"Kinan ke mana, Mbar?" tanya Sultan yang baru saja bangun dari tidur nyenyak di ruang rawat VIP nya.
Hal yang paling pertama Sultan lihat adalah Ambar, namun hal yang pertama kali dia cari adalah Kinan.
"Kinan tadi ikut Bunda Diana untuk mengurus administrasi pengobatan lo, Tan. Katanya Kinan bosan menunggu lo yang tidak bangun-bangun."
"Memangnya gue sudah tidur berapa jam, Mbar?"
"Dua jam lebih."
"Astaga. Lama sekali gue tertidur."
Ambar melihat Sultan yang mengambil ponselnya dari meja nakas. Membuka aplikasi kontak dan mengeklik nama Kinan untuk dia panggil.
Namun sepertinya panggilan Sultan tak kunjung diangkat oleh Kinan. Wajah Sultan terlihat muram.
"Kok Kinan tidak mengangkat terus panggilan dari gue yah?" kesal Sultan.
"Mau gue carikan Kinan untuk lo, Tan?"
"Tidak usah, Mbar. Lo tidak boleh kelelahan. Gue hanya sekadar kangen saja kok sama Kinan. Nanti rasa kangennya juga reda sendiri."
Ambar tersenyum kecut mendengar pengakuan Sultan tersebut.
"Kinan beruntung sekali yah selalu dirindukan lo, Tan. Pasti lo merasakan sebaliknya sama gue. Lo harus menjaga dan memperhatikan gue setiap saat. Pasti itu membuat jenuh sekali."
"Mbar_____"
"Kinan benar, Tan. Gue selalu menjadi beban untuk orang yang gue cintai."
"Mbar, dengarkan gue."
Sultan menggapai tangan Ambar. Mengelus halus punggung tangan mantan pacarnya itu. Memberikan tatapan merasa bersalah pada Ambar.
"Maafkan gue yah, Mbar. Gue minta maaf kalau misalnya gue tidak sengaja menyakiti hati lo. Maafkan gue jika kadang selalu bersikap kasar pada lo. Mengenai di sekolah tadi itu, gue tidak mau lo membantu membopong gue karena gue takut lo kelelahan. Gue peduli sama lo, Mbar. Sangat peduli. Gue tidak pernah bosan menjaga dan memperhatikan lo. Gue sudah terbiasa dengan tanggung jawab itu. Jika lo sakit, gue akan selalu langsung merasa bersalah dan merasa gagal menjaga lo. Itu yang harus lo tahu, Mbar. Gue sepeduli itu sama lo."
Mendengar itu membuat Ambar merasa bersalah karena tadi dia berpikiran negatif jika Sultan tidak membutuhkannya. Padahal Sultan hanya tidak ingin dia kelelahan dan berakhir drop. Seperti yang dikatakan Sultan tadi, pria itu sangat peduli padanya.
"Namun Mbar. Untuk masalah perasaan, gue tidak bisa membalas perasaan lo lagi. Gue tahu lo masih berharap kan sama gue. Gue tidak bisa Mbar. Gue hanya menganggap lo teman baik saat ini. Gue sudah mencintai orang lain. Maafkan gue yah, Mbar. Gue bukan satu-satunya pria di dunia ini, Mbar. Gue yakin lo akan menemukan pria yang lebih baik daripada gue."
Bagai dihantam bongkahan batu. Itulah yang Ambar rasakan saat ini. Sultan baru saja menegaskan jika dia tidak bisa menjadi miliknya lagi. Hati Ambar terkoyak-koyak mendengarnya. Sesakit itu mendengar langsung dari Sultan, daripada Ambar yang menyadarinya sendiri.
"Orang lain itu Kinan yah, Tan. Lo dan Kinan berpacaran kan?" tanya Ambar. Menahan tangis. Mencoba tegar.
Mata Sultan membulat terkejut. "Lo tahu dari mana, Mbar?"
"Gue sudah mengenal lo dari dulu, Tan. Lo baru kali ini lagi sedekat bahkan seintim itu dengan seorang gadis."
"Tolong rahasiakan hubungan gue dengan Kinan yah, Mbar. Lo bisa dipercaya kan?" mohon Sultan.
Ambar mengangguk mengiyakan. Ambar tidak akan bertanya tentang alasan mengapa Sultan dan Kinan berpacaran secara diam-diam. Ambar mencoba tidak peduli. Karena Ambar masih memegang prinsip jika sebelum Sultan dan Kinan membuat publik hubungan keduanya, masih ada kesempatan untuk Ambar bersaing dan menikung.
"Jangan menyuruh gue berhenti mencintai lo yah, Tan. Gue rela kok menunggu lo. Gue tidak bermaksud mendoakan hubungan lo dan Kinan berakhir. Namun Tan, semua hal bisa terjadi di masa depan."
"Terserah lo saja, Mbar. Yang penting gue sudah memperingatkan lo."
Ambar tersenyum. Bahagia karena baru saja Sultan memberi izin Ambar untuk bersaing bersama Kinan. Ambar belum akan menyerah untuk menjadikan Sultan menjadi miliknya lagi. Ambar akan berusaha mewujudkan itu kembali. Tanpa menggunakan cara curang dan pengecut. Ambar janji pada dirinya sendiri.
Kinan telah kembali ke ruangan tempat Sultan di rawat bersama Tuan dan Nyonya Aditama. Ambar pun keluar ruangan guna memberi sedikit ruang untuk keluarga kecil itu.
Mood Sultan langsung membaik ketika melihat keluarganya. Terutama ketika melihat Kinan.
"Ini nih ayah bunda. Anak kesayangan kalian. Tumbang lagi karena tidak sarapan pagi. Bandel!" adu Kinan.
Sultan tersenyum. Mengulurkan tangannya pada Kinan. "Sini, Ki. Aku kangen."
"Mas kapan tidak kangennya sih sama aku?"
Kinan duduk di kursi tunggu pasien di dekat tempat tidur Sultan. Membenamkan kepala pada badan sixpack pacarnya itu.
"Kalau kamu lagi mode marah dan cemburuan. Aku tidak akan kangen kangen sama kamu."
Balasan Sultan tersebut langsung membuat Kinan mendelik padanya.
"Kamu kenapa suka sekali mencari penyakit sih, Tan. Kamu tuh masih muda. Masa depan kamu masih panjang. Kamu harus pandai menjaga kesehatan," omel Arya.
"Dengarkan apa yang dikatakan Ayah barusan, Mas. Taruh dan catat di otak kamu Mas. Gara-gara kamu aku bolos tiga pelajaran loh hari ini."
"Ya tidak apa-apa. Kita kan yang punya sekolah, Ki."
"Ish, jangan seenaknya begitu Mas. Tidak baik loh."
"Bunda sudah atur kok absensi kalian. Bunda sudah menghubungi guru-guru yang mengajar di kelas kalian hari ini. Absensi Ambar juga sudah Bunda atur."
"Mbak Ambar ke mana, Mas?" tanya Kinan. Terlihat baru sadar jika dia mengantar Sultan ke rumah sakit bersama Ambar tadi.
"Tidak tahu, mungkin lagi keluar mencari angin," jawab Sultan.
"Kok begitu. Kalau dia keluar itu ditanya ke mana ke mana nya. Dia juga sedang sakit loh. Kamu harus menjaga dia baik-baik, Tan. Jangan sampai dia drop terus. Bunda tidak enak dengan Bunda Tyas," marah Diana pada Sultan.
"Kamu paham tidak, Sultan?"
"Paham, Bunda," jawab Sultan dengan nada malas.
"Kamu juga, Ki. Kamu tuh jangan terlalu cemburuan. Jangan terlalu manja pada Sultan. Mas mu itu harus menjaga Ambar baik-baik. Bunda sudah dengar kok gosip kamu membentak Ambar di lapangan sampai dia pingsan. Jangan seperti itu, Ki. Kamu harus mencoba belajar sabar dan mengalah sama Ambar. Jangan selalu bergantung juga pada Sultan. Mas mu itu nanti akan punya pacar, tunangan, bahkan istri nanti. Masa kamu mau seperti itu terus sampai Sultan kakek-kakek."
Kali ini Diana menegur Kinan. Sultan merasakan jika tubuh Kinan langsung bergetar di pelukannya. Kinan menangis. Sultan pun dengan cepat mengusap-usap punggung Kina itu. Berusaha meredakan tangis pacarnya itu.
"Kinan menangis loh, Bun. Bunda kasar sekali ngomongnya. Lagipula, tidak apa-apalah Kinan manja atau selalu bergantung pada aku. Aku kan kakaknya," marah Sultan pada Bundanya.
Bundanya yang mengetahui itu langsung menghampiri Kinan dan ikut mengusap-usap punggung putri kesayangannya.
"Dimarahi segitu saja menangis. Dasar cengeng. Bagaimana nanti kalau sudah mempunyai pacar. Pasti langsung diputusin gara-gara punya pacar cengeng seperti anak Bunda ini."
"Kinan tidak akan diputusin. Soalnya aku sendiri yang akan menjadi pacar Kinan."
"Hus Sultan!"
Instagram : @sourthensweet dan @andwyansyah
itu tuh sudah jelas bgt sultan kalau kamu cinta kinan.
Comment on chapter 2. Denial