Loading...
Logo TinLit
Read Story - SORRY
MENU
About Us  

POV ALUNA

“Kok pink?” tanyaku saat Kale memakaikan helm bogo pink ke kepalaku. “Yang merah biasa mana punya gue?”

“Ada di rumah.”

Aku memberengut. Setiap hari Kale membawa helm merah itu ke sekolah khusus dipakai olehku, tapi kenapa sekarang dia tidak membawanya? Apa karena dia pikir aku tidak akan masuk sekolah lagi? Atau dia berniat untuk mengajak cewek lain selain aku?

Seolah dia bisa membaca pikiranku, dia berkata, “Tadinya gue mau ngajak Venya jalan.” Aku mengerjap, menunggu kelanjutannya. “Tapi kayaknya jalan sama lo itu udah takdir gue deh.” Dia mengeluarkan motor dari parkiran, sedangkan aku malah tersipu dibuatnya. “Udah, senyumnya jangan diabisin. Simpen buat nanti.”

Senyumanku itu berganti dengan wajah datar.

“Ya jangan sedatar itu juga, sih.” Kale menggaruk kepalanya. Mungkin dia geregetan melihat sikapku ini. Dia membenarkan jaketnya. “Jaket lo mana?”

Aku menggeleng. “Ya gue enggak bawalah, Le. Kan lo dadakan gini.”

“Ya bukan salah gue dong. Lo yang ngapain mendadak mau ikut gue?”

“Iya juga, sih. Tapi kan sekarang gue cewek lo, ya gue harus tahulah lo kaburnya ke mana.”

Kale berdecak sambil menggeleng. “Tanggungan gue nambah,” gerutuhnya yang lagi-lagi membuatku memberengut. “Ya udah. Buruan naik!”

Aku menuruti perintahnya. Senyumku terulas lagi. Rasa bahagiaku meletup-letup dalam dada. Semoga jantungku bisa bekerja sama hari ini.

“Ng... Le, gue boleh pegangan lo, kan?” Aku ragu kali ini karena memang biasanya aku tak melakukannya.

“Meluk gue juga boleh, Na.”

Okay.” Tanpa ragu lagi, aku segera melompat mendekapnya dari belakang.

“Weits, ganas amat, Mbak!”

“Jalan aja udah. Keburu Bu Susi ngelihat kita.” Aku menyandarkan kepala di balik punggungnya.

Kale tertawa. Mungkin dia membayangkan Bu Susi bertubuh gempal itu mengomeli kami. Guru Bimbingan Konseling tersebut memang suka mengitari area sekolah sebelum dan sesudah bel masuk, mengecek kalau-kalau ada siswa yang terlambat ataupun malah cabut sebelum jam pelajaran dimulai. 

Sekarang SMA Extraordinary belum begitu ramai. Jam masuk sekolah pun masih lama, pukul 07.30. Jadi tidak ketahuan kalau ada dua siswa yang kabur dari sekolah. Tetapi, tetap saja kami kabur lewat jalan pintas tadi; pintu besi belakang toilet cewek. Pintu tersebut sudah karatan dan ditutupi pepohonan, tentu saja gemboknya sudah lama berhasil dibongkar oleh Kale.

“Kita mau ke mana, Le?” tanyaku sewaktu sudah meninggalkan area sekolah.

“Ke mana aja. Yang penting jangan di area sekolah. Gue suntuk banget, Na.” 

Sepanjang perjalanan, yang kulakukan hanyalah bersandar di punggung Kale. Hangat. Umm, apa ini juga dirasakan oleh pasangan lain? Kuharap nanti hati Kale benar-benar bisa menerimaku utuh. 

“Na,” Kale mengelus punggung telapak tanganku, “lo kenapa, sih? Kan gue udah terima lo. Terus apa lagi? Ada yang lo sembunyiin dari gue, ya? Cerita dong, Na. Kalo ada masalah, bilang ke gue. Entar gue bantu biar lo lega.”

“Hah? Masalah? Siapa bilang?” Aku tertawa garing. Rasanya? Aneh. Ya mungkin karena ini misi-misi yang kubuat itu dan pikiran negatif tentang masa depan. Tetapi tidak ada yang tahu kan dengan apa yang akan terjadi nanti. Jangan sampai juga jadi kenyataan sih yang kubayangkan itu. “Enggak ada. Gue enggak apa-apa, kok. Tapi lo tetep harus bantu gue, Le.”

Kale menghela napas. “Ya udah. Iya.”

“Tapi gue enggak bilang apa yang harus lo bantu.”

“Lho, kok gitu?”

Go with the flow aja. Karena gue enggak mau itu jadi beban buat lo.”

“Iya deh. Terserah lo.”

“Eh, tapi... makasih ya udah lo udah nerima gue, Le.”

“Sama-sama.” 

Selanjutnya tidak ada sahutan lagi dari kami. Entah apa yang ada di pikirannya. Tetapi, pikiran dan hatiku sekarang sedang menyatu. Keduanya kompak membuat bunga-bunga berkembang di perutku, seakan menyusun partikel baru dan sehat untukku. Lalu, ribuan kupu-kupu mengelilingi mereka. Indah.

“Le, bisa berhenti enggak?” pintaku ketika merasakan perutku kembali lapar. Kali ini bukan gara-gara bunga. Tetapi, udara pagi mulai bercampur dengan polusi kendaraan membuat rasa tidak nyaman padaku.

“Kenapa?”

“Emangnya lo enggak laper? Nyari makanan, yuk! Apa gitu. Ng..., tapi gue lagi pengen es duren, Le.”

“Lo bukannya udah makan ya tadi?”

“Ya gimana dong? Gue laper lagi. Lagian juga lo belum sarapan, kan?”

“Ng..., iya, sih. Tadi ketunda gara-gara Nyokap nelpon.”

Aku menepuk pundak Kale dengan semangat. “Nah, ya udah. Ayo!”

Motor pun melaju ke arah Sudirman. Sambil menikmati tatanan kota Jakarta dengan penampilan baru, Kale bertanya, “Jangan bilang kalo ini salah satu dari permintaan lo?”

“Emang kalo makan es duren apa salahnya?”

Terdengar decakan dari Kale, membuatku tersenyum geli. “Ya enggak salah sih, tapi ini masih pagi lho! Jangan minum es, ah.”

Mendengar responsnya itu, kutarik jauh kedua tanganku dari pinggang Kale, berpura-pura marah. Tapi, Kale segera menariknya lagi sambil berkata, “Eh, iya, iya, iya. Kita cari depan stasiun Sudirman aja, ya.”

Okay!” Pipiku menghangat. Senangnya bukan kepalang meski aku tidak yakin bisa membujuk Kale agak menerima suapan es duren dariku. Senyumku terus mengembang lebar di wajah. Ya setidaknya aku bisa memberi satu penghargaan bagi diriku sendiri atas dua keberhasilan yang kuraih hari ini.

***

“Bubur ayam dua porsi, Bang,” kata Kale pada tukang bubur. “Yang satu enggak pake kerupuk, yang satu lagi enggak pake kecap. Kuahnya banyakin ya, Bang.” Dia sudah hapal di luar kepala tentang menu favorit khusus bubur ayam. Aku tak perlu khawatir. Sementara itu, aku sibuk mengaduk-aduk isi tasku. “Nyari apaan sih, Na?”

“BH gue! Duh, di mana sih? Semalem gue taro di sini. Tapi kok enggak ada, ya?”

“Lo bukannya pake beha, Na?”

Aku mendelik tajam. “Sialan lo, Le!” Segera kupukul lengan Kale menggunakan tempat pensil. “Bukan itu maksud gue! Mesum amat.”

“Ya maaf.” Kale mengaduh pelan sambil mengusap lengannya.     

“Buku harian gue, Le, yang enggak ada.”

Kale berpindah posisi duduk ke sebelahku. “Oh, itu. Gue kira apaan. Lagian lo juga ngomongnya frontal gitu.” Dielusnya punggungku. “Mungkin ketinggalan di rumah or jatuh di mana gitu. Kalo hilang juga gue bakal beliin buat lo.”

Mataku pun kini sudah berkaca-kaca. “Enggak bisa, Le. Ini menyangkut hidup dan mati gue.”

“Eh, jangan ngomong sembarangan ah!” Decakan kecil lolos dari mulut Kale. “Lo aneh tahu, Na. Apa jangan-jangan lo nyembunyiin sesuatu ya dari gue?”

“Ih, apaan sih? Lo doang kali yang ngerasa gitu.” Pandanganku mulai berlarian ke mana-mana untuk menghindari tatapan interogasi Kale. Lalu, terlintas hal yang harusnya sedari tadi kucari. “Pak, ada es duren enggak?” tanyaku pada tukang bubur. Si Tukang Bubur pun hanya melongo menatapku.

“Ya enggak ada dong, Na. Kan tukang bubur,” sahut Kale.

“Kali aja ada gitu.” Bahuku merosot.

Tak lama kemudian, terdengar suara dentingan gelas yang beradu dengan sendok. Leher panjangku langsung bergerak. Aku mencondongkan kepalanya keluar dan tiba-tiba seringai lebar di wajahnya pun mengembang. Mataku berbinar-binar.

“Jangan senyum kayak gitu. Serem tahu,” komentar Kale.

“Sayang, mau es duren enggak?” Aku merogoh kantung tas untuk mengambil dompet. Dan tanpa jawaban dari Kale, aku menghampiri penjaja es duren.

“Bang, beli esnya dua ya!” kataku setelah berhasil menghadang gerobak es.

“Satu aja, Bang!” Suara Kale membuatku menoleh ke arahnya. Dia memakaikan jaketnya padaku.

“Lho, lo enggak mau?” Aku memasang wajah polos. “Oh, gue tahu. Lo mau disuapin gue, kan? Tahu aja cara yang romantis, nih.” Aku menyikut lengan Kale. “Ya udah, Bang, satu aja.”

Kalau boleh jujur, kedua tungkai kakiku saat ini sudah gemetaran akibat perlakuan Kale barusan. Memang sih bukan pertama kali cowok itu memakaikannya jaket, tapi situasi kali ini berbeda. Berarti, aku benar-benar jatuh cinta padanya?

“Jangan bengong, Na.” Kale berdecak. “Berapa, Bang?”

“5000 aja.”

Dengar. Aku mendengar mereka bersahutan, tapi aku tiba-tiba saja tidak bisa fokus.

“Nih, Bang. Kembalinya ambil aja. Makasih, ya!”

Setelah itu, Kale menggiringku kembali ke tempat makan dengan merangkulku. “Ayo, makan! Abis itu gue anterin pulang.”

Mataku kembali fokus sewaktu melihat es duren yang ditaruh Kale di meja. Aku mengerjap. “Ih, kok pulang sih? Kan lagi cabut sekolah. Kalo pulang, entar yang ada malah pada curiga kenapa gue pulang cepet.”

Kale menyuapkan bubur ayam tanpa kecap ke mulut. “Lo perlu istirahat, Na.”

Aku menghela napas. “Lho, kenapa? Gue kan pengen di sini sama lo.” Aku menyedokkan es, lalu melayangkannya ke arah mulut Kale. “Le, mau ya, please....”

“Apaan?”

“Ini,” aku memberikan kode melalui mata.

Kale membelalakkan matanya, lalu menjauh. “Jangan aneh lagi dong, Na. Lo tahu kan kalo gue enggak suka duren.”

“Ih, cemen banget sih jadi cowok. Lagian juga ini enggak aneh, kok. Enak banget, Le! Lo harus coba. Kalo enggak, lo bakal nyesel.”

“Maksud lo apaan sih, Na? Gue enggak ngerti sama lo hari ini. Lo itu kenapa?”

“Kan tadi gue udah bilang jangan paksa gue buat cerita.”

“Ya tapi kalo gue enggak tahu, gue mana paham mau lo apaan.”

“Ya udah kalo enggak mau.” Aku memasang tampang sedih.

Kale langsung meraih lenganku yang memegang sendok plastik. “Na, kita pacaran. Bukan mainan. Lo harus jujur sama gue. Apa pun itu.” Dia menyuapkan es ke dalam mulutnya sendiri, membuatku terkejut dan kembali menatapnya.

“Enak?”

“Dikit.”

Thanks, Le.” Dengan begitu, dua misiku tuntas hari ini. Aku hanya tinggal membereskan masalah yang diakibatkannya.

“Ya udah. Habisin buburnya. Abis itu kita ke Dunkin Donut aja. Gue mau ngedit video punya Youtuber. Lo bawa yang gue minta semalem, kan?”

“Laptop? Iya bawa. Lo kira nih tas segede buku akuntasi ini isinya apaan coba?” Aku mulai memakan buburnya yang sudah tak lagi panas. “Lagian aneh banget sih, giliran banyak orderan laptop malah error.”

Yup, orderan yang dimaksudkan adalah orderan video para Youtuber maupun Selebgram. Mereka berani membayar mahal karena memang hasil editan Kale layaknya editor profesional. Terbukti banyak netizen yang memuji hasil videonya di kolom komentar.

Kale mengangkat bahu. “Biasa. Minta diganti. Entar kalo udah dapet bayaran, gue bakal beli yang baru.” []

Tags: twm23

How do you feel about this chapter?

1 3 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (39)
  • daisyyy

    Gema baik bangettt. Dia tuh greenflag gitu. Suka deh 😍😘

    Comment on chapter BUKU HARIAN UNA (BH 4)
  • daisyyy

    Harusnya kale tuh yang dateng, bukan gema πŸ₯ΊπŸ˜“

    Comment on chapter 11. SATURSAD
  • daisyyy

    Yok bisa yokk 😁😍

    Comment on chapter BUKU HARIAN UNA (BH 3)
  • daisyyy

    Cieee yang pahat hati πŸ˜… Mangat yaa πŸ’–

    Comment on chapter 10. PAHAT HATI
  • daisyyy

    Semangat, unaaa 😍 Pasti menang deh πŸ’•

    Comment on chapter 9. PERMINTAAN
  • daisyyy

    Pasti kale yang nyariin deh 😁

    Comment on chapter 8. KAKAK KELAS
  • daisyyy

    Wahhh una ngambek tuh, Lee πŸ₯ΊπŸ˜…

    Comment on chapter 7. KESAL!
  • daisyyy

    Bakal ketahuan duluan sih ini mah sama gema keknya πŸ€”

    Comment on chapter 6. BEKAL KALE
  • daisyyy

    Hayolohh una diculik sama gema πŸ˜‚

    Comment on chapter 5. PERIHAL KARA
  • daisyyy

    Kale harus tau sih pokoknya. Kasian una πŸ₯Ί

    Comment on chapter BUKU HARIAN UNA (BH 2)
Similar Tags
I'm not the main character afterall!
1340      698     0     
Fantasy
Setelah terlahir kembali ke kota Feurst, Anna sama sekali tidak memiliki ingatan kehidupannya yang lama. Dia selama ini hanya didampingi Yinni, asisten dewa. Setelah Yinni berkata Anna bukanlah tokoh utama dalam cerita novel "Fanatizing you", Anna mencoba bersenang-senang dengan hidupnya tanpa memikirkan masalah apa-apa. Masalah muncul ketika kedua tokoh utama sering sekali terlibat dengan diri...
Hello, Kapten!
1448      728     1     
Romance
Desa Yambe adalah desa terpencil di lereng Gunung Yambe yang merupakan zona merah di daerah perbatasan negara. Di Desa Yambe, Edel pada akhirnya bertemu dengan pria yang sejak lama ia incar, yang tidak lain adalah Komandan Pos Yambe, Kapten Adit. Perjuangan Edel dalam penugasan ini tidak hanya soal melindungi masyarakat dari kelompok separatis bersenjata, tetapi juga menarik hati Kapten Adit yan...
Aku Benci Hujan
7044      1857     1     
Romance
β€œSebuah novel tentang scleroderma, salah satu penyakit autoimun yang menyerang lebih banyak perempuan ketimbang laki-laki.” Penyakit yang dialami Kanaya bukan hanya mengubah fisiknya, tetapi juga hati dan pikirannya, serta pandangan orang-orang di sekitarnya. Dia dijauhi teman-temannya karena merasa jijik dan takut tertular. Dia kehilangan cinta pertamanya karena tak cantik lagi. Dia harus...
Sweet Equivalent [18+]
4631      1217     0     
Romance
When a 19 years old girl adopts a 10 years old boy Its was hard in beginning but no matter how Veronica insist that boy must be in her side cause she thought he deserve a chance for a better live Time flies and the boy turn into a man Fact about his truly indentitiy bring another confilct New path of their life change before they realize it Reading Guide This novel does not follow the rule o...
Hyeong!
185      160     1     
Fan Fiction
Seok Matthew X Sung Han Bin | Bromance/Brothership | Zerobaseone "Hyeong!" "Aku bukan hyeongmu!" "Tapiβ€”" "Seok Matthew, bisakah kau bersikap seolah tak mengenalku di sekolah? Satu lagi, berhentilah terus berada di sekitarku!" ____ Matthew tak mengerti, mengapa Hanbin bersikap seolah tak mengenalnya di sekolah, padahal mereka tinggal satu rumah. Matthew mulai berpikir, apakah H...
ETHEREAL
1784      791     1     
Fantasy
Hal yang sangat mengejutkan saat mengetahui ternyata Azaella adalah 'bagian' dari dongeng fantasi yang selama ini menemani masa kecil mereka. Karena hal itu, Azaella pun incar oleh seorang pria bermata merah yang entah dia itu manusia atau bukan. Dengan bantuan kedua sahabatnya--Jim dan Jung--Vi kabur dari istananya demi melindungi adik kesayangannya dan mencari sebuah kebenaran dibalik semua ini...
Kungfu boy
3026      1154     2     
Action
Kepalanya sudah pusing penglihatannya sudah kabur, keringat sudah bercampur dengan merahnya darah. Dirinya tetap bertahan, dia harus menyelamatkan Kamalia, seniornya di tempat kungfu sekaligus teman sekelasnya di sekolah. "Lemah !" Musuh sudah mulai menyoraki Lee sembari melipat tangannya di dada dengan sombong. Lee sudah sampai di sini, apabila dirinya tidak bisa bertahan maka, dirinya a...
Dandelion
489      314     1     
Inspirational
Masa lalu yang begitu menyakitkan, membuatnya terpuruk. Sampai pada titik balik, di mana Yunda harus berjuang sendirian demi sebuah kesuksesan. Rasa malas dan trauma dari masa lalu ditepis demi sebuah ambisi yang begitu berat. Memang, tidak ada yang bisa mengelak dari masa lalu. Namun, bisa jadi masa lalu itu merupakan cambukan telak untuk diri sendiri. Tidak masalah pernah terpuruk dan tertin...
Luka Dan Perkara Cinta Diam-Diam
7498      2511     22     
Romance
Kenangan pahit yang menimpanya sewaktu kecil membuat Daniel haus akan kasih sayang. Ia tumbuh rapuh dan terus mendambakan cinta dari orang-orang sekitar. Maka, ketika Maraβ€”sahabat perempuannyaβ€”menyatakan perasaan cinta, tanpa pikir panjang Daniel pun menerima. Sampai suatu saat, perasaan yang "salah" hadir di antara Daniel dan Mentari, adik dari sahabatnya sendiri. Keduanya pun menjalani h...
Story of April
2478      888     0     
Romance
Aku pernah merasakan rindu pada seseorang hanya dengan mendengar sebait lirik lagu. Mungkin bagi sebagian orang itu biasa. Bagi sebagian orang masa lalu itu harus dilupakan. Namun, bagi ku, hingga detik di mana aku bahagia pun, aku ingin kau tetap hadir walau hanya sebagai kenangan…