ke arah Regan sedikit pun.
“Ya, kan lo gak usah pusing-pusing
menghitung rumus dari Bapak ganteng kuadrat,” jelas Regan yang kini langkahnya
tengah sejajar dengan Ninda.
“Justru karena lo di hukum, gue gak
bisa nikmatin wajah Pak Jaya yang gantengnya setimpal oppa-oppa di sana.” Ninda terus berjalan tak menghiraukan Regan
yang berada di sampingnya.
“Lo gila ya? Pak Jaya itu udah tua,
nih gue masih muda. Ganteng kaya siapa yang member ekso itu, hm, si Sehun!” celoteh Regan tanpa henti.
Kini Ninda menghentikan langkahnya, menghadap
ke arah Regan yang juga ikut berhenti di sampingnya. Sorot matanya sudah menajam, jika dia harimau mungkin
dalam hitungan detik cowok playboy
ini akan diterkam habis olehnya.
“Meskipun tua dia jomblo, lah e'lo pacarnya dari Sabang
sampai Merauke. Dan lo harus
tahu, Pak Jaya itu enggak playboy kayak lo!” Ninda kembali
berjalan. Hari ini merupakan hari paling menyebalkan bagi Ninda. Ia harus
berhadapan dengan spesies makhluk seperti Regan Megantara.
Mereka berdua telah memasuki ruang
kelas kembali, sebelum duduk di kursinya Regan berhenti di depan Ana. Perempuan
yang memprioritaskan
cermin dan lotion sebagai pendamping
setianya.
“Halo An?”
Ana memutar bola matanya malas
melihat Regan yang tiba-tiba mengendap di bangkunya. “Apa?!”
“Gue punya pertanyaan sama lo. Yang
bikin lo baper apa?” tanya Regan.
“Ninda, lo mau-mau aja sih di suruh
jaga ni orang saat di hukum. Kalo gue, ogah deh!” kata Ana.
“Ya mau gimana lagi, di suruh cogan kayak Pak Jaya gue gak bisa
nolak,” jawab Ninda sambil tersenyum. “Sekarang gue serahin dia ke e'lo, gue
udah gak kuat denger dia ngomong. Gue nyerah!” sambung Ninda.
“An, jawab dong. Jangan dengerin Mak
Lampir, masa depan lo kan di sini.” Karena merasa tidak di anggap Regan kembali
berceloteh.
Ana menatap penuh ke arah Regan.
“Yang ngebuat gue baper adalah sekarang lo tidur, jangan ganggu gue!”
Regan berpikir sejenak. “Bisa jadi,
tapi jawaban utamanya bukan itu.”
“Apa?”
Regan menyuruh semua teman-temannya
untuk fokus. Setelah itu, Regan menghirup udara cukup panjang lalu ia tahan.
Dan ....
“An
i love you.” Akhirnya Regan menghela napas perlahan beriringan dengan
pengucapannya.
Seisi kelas bertepuk tangan sambil
tertawa melihat ulah Regan yang sedang berada di mode playboy bukan bad boy.
Sedangkan Ana dan Ninda menggelengkan kepalanya sambil mengedikkan bahunya
berkali-kali.
“Amit-amit. Sampai kapan pun gue gak
mau jadi pacar lo!” tegas Ana.
Evi—teman sebangku Ana—yang sedari tadi bergeming, terhipnotis oleh pesona
Regan, dua bola matanya seketika berbinar dan bibir merah mudanya mulai
beraksi.
“Tapi, aku mau kok Gan. Kamu Regantengku yang teruncehhh,” ujar Evi, lebay.
“Makasih Evi, tapi sorry gue juga pilih-pilih.” Regan
berlalu dari hadapan Ana dan Evi.
“Mampus!” Ana tertawa puas melihat
penolakan Regan yang terdengar lembut, tapi menyakitkan.
Perempuan
dengan rambut bergelombang itu mengerucutkan bibirnya, kala ucapan halus tapi
menusuk dari mulut Regan menyerang batinnya. Ini merupakan yang kesekian
kalinya Regan berbicara dengan nada seperti itu. Namun, bukan Evi jika dengan
ucapan seperti itu menyerah begitu saja.
O0O