Loading...
Logo TinLit
Read Story - Campus Love Story
MENU
About Us  

Berdiri pada sekat tangga gedung Fakultas Sastra lantai dua, Henan bersandar seraya bersedekap dada. Dari jarak sepuluh meter di depan, terlihat Mavi dan Gina yang sedang berbincang. Setelah menahan gadis itu, berakhir mendapat izin dengan dirinya yang harus menunggu jauh dari keduanya.

Henan merotasikan matanya malas kala mendapat senyum lebar Gina di depan sana. Bahkan Mavi yang berpelakuan manis hingga menimbulkan tawa, lain di tempat Henan yang justru menampilkan tidak suka. Alih-alih merasa ikut bahagia menatap Gina yang bergitu ceria, dirinya malah terbakar dengan panasnya amarah cemburu di dalam.

Kepergian Mavi yang disertai lambaian tangan Gina menjadi akhir dari konversasi mereka. Henan lantas berdiri tegak lepas dari sandaran. Menatap gadis itu yang kini berjalan dengan senyum lebar yang tak berniat luntur.

"Henaaann," panggilnya bahkan berubah menjadi manis.

"Apa?"

Cengiran sejenak lepas di wajah perempuan itu. Badannya bergerak ke kanan dan ke kiri dengan dua tangan yang saling genggam di depan badan. Henan menaikkan sebelah alisnya mendapat reaksi aneh.

"Henan," panggil Gina sekali lagi.

"Apa?"

"Gue ... hihihi. Astaga! Gue senang banget!" pekiknya kemudian. Melompat-lompat kecil dengan tangan yang kini menggenggam udara dengan begitu gemas.

"Lo kenapa, sih? Menang lotre?" Tangan Henan menahan Gina dengan memegang puncuk kepalanya. "Ada apa? Mavi bilang apa sampai lo senang kayak begini?"

Binar mata itu mengalihkan Henan. Terlalu lucu dibanding dengan pupil anak anjing yang meminta makan. Gina menggigit bibir bawahnya menahan kesenangan itu meluap.

"Gue senang banget, Henan. Kak Mavi ... dia tembak gue," ujarnya girang.

"... Hah?"

Kepala Gina mengangguk dengan kuat. "Kak Mavi ajak gue pacaran!" katanya. "Dia bilang ke gue kalau ternyata juga sudah suka sejak awal ketemu hari itu. Astaga, padahal kalau diingat itu cuman malu-maluin." Gadis itu menepuk pipinya beberapa kali. Semburat rona merah nampak terlihat di sana. "Gue masih gak percaya ternyata Kak Mavi juga suka sama gue. Sudah lama! Wah, Henan! Gue senang bangett!"

Tidak, Henan tidak senang. Sama sekali tidak. Lelaki itu justru membenci hal ini terjadi. Maka, tatapan diam dan datarnya menjadi saksi menatap kesenangan gadis itu. Masih belum ingin mengatakan apa pun.

"Henan, pulang nanti gak usah antar gue karena pulangnya bareng Kak Mavi. Katanya mau singgah makan terus jalan. Oke?" Gina tersenyum. "Juga, sekarang lo gak perlu jemput gue kalau mau ke kampus. Gue sudah punya Kak Mavi. Jadi kalau gue butuh apa-apa tinggal hubungi dia saja. Lo gak usah repot lagi buang-buang bensin."

Henan memalingkan wajahnya. Kepalanya mendidih seketika. Di saat gadis itu berceloteh penuh kegirangan mengatakan hubungan resminya dengan Mavi, dia malah berpikir akan satu sisi gadis lain yang menjadi korban mereka. Mungkin dua, Henan menghitung dirinya juga.

"Gue sudah pernah bilang, kan? Gue pasti punya kesempatan kalau Kak Mavi juga suka sama gue," pukas Gina.

Henan menoleh masih setia dengan pandangan datar dan tidak sukanya. "Putusin," sahutnya seketika. Raut senang Gina seketika memudar dengan perlahan.

"Hah? Lo bilang apa?"

"Putusin," ulang lelaki itu tanpa beban.

"Maksud lo apa?" Gina seketika menjadi sungut dan menyerit.

"Lo tuli apa gak paham bahasa? Putusin gue bilang."

Gina melepas tawa singkatnya membalas tatapan datar Henan. "Urusannya sama lo apa? Lo punya hak apa suruh gue putus sama Kak Mavi? Lo cemburu?"

"Kalau iya, kenapa?" Seketika Gina diam tak berkutik. Mendapat jawaban Henan yang lurus dengan tatapan dingin berhasil membuat dirinya tak mampu membalas lagi.

"Gue benar-benar gak habis pikir. Bisa-bisanya lo dengan mudahnya terima purpose Mavi," kata Henan.

"Ya, jelas bisalah! Kak Mavi suka sama gue dan begitupun sebaliknya. Semuanya sah-sah saja kalau keduanya sudah saling suka."

"Terus tanpa lo peduli dengan Mba Abey yang jadi korban hubungan lo sama Mavi?"

"Kok lo jadi bawa-bawa Abey?" nyerit Gina. Merasa tidak suka kala nama gadis itu tiba-tiba disebut dalam pembicaraan mereka.

"Jelas harus gue bawalah! Lo gak bakal jadian sama Mavi kalau cewek itu gak kasih izin buat cowok tolol itu cari lo," sinis Henan. "Lo senang sudah jadian sama Mavi, tapi dia? Lo gak pikir bagaimana kecewanya dia? Lo gak pikir sakit hatinya setelah tahu hubungan kalian? Lo niatnya cuman membantu, bukan malah merusak hubungan orang lain."

"Merusak? Gue merusak hubungan orang?" Pandang Gina terkejut. "Lo gak salah ngomong itu ke gue, Hen?"

"Masih berpikir kalau lo benar di sini? Yang ada lo egois tahu gak."

Seakan terasa ada palu besar yang menghantam dada. Gina mengalami sesak yang membuatnya merasa sulit untuk bernapas. Tatapan Henan terlalu tajam. Dinginnya lelaki itu berbicara membuatnya takut sekaligus merasa sakit. Seburuk itukah dirinya?

"Henan, gue—"

"Bahagia saja sama Mavi lo sana. Itu yang lo mau dari dulu, kan? Sana. Nangis sama Mavi. Sakit, mengadu sama Mavi," potong lelaki itu. "Lo gak bakal pernah lihat gue setelah ini. Gue kecewa sama lo."

Bahkan di saat Henan sudah berlalu pergi meninggalkan Gina sendirian, gadis itu sama sekali tidak bergerak di tempatnya. Kakinya sulit untuk digerakkan. Lidahnya kelu untuk sekadar memanggil nama lelaki itu agar berhenti.

Bulir bening itu seketika jatuh membasahi pipinya dengan begitu bebas. Dada Gina terasa sakit. Lebih sakit dari berita panas yang menyebutkan pasal kedekatan Mavi dengan Abey. Kecewa Henan nyatanya lebih menghantam buruk pada hatinya. Gina bingung dengan perasaannya sendiri. Bahkan di saat dirinya yang seharusnya senang telah menjalin hubungan dengan kakak tingkat pujaannya. Tapi entah mengapa, batinnya justru bergejolak membantah.

Menolehkan pandangan, kini Henan sudah menghilang. Di tempatnya sendirian, hari yang seharusnya menjadi bahagia itu justu terasa kelam tak memiliki gairah. Semuanya terasa sia-sia.

🎗

Kelas terakhir yang berjalan dengan tidak begitu baik. Selama pembahasan, Henan hanya terus menopang kepala seraya mencoret-coret nama Mavi di belakang buku tulisnya. Nama itu diarsir dengan sangat acak sampai menimbulkan sobek yang tak berperasaan. Merasa tidak peduli bahkan tanpa sadar saat dosen di depan sudah mengakhiri pertemuan.

Hari ini benar-benar kacau dari yang dia duga. Orang-orang yang dia lewati sepanjang jalan hanya menatapnya penuh tanda tanya. Sempat salah seorang menegur karena Henan yang dikenal dengan kutukan tak masuk akalnya. Takutnya hal itu akan merubah cuaca cerah hari ini menjadi mendung dengan awan gelap. Beruntung lelaki itu memberi jawaban baik-baik saja, hanya sekadar perasaan yang tak enak.

Henan ingin langsung pulang saat ini. Bukan ke indekos, tapi ke rumah. Ingin menghindari gejolak emosi yang kemungkinan lepas setelah bertemu dengan Mavi. Henan ingin menghindari itu.

Kala sampai di tempat motornya yang terparkir diam, pandangannya lantas tertuju pada helm yang bertengger di kaca spion. Helaan napas berat seketika terlepas. Mengedarkan pandangan hingga pada lorong jalan keluar Fakultas Sastra, mahasiswa yang sepi belum menampakkan diri menjadi jawaban kalau Gina masih belum selesai dengan jadwalnya. Maka tidak ada pilihan lain selain menunggu gadis itu. Dia juga tidak mungkin menitipkan helm miliknya pada orang lain meski dia ingin. Henan masih punya hari nurani.

Sekitar hampir 20 menit, fakultas itu akhirnya ramai dengan manusia-manusia yang berhamburan. Pandangannya cuman satu, pada Gina yang kini berjalan selepas mengangguk berpisah dengan Mavi. Hatinya mencelos lagi kembali bersama dengan senyum sinis.

"Helm lo," ucap Henan kala gadis itu kini berdiri di dekatnya.

Benda itu lantas diberikan tanpa hambatan. Setelah berpindah tangan, tanpa kata apa pun Henan sudah naik di motornya dan berlalu pergi. Tidak memberi kesempatan bagi gadis itu untuk sekadar mengatakan terima kasih. Sudah bukan menjadi urusannya kini.

"Gina, ayo." Yang dipanggil menganggukkan kepala kemudian naik di jok belakang. Senyum yang terpatri sedang diusahakan untuk terlihat natural. Gina mencoba memanggil perasaan senangnya walau susah. Teramat susah.

Dan sepanjang jalan, Gina hanya berdiam diri di tempatnya. Harusnya saat ini mereka dilingkupi dengan cerita riang dengan berbagai topik. Hari pertama di mana mereka resmi, Gina justru merasakan kesedihan dalam hati. Wajah murungnya bahkan tidak bisa berbohong, terlalu jelas dan terpantul pada kaca spion depan.

"Gina, kamu gak apa? Lagi sakit?"

Panggilan Mavi yang mengembalikan kesadarannya. Gina merutuki diri. Badannya sedikit maju ke depan untuk memberi jawaban. "Gak apa, Kak. Perasaan ku gak enakan saja. Mungkin masuk angin."

"Kalau begitu lepas sampai di indekos langsung istirahat, ya?" Gina mengangguk memberi jawaban.

Tangan Mavi yang seketika bergerak meraih tangannya. Membawanya ke depan untuk melingkari perut. Gina hanya menurut hingga berhasil dengan posisi memeluk. Hanya ada yang berbeda dari ini. Perasaannya berbeda kala memeluk Mavi. Tidak senyaman kala dirinya memeluk Henan setiap keduanya bersama. Gina rasanya ingin menangis kembali.

Tepat di depan gerbang indekos Gina turun. Mavi memberinya pamit kemudian berlalu, barulah saat itu dirinya membuka gerbang dan berjalan masuk. Sampai pada kamar miliknya, membanting seluruh barang bawaan tanpa perduli mendarat di mana. Gina membaringkan diri di atas kasur dengan terlentang. Kedua mata yang terpejam mencoba untuk memanggil alam bawah sadar, Sayangnya justru wajah lelaki maniak Shin-chan itu yang muncul di sana. Gina mendesah.

Kedua mata itu terbuka. "Lo harusnya senang, Gin. Kenapa justru sesak cuman karena Henan kecewa sama lo? Dia bukan siapa-siapa dan gak ada hubungannya sama lo. Dia ... dia cuman ...."

Entah apa yang terjadi dengan Gina sekarang. Gadis itu mendadak bingung dengan dirinya sendiri. Tiba-tiba sakit hati, menangis, seakan kalau dirinya telah ditinggal pergi. Pintu kamarnya dikunci sampai pada lampu yang juga dipadamkan. Kepulangan Sela yang mengetuk pintunya beberapa kali cuman dianggap angin. Hari jadiannya dengan Mavi, Gina justru menghabiskan sisanya dengan menangis. Meski layar ponselnya menunjukkan sebuah pesan dari nama lelaki tersebut. Semuanya terabaikan.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Unending Love (End)
17221      2566     9     
Fantasy
Berawal dari hutang-hutang ayahnya, Elena Taylor dipaksa bekerja sebagai wanita penghibur. Disanalah ia bertemua makhluk buas yang seharusnya ada sebagai fantasi semata. Tanpa disangka makhluk buas itu menyelematkan Elena dari tempat terkutuk. Ia hanya melepaskan Elena kemudian ia tangkap kembali agar masuk dalam kehidupan makhluk buas tersebut. Lalu bagaimana kehidupan Elena di dalam dunia tanpa...
Premium
GUGUR
15452      2042     9     
Romance
Ketika harapan, keinginan, dan penantian yang harus terpaksa gugur karena takdir semesta. Dipertemukan oleh Kamal adalah suatu hal yang Eira syukuri, lantaran ia tak pernah mendapat peran ayah di kehidupannya. Eira dan Kamal jatuh dua kali; cinta, dan suatu kebenaran yang menentang takdir mereka untuk bersatu. 2023 © Hawa Eve
Fairytale Love
582      412     4     
Short Story
Peri? Kata orang cuma ada didongeng. Tapi bagi Daffa peri ada di dunia nyata. Selain itu, peri ini juga mempunyai hati yang sangat baik.
Sweet Equivalent [18+]
4876      1255     0     
Romance
When a 19 years old girl adopts a 10 years old boy Its was hard in beginning but no matter how Veronica insist that boy must be in her side cause she thought he deserve a chance for a better live Time flies and the boy turn into a man Fact about his truly indentitiy bring another confilct New path of their life change before they realize it Reading Guide This novel does not follow the rule o...
Memento Merapi
21544      2277     1     
Mystery
Siapa bilang kawanan remaja alim itu nggak seru? Jangan salah, Pandu dan gengnya pecinta jejepangan punya agenda asyik buat liburan pasca Ujian Nasional 2013: uji nyali di lereng Merapi, salah satu gunung terangker se-Jawa Tengah! Misteri akan dikuak ala detektif oleh geng remaja alim-rajin-kuper-koplak, AGRIPA: Angga, Gita, Reni, dan Pandu, yang tanpa sadar mengulik sejarah kelam Indonesia denga...
Aku Sakit
5628      1528     30     
Romance
Siapa sangka, Bella Natalia, cewek remaja introvert dan tidak memiliki banyak teman di sekolah mendadak populer setelah mengikuti audisi menyanyi di sekolahnya. Bahkah, seorang Dani Christian, cowok terpopuler di Bernadette tertarik pada Bella. Namun, bagaimana dengan Vanessa, sahabat terbaik Bella yang lebih dulu naksir cowok itu? Bella tidak ingin kehilangan sahabat terbaik, tapi dia sendiri...
Kenangan Hujan
543      402     0     
Short Story
kisah perjuangan cinta Sandra dengan Andi
Acropolis Athens
5502      2061     5     
Romance
Adelar Devano Harchie Kepribadian berubah setelah Ia mengetahui alasan mendiang Ibunya meninggal. Menjadi Prefeksionis untuk mengendalikan traumanya. Disisi lain, Aram Mahasiswi pindahan dari Melbourne yang lamban laun terkoneksi dengan Adelar. Banyak alasan untuk tidak bersama Aram, namun Adelar terus mencoba hingga keduanya dihadapkan dengan kenyataan yang ada.
Teman Khayalan
1714      745     4     
Science Fiction
Tak ada yang salah dengan takdir dan waktu, namun seringkali manusia tidak menerima. Meski telah paham akan konsekuensinya, Ferd tetap bersikukuh menelusuri jalan untuk bernostalgia dengan cara yang tidak biasa. Kemudian, bahagiakah dia nantinya?
Kejutan
471      260     3     
Short Story
Cerita ini didedikasikan untuk lomba tinlit x loka media