Loading...
Logo TinLit
Read Story - Campus Love Story
MENU
About Us  

Bundaku:
Jam 4 sore kita ke bandara, ya.
Abang sudah balik.
Hari ini, 08.17 AM.

Abang sipit:
Bunda pasti sudah kasih tahu.
Awas saja kalau gue sampai gak lihat batang hidung lo di bandara nanti.
Hari ini, 08.19 AM.

Gina berdecih kala membaca pesan dari abangnya. Sifat saudara yang terbilang aneh. Tak ingin diberi sayang tapi posesif tak ketulungan. Mengganggu konsentrasi mana seharusnya Gina terbawa menjadi peran utama dalam novel di depannya. Benda pipih itu lantas ditaruh dengan sedikit hentakan di atas sampul buku cokelat.

Hari Sabtu Gina memang tidak mendapat jadwal apa pun. Termasuk Sela yang dia yakin pasti tengah menikmati panggilan video bersama Delio. Sempat mencuri dengar waktu ingin ke dapur tadi. Pasangan langgeng itu akan melakukan kencan dari sore hingga malam nanti.

Kembali menaruh perhatian pada bacaan. Tepat pada paragraf kedua perhatian Gina kembali teralihkan pada ponselnya yang bergetar. Mendesah gusar sebelum benda itu di balikkan. Mendapat panggilan dengan nama kekasihnya di sana. Sekadar menekan tanda hijau tanpa niatan didekatkan pada telinga.

"Hm."

"Di indekos, kan?"

"Kenapa?" jawabnya seraya membalik lembaran bukunya.

"Gue di depan."

Sontak gerakan pupil yang membaca itu terhenti bersama dengan kepala yang berpaling menatap ponsel. Kedua alisnya menyerit. "Ngapain?"

"Turun buruan." Bahkan sebelum Gina memberi jawaban panggilan itu sudah mati lebih dulu. Gadis mendengkus. Acara maraton membaca novelnya tidak berjalan lancar hari ini.

Dengan langkah kaki yang sedikit terhentak Gina keluar dari kamar. Menuruni tangga dan menuju halaman depan demi menemui Henan yang tanpa diundang tiba-tiba datang. Lelaki itu nampak begitu santai duduk di atas motornya. Beruntung cuaca tidak panas di pagi ini.

"Ngapain?" Gina yang sudah menunjukkan diri tengah berusaha membuka kunci gerbang. Digeser kuat hingga berdiri dekat berhadapan.

Henan menatap diam. Menelaah gadis di depannya dari ujung kaki hingga kepala. Sontak kedua alisnya bergerak ke atas. "Belum mandi?"

"Hari libur. Apa itu mandi pagi?"

"Ih! Jorok. Cewek tapi kok, malas mandi," ledek Henan.

Gina merotasikan matanya malas. "Kalau gak ada yang penting pulang sana," usirnya.

"Memang gue mau pulang," jawab Henan cepat. "Gue mau ke rumah," ucapnya lagi.

Mata yang mengerjap beberapa kali sembari mencerna kalimat Henan. Baru kala Gina sadar akan tampilan lelaki itu kepalanya mengangguk singkat. "Ya, sudah. Hati-hati," katanya kemudian.

Henan melepas kekehan singkatnya. Menggigit bibir bawah sembari mencubit sebelah pipi Gina tanpa izin. Gadis itu meringis dan melepas tangan Henan dengan sedikit kuat kemusian mengusap pipinya yang merona.

"Mandi sana baru kita berangkat."

"Apaan bawa kita? Kan, lo yang mau pulang," tolak Gina.

"Bawa lo sekalian. Sana buru," titah lelaki itu sekali lagi.

"Gak bisa. Gue mau ke bandara sore nanti jemput Abang."

"Gak lama. Nanti dari rumah langsung ke bandara," sanggah Henan. "Buruan, deh. Jangan panas di jalan."

Gina berdesis. "Ya, lonya kenapa baru kabari sekarang? Mana ada kesiapan gue?"

"Gak usah siap apa-apa. Penting sudah mandi, siap berangkat, tinggal gas. Jangan lupa izin sama Nyonya atau Sela." Henan menahan diri untuk tidak jengkel dengan gadis ini. "Buruan, Sayang."

Berlagak seperti ingin muntah, Gina masih belum terbiasa dengan panggilan itu. Mendapat wajah Henan yang memelotot akan reaksinya. Berbalik masuk ke indekos dengan gerbang yang dibiarkan terbuka. Henan mengekor dan mendudukkan dirinya di kursi teras depan menunggu Gina untuk bersiap.

"Siapa, Gin?" Sela keluar dari kamar dengan tampang masker di wajah.

"Henan," jawab Gina singkat dan masuk ke kamar. Lain dengan Sela yang kini berjalan ke depan demi menghampiri lelaki maniak Shin-chan itu.

"Masih pagi sudah nangkring saja lo di sini," tegur Sela seraya berkacak pinggang di depan pintu.

Kepala Henan menoleh. "Mau pulang gue ke rumah. Sekalian bawa cewek biar gak disangka nikah bareng Shin-chan."

Sela terkekeh mendengar panutan lelaki itu. Tidak ada yang salah. Memang tabiat Henan yang saking sukanya sama karakter Jepang itu membuat orang-orang sering menggodanya dengan kalimat akan menikah dengan Shin-chan.

Sementara Henan ditemani Sela di bawah berbincang santai, Gina sibuk mempersiapan dirinya. Diajak ke rumah sang kekasih, tentu dengan sangat jelas akan bertemu dengan orang tua Henan nanti. Bisa dibayangkan bagaimana kegugupannya saat ini. Memilah pakaian yang pantas demi terlihat baik. Sedikit polesan manis dan wewangian untuk mempersegar diri. Setelah merasa puas barulah kembali turun menemui Henan.

"Cantik banget sahabat gue," celetuk Sela sedikit menggoda. "Dijaga nih, Hen. Lo gak tahu saja di fakultas banyak yang naksir dia," lanjutnya.

"Ngaur lo berlebihan," elak Gina tanpa menatap sebab sibuk memakai sepatunya. Sela tertawa kecil membalas.

“Aman sama gue. Kalau ada yang dekat tinggal giling pakai mesin penggiling semen.” Gina yang mendelik mendengar jawaban Henan sedangkan Sela tertawa penuh kepuasan.

Siap dengan keberangkatan, pamit pada Sela baru kemudian pasangan kekasih itu melambung jauh meninggalkan indekos.

Sudah sangat terbiasa bagaimana suasana mereka kala di motor berdua. Ada saja pembahasan yang keluar entah itu penting maupun tidak. Tidak sesekali juga Henan akan menggoda dan mendapat balasan tepukan kuat pada helmnya. Kebiasaan Gina yang tidak bisa lepas kala kesal dengan lelaki itu.

Tetapi peragaan romantis lebih banyak di sana. Dari Gina yang menaruh dagunya di sebelah bahu Henan dengan dua tangan yang melingkar erat pada pinggang. Satu tangan Henan yang menjadi pembungkus jemari mulus itu bergerak mengusap punggung tangan naik turun. Perasaan deja vu seperti pertama kali jalan di sore hari itu. Tapi kini lebih lengkap dengan status jelas yang melekat pada keduanya.

Perjalanan yang menghabiskan waktu hampir 1 jam mengantar pada pagar rumah berwarna cokelat muda. Pagar yang sudah terbuka dan Henan dengan mulusnya memasukkan motor pada bagasi tanpa menurunkan Gina di belakang. Baru kala mesin kendaraan itu sudah mati, gadis itu turun dengan pelan seraya menunggu Henan. Kesiapannya belum sepenuhnya sanggup.

"Sini buka." Mendengar tuntunan Henan membuat Gina melangkah maju mendekat demi membiarkan lelaki itu melepas pelindung kepalanya.

"Kenapa?"

"Gue takut," jawab Gina setengah berbisik.

"Takut kenapa? Gue gak pelihara singa. Kecuali Mama kalau sudah marah-marah baru mirip singa," ucap Henan. "Gak apa. Ada gue. Ayo."

Gina tidak bisa menutupi perasaan gugup bercampur takutnya itu. Meski Henan beberapa kali mengatakan kalau semuanya akan baik-baik saja seraya menggenggam tangannya. Berapa kali tenggorokannya menelan ludah kasar dengan detak jantung yang tidak ramah masih tetap dengan alasan yang sama belum bisa hilang.

"Henan pulang," sahutan Henan yang menggema kala keduanya masuk.

"Oh, sudah sampai?" Sosok wanita yang Gina tahu adalah Mama Henan kini berdiri di depan tak jauh dari tempatnya. "Eh, ada anak gadis. Siapa, Hen?"

"Pacar Henan," jawab lelaki itu mantap.

"Oh, ya? Mama kira kamu gak akan suka sama siapa-siapa selain kartun Jepang itu."

"Henan juga manusia kali, Ma." Wanita itu hanya tersenyum lembut seraya berjalan mendekat.

"Kamu langsung masuk sana. Kakak kamu sudah datang dari subuh tadi," suruh mamanya.

Henan mengangguk pelan dan berpaling pada Gina. "Gue tinggal sebentar. Kalau ada apa-apa langsung masuk saja, oke?" Meninggalkan jejak usapan lembut pada puncuk kepalanya kemudian berlalu pergi.

Gina bingung ingin bereaksi apa. Bahkan untuk membuka mulut berbicara pun terasa susah. Gugupnya masih melanda, terlebih kini hanya dirinya bersama Mama Henan di ruang depan.

"Nama kamu siapa?"

"G-Gina, Tante. Aryana Regina," jawabnya gugup.

Tangan wanita berumur itu mengusap bahu Gina dengan lembut. "Gak usah gugup. Anggap saja rumah sendiri," ucapnya. "Juga, gak usah panggil Tante. Mama saja, oke?" Dibalas anggukan patah-patah dari gadis muda itu.

Gina kemudian dibawa Mama Henan untuk lebih masuk ke ruang tengah. Tepatnya pada dapur yang kini ramai akan orang-orang dengan jamuan berbagai macam makanan di atas meja. Gina bisa melihat Henan yang tengah berbincang dengan seorang lelaki. Tubuh tegap dan wajah yang dewasa, mengambil mungkin itu adalah kakak dari kekasihnya.

"Eh, siapa ini? Anak tetangga barukah?"

Semua pasang mata kini beralih padanya. Menjadi lebih gugup kala Mama kini meninggalkannya berdiri mematung menuju kompor.

"Sini duduk." Untung saja Henan langsung mengerti akan perasaannya. Duduk dengan pelan dan menegak.

"Siapa, Hen?" Lelaki yang di samping Henan lantas menyahut.

"Cewek gue," jawaban yang seketika mendapat reaksi terkejut dari semuanya terkecuali Mama.

"Yang betul?"

"Tanya saja kalau gak percaya," ujar Henan.

"Lo benar pacarnya anak ini? Bukan bohongan, kan? Atau dia ada minta tolong buat lo pura-pura jadi pacar?"

Pertanyaan beruntun yang Gina dapatkan hanya bisa dibalas dengan senyum tipis penuh kecanggupan. Meremat tali tas dengan kuat pada pangkuan yang membuat Henan kembali menatapnya.

"Pelan-pelan, Kak. Dia takut, tuh," ucapnya.

"O-Oh? Sorry. Gue terlalu bersemangat kayaknya. Maaf, ya?"

Gina menggeleng sebentar. "Gak apa."

"Ih! Cewek Henan cantik banget. Pakai pelet apa?" Kini berganti pada seorang perempuan yang duduk berhadapan dengan Gina. Tengah menggendong seorang anak kecil di pangkuan seraya disuap.

"Mana ada pakai pelet. Gue naksir, dia naksir, clear," jawab Henan penuh mantap.

"Benaran bawa tamu penting rupanya. Papa kira penting yang mana, tahu-tahunya pacar." Pria yang duduk di ujung meja lantas memberikan Gina senyum keramahan.

Gina menatap mereka semua satu-persatu. Mendapat banyak jawaban dari letak sifat Henan yang kadang aneh penuh ketidakjelasan. Membuang bayangan buruk yang dibuat-buat dalam kepala. Ternyata keluarga Henan benar-benar terlihat seperti matahari penuh kehangatan.

🎗

"Lain kali main ke rumah, ya?" ucap kakak ipar Henan yang mengantar keduanya di depan pintu rumah seraya menggendong anaknya.

Gina mengangguk sembari mengelus pipi gembul anak itu. "Kalau libur semester nanti aku bakal jalan-jalan lagi kemari."

Selesai dengan acara keluarga dadakan, Henan dan Gina lantas pamit menuju bandara. Tidak melupakan janji yang harus menjemput abangnya dari negara luar. Sudah memberi tahu bundanya juga pasal dirinya yang akan berangkat sendiri.

"Ternyata Mama benaran tanam kebun bunga matahari di belakang," sahut Gina.

"Kan, hari itu sudah gue kasih tahu. Gak percaya, sih." Gina hanya cemberut kala tangan Henan sempat mencubit pipinya singkat.

Kembali berkendara di atas jalan dan Henan sedikit mempercepat laju motornya. Takut telat akan kehadiran. Ini juga sebagai bentuk dirinya yang akan memperkenalkan diri pada keluarga sang pacar. Hari ini terlihat seperti mereka janjian untuk saling memamerkan hubungan.

Beruntung sampainya mereka bertepatan dengan mobil keluarga Gina yang berhenti di depan. Gadis itu lantas dengan cepat turun dari motor Henan dan menghampiri.

"Bunda!"

"Loh? Sudah sampai juga kamu. Sama siapa?"

Gina tidak menjawab. Hanya membalikkan kepalanya menunggu Henan untuk menghampiri. Lepas berdiri berhadapan dengan wanita yang melahirkannya, lelaki itu mengangguk singkat.

"Halo, Tante. Saya Henan, pacarnya Gina."

"Heeh?!" Bukan hanya Bunda yang terlonjak kaget. Bahkan ayahnya yang baru mendekatkan diri pun ikut terkejut. Lain dengan Gina yang malah tersenyum malu-malu.

"Astaga. Jadi ini yang selalu dicerita sama aunty kamu." Beralih pada Henan, "Halo Nak, Henan. Benaran manis kamu, ya," sapa Bunda Gina. Henan tersenyum lebar membalasnya.

Mereka kemudian berbincang sembari menunggu kedatangan Abang Gina. Tidak sampai dalam waktu 20 menit, kini seorang anak lelaki tinggi keluar dari pintu utama bandara seraya menarik koper di belakang. Kacamata hitam yang terpatri di wajahnya menyombongkan aura kedewasaan yang membuat Gina berdecih menatapnya. Terlalu banyak drama seperti biasa. Walau jujur dirinya merindukan lelaki terdekatnya itu.

Berdiri di depan mereka dan saling menyapa setelah bertahun-tahun lamanya terpisah. Berpaling pada Gina kemudian yang menatapnya dengan pandangan aneh. Lebih aneh kala mendapat seorang anak pria tak dikenal berdiri di samping adiknya. Kacamata hitam yang bertengger di wajahnya lantas dilepas.

"Siapa ini?"

"Halo, Bang. Gue Henan, pacarnya Gina," sapa Henan.

Kedua alis Abang seketika menukik. "Pacar?"

"Apa? Iri karena lo jomlo?" Gina menyahut di samping.

Abang Gina diam beberapa saat menatap keduanya bergantian. Hingga tanpa sebab tiba-tiba melayangkan pukulannya mengenai rahang bawah Henan.

"Abang!? Gila, ya?!" teriak Gina seketika. Menatap kondisi Henan yang berapa kali mengucapkan tidak apa-apa.

"Hadiah lo karena gak izin buat pacari Adik gue. Sebagai peringatan juga, jangan macam-macam. Gue dapat dia nangis, muka lo gue bikin gak berbentuk lagi. Oke, bro?"

Henan tersenyum miring seraya memegang rahangnya. "Aman, Bang."

Ternyata, pertemuan keluarga Gina lebih jauh dari dugaan. Hadiahnya bukan main sakit dan pedih tapi setara dengan kepercayaan yang ditanamkan padanya.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
RUMIT
5578      1676     53     
Romance
Sebuah Novel yang menceritakan perjalanan seorang remaja bernama Azfar. Kisahnya dimulai saat bencana gempa bumi, tsunami, dan likuifaksi yang menimpa kota Palu, Sigi, dan Donggala pada 28 September 2018. Dari bencana itu, Azfar berkenalan dengan seorang relawan berparas cantik bernama Aya Sofia, yang kemudian akan menjadi sahabat baiknya. Namun, persahabatan mereka justru menimbulkan rasa baru d...
Batagor (Menu tawa hari ini)
367      231     4     
Short Story
Dodong mengajarkan pada kita semua untuk berterus terang dengan cara yang lucu.
Tentang Hati Yang Mengerti Arti Kembali
629      413     4     
Romance
Seperti kebanyakan orang Tesalonika Dahayu Ivory yakin bahwa cinta pertama tidak akan berhasil Apalagi jika cinta pertamanya adalah kakak dari sahabatnya sendiri Timotius Ravendra Dewandaru adalah cinta pertama sekaligus pematah hatinya Ndaru adalah alasan bagi Ayu untuk pergi sejauh mungkin dan mengubah arah langkahnya Namun seolah takdir sedang bermain padanya setelah sepuluh tahun berlalu A...
Peran Pengganti; Lintang Bumi
1450      680     10     
Romance
Sudah banyak cerita perjodohan di dunia ini. Ada sebagian yang akhirnya saling jatuh cinta, sebagian lagi berpisah dengan alasan tidak adanya cinta yang tumbuh di antara mereka. Begitu juga dengan Achala Annandhita, dijodohkan dengan Jibran Lintang Darmawan, seorang pria yang hanya menganggap pernikahannya sebagai peran pengganti. Dikhianati secara terang-terangan, dipaksa menandatangani su...
A - Z
2853      981     2     
Fan Fiction
Asila seorang gadis bermata coklat berjalan menyusuri lorong sekolah dengan membawa tas ransel hijau tosca dan buku di tangan nya. Tiba tiba di belokkan lorong ada yang menabraknya. "Awws. Jalan tuh pake mata dong!" ucap Asila dengan nada kesalnya masih mengambil buku buku yang dibawa nya tergeletak di lantai "Dimana mana jalan tuh jalan pakai kaki" jawab si penabrak da...
Dunia Alen
4668      1473     2     
Romance
Alena Marissa baru berusia 17 belas tahun, tapi otaknya mampu memproduksi cerita-cerita menarik yang sering membuatnya tenggelam dan berbicara sendiri. Semua orang yakin Alen gila, tapi gadis itu merasa sangat sehat secara mental. Suatu hari ia bertemu dengan Galen, pemuda misterius yang sedikit demi sedikit mengubah hidupnya. Banyak hal yang menjadi lebih baik bersama Galen, namun perlahan ba...
Photobox
5546      1396     3     
Romance
"Bulan sama Langit itu emang bersama, tapi inget masih ada bintang yang selalu ada." Sebuah jaket berwarna biru laut ditemukan oleh Langit di perpustakaan saat dia hendak belajar, dengan terpaksa karena penjaga perpustakaan yang entah hilang ke mana dan Langit takut jaket itu malah hilang, akhirnya dia mempostingnya di media sosialnya menanyakan siapa pemilik jaket itu. Jaket itu milik Bul...
Thantophobia
1313      748     2     
Romance
Semua orang tidak suka kata perpisahan. Semua orang tidak suka kata kehilangan. Apalagi kehilangan orang yang disayangi. Begitu banyak orang-orang berharga yang ditakdirkan untuk berperan dalam kehidupan Seraphine. Semakin berpengaruh orang-orang itu, semakin ia merasa takut kehilangan mereka. Keluarga, kerabat, bahkan musuh telah memberi pelajaran hidup yang berarti bagi Seraphine.
Her Glamour Heels
510      352     3     
Short Story
Apa yang akan kalian fikirkan bila mendengar kata heels dan berlian?. Pasti di khayalan kalian akan tergambar sebuah sepatu hak tinggi mewah dengan harga selangit. Itu pasti,tetapi bagiku,yang terfikirkan adalah DIA. READ THIS NOWWW!!!!
Tragedi Mawar-to
423      274     4     
Short Story
Mawarto sebut saja seperti itu. Dia terkenal sebagai playboy desa yang juga Punya kisah kelam selama mengarungi masa masa cinta monyetnya.