Loading...
Logo TinLit
Read Story - Campus Love Story
MENU
About Us  

Jam kelas pagi untuk berangkat kampus hari ini, Gina bersyukur sebab bisa menggunakan motor scoopy-nya. Setelah kendaraan roda dua itu bermalam dua hari di bengkel, akhirnya sekarang bisa digunakan lagi. Pengeluarannya lumayan boros saat motor itu dalam proses pembetulan. Ke kampus naik taksi, pulang juga naik taksi, belum uang makan siang. Benar-benar banyak pengeluaran.

Kelas pagi yang dimulai jam 9 Gina putuskan untuk sarapan pagi di warung bubur ayam langganannya. Hampir tiap pagi dirinya datang di sana, entah untuk makan di tempat atau sekadar bungkus bawa pulang.

"Mang, bubur ayamnya satu, ya. Kayak biasa," pesannya. Mendudukkan diri di bangku kayu panjang dengan tenang.

"Siap, Neng."

Sambil menunggu buburnya siap, Gina memilih untuk memainkan ponselnya. Membuka sosial media untuk melihat ketenaran yang berlangsung beberapa hari ini. Cukup membuatnya bergumam tidak jelas kala melihat sesuatu yang menurutnya patut untuk diberi komentar.

"Mang, buburnya satu, ya."

Gina tidak menoleh, terlalu masa bodoh untuk melihat siapa yang datang dan duduk di sampingnya. Tampilan sosial media lebih menggugah dibandingkan pelanggan baru yang datang.

"Ini, Neng, buburnya." Gina mendongak dan mendapatkan satu mangkok bubur hangat di depannya.

"Terima kasih, Mang." Tangannnya kemudian sibuk memberi racikan sesuai selera dan mulai menyantap.

Bersamaan dengan semangkok bubur milik lelaki di samping. Ikut sibuk meracik bumbu yang berlangsung sebentar sebelum disantap nikmat.

"Wah, tim bubur diaduk, ya?"

Gina menoleh setelah menyuap satu sendok ke mulutnya. "Iya. Memang kenapa? Lo bukan tim bubur gak diaduk?" tanyanya.

"Oh, gak dong! Bubur kalau gak diaduk itu gak ada rasanya," jawab lelaki itu. Gina mengangguk setuju dan kembali melanjutkan makannya. "Tapi gue kaget liat lo makan bubur tapi campurnya pakai gula," sahutnya kembali.

Gina berhenti menyuapi dirinya dan lantas menoleh kembali. Sambil kedua alisnya yang menyerit heran. "Memangnya kenapa?" tanyanya terdengar sedikit sungut.

"Ya, aneh. Orang makan bubur itu campurnya garam, bukan gula," pukasnya.

"Ya, serah gue dong. Racik, racikan gue, dih!"

"Tetap aneh, lah! Gue baru pertama kali liat orang makan bubur mintanya gula," balasnya. "Orang sakit saja kalau makan bubur campurnya garam, bukan gula."

Gina berdecih. Cukup kesal dengan manusia di sampingnya ini. Datang duduk makan bubur, sok diajak ngobrol, malah sebut dia aneh. Cuman perkara buburnya dia yang dikasih gula. Memang karena Gina biasanya makan bubur dengan takaran bumbu manis itu.

"Sewot lo! Kenal juga gak, malah kasih ceramah," cibir Gina.

"Siapa yang ceramah? Gue cuman bilang lo aneh."

"Bacot ya, lo! Gak usah urusin gue!"

"Yang urus lo juga siapa, dih? Ge-eran."

Rasanya Gina lagi naik pitam. Dengan cepat menyelesaikan makan buburnya untuk minggat dari sana. Kacau sekali orang ini, mengomentari dirinya soal cara meracik bubur.

"Ini, Mang. Makasih, ya," ucap Gina setelah memberi selembar uang sepuluh ribu pada sang penjual. Menatap sinis pada lelaki itu sejenak yang cuman dibalas muka sok tak berdosanya. Mana sendok bubur belum keluar dari mulutnya.

Merotasikan mata kemudian Gina berjalan kemotornya. Berlalu dari sana menuju kampus lebih awal. Dari para di sana diajak ribut sama orang yang tak dikenal. Padahal maunya duduk enteng sambil sarapan pelan-pelan malah kacau. Sedangkan lelaki yang masih setia menghabiskan buburnya itu cuman menatap santai Gina yang berlalu pergi. Mengedikkan bahu tidak tahu dan kembali makan.

"Mang, dia sering makan di sini, ya?" tanyanya.

"Oh, iya, Mas. Sering banget sarapan pagi di sini," jawab tukang buburnya.

"Berarti memang sering minta gula kalau makan?"

Tukang buburnya mengangguk. "Alasan Saya sering bawa gula cuman karena dia, Mas. Awalnya memang kaget pas dia minta gula padahal lagi makan bubur. Tapi lama kelamaan sudah terbiasa," jelasnya.

Lelaki itu duduk tegak setelah meneguk segelas air. "Benarkan, Mang? Aneh. Saya juga baru lihat orang makan bubur campur gula," ujarnya dengan nada penuh setuju.

🎗

Gina sampai di kampus selepas memarkir motornya lantas bergegas masuk ke fakultasnya. Sambil misuh-misuh tidak jelas sebab perkara di warung bubur tadi. Masih kesal dia sebenarnya. Apalagi sampai dirinya dibilang aneh karena makan bubur pakai gula.

"Apa salahnya coba? Kan, selera orang beda-beda? Gak haruskan makan bubur pakai garam?" gerutunya.

Sekarang Gina bingung mau ke mana. Jam tangannya masih menunjukkan jarum di angka 8. Masih ada satu jam lagi sebelum masuk kelas. Tapi dia benar-benar kesal sekarang, keawalan ke kampus tambah bikin dia jadi bosan.

Terpaksa, Gina melarikan diri ke kantin fakultas. Meskipun habis makan bubur pagi tadi, tapi karena kesal bubur yang masuk diperutnya jadi tidak berasa, alias dirinya kembali lapar. Mengeluarkan uang sepuluh ribu lagi untuk membeli satu kotak susu dan sebungkus roti coklat. Lumayan dan bikin dia kenyang.

"Oh, iya. Laporan analisis gue masih mau direvisi." Laptop kecil yang lantas dia keluarkan dari dalam tas jinjing. Ikut dengan lembaran kertas yang sudah dijepit menjadi satu. Mengeluarkan beberapa stabilo digunakan untuk mengoreksi nanti.

Adapun di parkir motor kampus. Setelah singgah sarapan di warung bubur ayam, Henan lantas beranjak ke kampus. Masih dengan modelan kenyang selepas sarapan, meskipun masih terbayang-bayang perihal gadis yang ditemuinya di sana.

"Ckckck. Jaman sekarang, orang pada aneh-aneh semua," ucapnya. “Mana gue juga orang.”

Baru setelah dirinya menggantung helm di antara jok dan sadel motor, tiba-tiba berhenti kala mendapat motor scoopy tak asing yang berjarak dua motor dari tempat dia parkir.

"Lah? Ini bukannya motor anak tadi?" Kakinya berjalan cuman untuk mendekatkan. "Benar, ini. Anak sini rupanya? Oh, ya?"

Henan masih sibuk dengan perasaan terkejutnya. Tanpa menyadari Jeon sudah muncul berdiri di belakangnya diam-diam. Sambil pasang muka herannya melihat kekakuan Henan sibuk menatap motor orang. Mana sambil tersenyum miring.

"Woi! Mau nyuri motor lo?" sahut Jeon.

Henan seketika menoleh lepas dikejutkan oleh Jeon. "Sialan ini anak. Kaget gue," ucapnya sambil mengelus dada.

Jeon terkekeh. "Ngapain lihat motor orang kayak gitu? Mau nyolong?" selidiknya.

"Sembarangan! Gue cuman memastikan ini motor yang gue lihat tadi," jawab Henan.

Jeon ikutan mendekat kemotor itu. "Memangnya kenapa sama ini motor? Lo kenal pemiliknya?"

"Gak kenal, cuman ketemu doang tadi pas makan bubur." Henan merangkul Jeon yang sedikit lebih tinggi darinya. "Je, lo kalau makan bubur pakai gula apa garam?"

Yang ditanya menyerit lagi. "Pertanyaan apa itu? Yang jelas garam, lah!" jawabnya. "Memang lo makan bubur kasih gula?"

Pukulan manis mendarat di pundak Jeon cukup membuatnya meringis. "Benar, kan? Orang makan bubur pakai garam," sahutnya.

"Ya, memang pakai garam. Siapa yang makan bubur pakai gula? Ada-ada saja."

"Ada, Je!" seru Henan. Berbalik cuman buat tunjuk motor scoopy di belakangnya. "Pemiliknya ini motor makan bubur pakai gula," ucapnya.

Jeon diam di tempat. Berselang beberapa detik, telapak tangannya melayang buat menyentuh jidat Henan. "Gak panas," gumam Jeon. "Lo semalam tidur jam berapa? Ada rasa pusing? Mual?"

"Ngapain, sih! Gue gak sakit ya, sialan. Tapi memang benar yang gue bilang itu!" seru Henan.

Jeon cuman bisa geleng-geleng kepala. Henan memang tiap hari rada tidak jelas. "Sudah, sudah. Ayo masuk, gue belikan minum biar lo waras."

Badannya Henan didorong dari belakang buat jalan. "Gue waras ya, Je! Weh! Dengar gue ngomong dulu! Jeon!" Tapi Jeon tidak peduli dengan teriakan anak itu. Tetap mendorongnya sampai mereka masuk gedung kampus.

🎗

Kelas kedua akhirnya selesai. Gina yang untung saja datang cepat dan menyelesaikan revisinya berakhir baik. Lebih cepat diterima sama dosennya.

"Gin, ke kantin? Atau kita ke kafe sebelah?" ajak Sela, teman satu fakultas dan satu indekos putri dengannya.

"Bentar, gue cek dompet dulu," tahan Gina.

"Ya, ampun. Sudah, sih. Nanti gue yang bayar. Ayo!" Tapi Sela berakhir melingkarkan lengannya pada lengan gadis itu. Mengajaknya keluar kelas dan berjalan menuju kafe sebelah kampus. Yang memang sudah menjadi langganan anak mahasiswa Universitas Bangsa Nugraha.

"Lo kenapa? Dari pagi gue dapat kecut mulu mukanya," tanya Sela.

Gina mendesah. "Pusing gue, Sel. Mana masih rada kesal soal pagi tadi."

Sela menyerit. "Kenapa?"

"Tahu, tuh. Gue makan bubur pakai gula dijadikan masalah sama itu orang."

"Siapa? Lo kenal?" Tapi Gina hanya memberinya gelengan kepala singkat. Sela lantas mengulum bibirnya memilih diam. "Eh, bentar. Ada telepon."

Keduanya lantas berhenti di koridor keluar gedung. Hampir dapat dua meter lagi mereka akan keluar namun terhenti sebab ponsel Sela yang tiba-tiba mendapat panggilan. Gina hanya bisa mengunggunya sembari menatap ke arah keluar.

Matanya tiba-tiba menyipit dengan alis yang berkerut. Gina memicingkan matanya untuk memperjelas apa yang dilihat di depan. Mendapati Sela yang masih sibuk menelepon, Gina memutuskan untuk maju perlahan.

Seketika matanya membulat. Di depan sana, tiga anak lelaki sedang jalan sambil tertawa bersama. Tapi di antaranya Gina kenal dengan wajahnya. Membuat dirinya menggigit bibir sambil berkacak pinggang dengan raut wajah yang kesal.

"Anak sini rupanya," desisnya. Dengan cepat dirinya berjalan untuk menghampiri lelaki itu. Apalagi setelah mendapati mereka tengah menatap motor scoopy-nya.

"Oke, deh. Iya, aku mau ke kafe sebelah kampus sama Gina. Iya, dah." Sela mengakhiri panggilan. "Ayo GiLoh? Gina?" Dirinya malah celingak-celinguk mencari keberadaan temannya itu. Tepat mendapati Gina tengah berjalan cepat meninggalkannya, dirinya lantas berteriak. "Eh! Gin! Gina!! Tunggu, woi!" Namun, tidak dibalas sama sekali. Berakhir Sela yang mengejarnya dengan buru-buru.

"Woi!!" ketiganya menoleh. Gina sudah berjalan mendekat. Menghalang tubuh Henan yang menurutnya terlalu dekat sama motornya. Membuat anak itu sedikit mundur karena gerakannya yang tiba-tiba.

"Tuh, kan? Benar gue bilang. Motornya punya lo," sahut Henan.

"Terus kenapa?" sungut Gina.

Anak kembar itu cuman memilih diam dan menonton. Pasalnya, mereka berdua tidak kenal sama sekali dengan gadis yang tengah beradu celoteh bersama Henan.

"Dih? Sungut banget nampaknya. Dendam, ya?"

Gina mendelik. "Ngapain nunjuk-nunjuk motor gue? Mau nyolong lo?" curiganya.

"Sembarangan! Cowok ganteng begini dibilang mau nyolong motor. Yang ada kalau iya, gue juga ogah nyolong motor lo," pukas Henan.

"Ganteng kepala lo kotak! Muka pas-pasan saja belagu, dih!"

"Wah, parah nih, cewek. Belum kenal gue ya, lo? Pantas saja, sih."

"Ngapain juga gue kenal lo? Gak guna."

Henan berkacak pinggang. Tamperamen gadis di depannya ini cukup mengundang dirinya kesal. "Lo mending diam, deh. Makan bubur pakai gula saja belagu lo," sahutnya.

Gigi Gina berdecih lagi menandakan dirinya kesal. Sementara Nanda dan Jeon saling tukar pandang pas dengar ucapan Henan.

"Memang kenapa? Suka-suka gue lah, makan bubur pakai gula. Masalah buat lo?"

"Gak sih, cuman jelas saja. Lo kan, aneh jadi makan juga modelannya aneh," ejek Henan.

Gina sudah naik pitam. "Lo ...," desisnya.

Demi anak-anak kampus, Gina sudah pasrah dan memilih meluapkan emosinya. Daripada dipendam yang malah buat dia jadi makan hati, dengan segenap jiwa saat ini dia keluarkan. Kedua tangan Gina lantas melayang untuk menarik rambut Henan. Henan seketika kaget berusaha untuk melepaskan jambakan tiba-tiba yang dia dapat.

"Woi! Woi! Sakit! Akh!"

"Bodo! Rasain lo! Rese banget lo sama gue!"

"Aakkh!! Weeh! Tolongin!"

Nanda sama Jeon cuman cekikikan di tempat meskipun awalnya rada kaget. Sementara Gina yang masih sibuk menarik-narik rambut Henan, beberapa orang yang lewat cukup mengundang perhatian. Menatap mereka sembari berbisik-bisik bahkan sampai ada yang tertawa singkat.

"Eh, Gin! Lo apakan anak orang?! Lepas." Beruntung Sela datang di waktu yang tepat.

Gina melepas jambakannya pada rambut Henan dengan terpaksa. Masih dengan tatapan kesalnya meski anak itu malah linglung merasa pening karena tarikan kuat pada rambutnya.

"Gue gak botak, kan?" tanya Henan pada si kembar yang mendapat gelengan.

Henan menatap sinis Gina. Mereka berdua saling adu pandangan tajam membuat ketiganya heran. "Apa lo?!"

"Lo yang apa?! Gue jambak lagi, mampus!"

Henan memegang kepalanya. Sedikit mendesis karena merasa beberapa rambutnya terlepas dari kulit kepala. Perih bercampur sakit.

"Lo ngapain? Malah jambak rambut orang sembarangan," tegur Sela.

"Ini, nih! Orang yang mempermasalahkan hal sepele perkara gue makan bubur. Mana nunjuk-nunjuk motor gue lagi," jawab Gina masih kesalnya.

"Ya kan, memang aneh! Cuman lo kayaknya yang makan bubur pakai gula di dunia," sahut Henan.

"Cuman masalah bubur kenapa dendam, sih? Sudah, lah," ucap Sela. Gina hanya mendengkus tapi mukanya masih kusut.

"Tuh, teman lo dengar. Cuman perkara bubur saja lo dendam sama gue," sambung Henan.

Jeon mengusap wajahnya kasar sedangkan Nanda mulai berdecak kesal. Henan kembali berulah dan berurusan ribut sama anak orang.

Gina kembali terpancing emosi. Kakinya sudah maju untuk menarik rambut Henan lagi tapi keburu ditahan sama Sela dan Henan sembunyi di belakang Nanda.

"Anak setan! Sini lo!" kesal Gina.

"Sialan, gue dibilang anak setan," protes Henan.

"Sudah, deh! Stop!" sahut Nanda. Dia sudah lelah dengan debat sepele keduanya. "Lo kenapa sih, mancing-mancing emosi orang? Yaudah, kalau dia makan bubur pakai gula biarin. Kok lo yang repot?" ucap Nanda. Henan cuman diam sambil mengerucut bibir.

Nanda beralih ke Gina dan Sela. "Maaf, ya. Ini anak setan memang modelannya kayak begini. Kurang jelas." Henan mendengar itu cuman bisa mememelotot tidak terima. Mau nyahut tapi sudah mendapat tatapan menusuk dari Nanda.

Gina kembali mendesah berat. "Yaudah, gue juga minta maaf. Kayaknya gue jambak lo terlalu keras,"

Henan maju seketika. "Oh, iya, jelas! Ini kepala gue rasanya botak, nih! Te" Mulutnya lantas ditutup sama Jeon. Sambil pasang muka senyum manis tak peduli dengan Henan yang meronta minta dilepas.

"Maaf lagi, ya. Jangan di masukkan dalam hati. Gue juga rada kesal sama ini anak," kata Nanda lagi.

"Iya, gak apa."

Sela akhirnya senang temannya sudah memaafkan. Meskipun dia juga masih heran dengan kejadian ini. "Utang cerita lo sama gue," bisiknya dan mendapat anggukan dari Gina.

Tangan Jeon berhasil dilepas sama Henan, meskipun mukanya rada kusut. Dia balik natap Gina yang mukanya sudah santai. Melepas dehaman ria hingga mengundang perhatian. Gina bersiap lagi kalau ini anak mulai kumat.

"Gue juga sorry, deh," sahutnya. "Ini karena gue cowok, ya. Ya, kali gue gak minta maaf," lanjut Henan. Pakai muka soknya lagi.

Gina membuang matanya malas. "Serah lo, deh." Dia sudah terlalu malas meladeni Henan kembali. Pusing dia lama-lama, perlu sampai rontok-rontok rambutnya.

"Kalau begitu kita permisi, ya," pamit Sela. Kembali menarik tangan Gina untuk berlalu duluan dari sana.

"Oh, oke. Hati-hati." Nanda memberinya senyuman dan Jeon hanya bisa mengangguk singkat. Henan cuman memandang mereka hingga hilang dari pandangan.

"Lo kenapa, sih? Perkara bubur doang," ucap Nanda setelah memberi pukulan sedap di pundak Henan membuatnya sedikit meringis.

"Parah sih, meskipun aneh juga. Baru tahu gue ada orang makan bubur pakai gula," celetuk Jeon. Mendapat raut setuju dari Henan.

"Lo jangan ikutan mulai ya, Je. Mau gue gorok?" Jeon hanya bisa menunjukkan dua jarinya sembari tersenyum lebar. Kebiasaan sekali dua anak ini, seperti Nanda yang jadi pengasuh jadi-jadian. Pusing dia setiap hari.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
After School
2465      1147     0     
Romance
Janelendra (Janel) bukanlah cowok populer di zaman SMA, dulu, di era 90an. Dia hanya cowok medioker yang bergabung dengan geng populer di sekolah. Soal urusan cinta pun dia bukan ahlinya. Dia sulit sekali mengungkapkan cinta pada cewek yang dia suka. Lalu momen jatuh cinta yang mengubah hidup itu tiba. Di hari pertama sekolah, di tahun ajaran baru 1996/1997, Janel berkenalan dengan Lovi, sang...
Sweeter Than Sweet Seventeen
709      508     5     
Short Story
Menunggu papa peka akan suatu hal yang aku impi - impikan. Namun semua berubah ketika ia mengajakku ke tempat, yang tak asing bagiku.
Pisah Temu
994      536     1     
Romance
Jangan biarkan masalah membawa mu pergi.. Pulanglah.. Temu
Lenna in Chaos
6105      1972     1     
Romance
Papa yang selingkuh dengan anggota dewan, Mama yang depresi dan memilih tinggal di desa terpencil, seorang kakak perempuan yang kabur entah ke mana, serta kekasih yang hilang di Kalimantan. Selepas kerusuhan demonstrasi May Day di depan Gedung Sate, hidup Lenna tidak akan pernah sama lagi. Sewaktu Lenna celaka di kerusuhan itu, tidak sengaja ia ditolong oleh Aslan, wartawan media sebelah yang...
A & A
189      136     2     
Romance
Alvaro Zabran Pahlevi selalu percaya bahwa persahabatan adalah awal terbaik untuk segala sesuatu, termasuk cinta. Namun, ketika perasaannya pada Agatha Luisa Aileen semakin dalam, ia sadar bahwa mengubah status dari teman menjadi pacar bukanlah perkara mudah. Aileen, dengan kepolosannya yang menawan, seolah tak pernah menyadari isyarat-isyarat halus yang Alvaro berikan. Dari kejadian-kejadian ...
27th Woman's Syndrome
10456      1995     18     
Romance
Aku sempat ragu untuk menuliskannya, Aku tidak sadar menjadi orang ketiga dalam rumah tangganya. Orang ketiga? Aku bahkan tidak tahu aku orang ke berapa di hidupnya. Aku 27 tahun, tapi aku terjebak dalam jiwaku yang 17 tahun. Aku 27 tahun, dan aku tidak sadar waktuku telah lama berlalu Aku 27 tahun, dan aku single... Single? Aku 27 tahun dan aku baru tahu kalau single itu menakutkan
Dapit Bacem and the Untold Story of MU
7358      2113     0     
Humor
David Bastion remaja blasteran bule Betawi siswa SMK di Jakarta pinggiran David pengin ikut turnamen sepak bola U18 Dia masuk SSB Marunda United MU Pemain MU antara lain ada Christiano Michiels dari Kp Tugu To Ming Se yang berjiwa bisnis Zidan yang anak seorang Habib Strikernya adalah Maryadi alias May pencetak gol terbanyak dalam turnamen sepak bola antar waria Pelatih Tim MU adalah Coach ...
CHERRY & BAKERY (PART 1)
4031      1069     2     
Romance
Vella Amerta—pindah ke Jakarta sebagai siswi SMA 45. Tanpa ia duga kehidupannya menjadi rumit sejak awal semester di tahun keduanya. Setiap hari dia harus bertemu dengan Yoshinaga Febriyan alias Aga. Tidak disangka, cowok cuek yang juga saingan abadinya sejak jaman SMP itu justru menjadi tetangga barunya. Kehidupan Vella semakin kompleks saat Indra mengajaknya untuk mengikuti les membuat cu...
Never Let Me Down
485      366     2     
Short Story
Bisakah kita memutar waktu? Bisakah kita mengulang semua kenangan kita? Aku rindu dengan KITA
SILENT
5263      1585     3     
Romance
Tidak semua kata di dunia perlu diucapkan. Pun tidak semua makna di dalamnya perlu tersampaikan. Maka, aku memilih diam dalam semua keramaian ini. Bagiku, diamku, menyelamatkan hatiku, menyelamatkan jiwaku, menyelamatkan persahabatanku dan menyelamatkan aku dari semua hal yang tidak mungkin bisa aku hadapi sendirian, tanpa mereka. Namun satu hal, aku tidak bisa menyelamatkan rasa ini... M...