Biasanya aku tidak pernah mengangkat telpon dari nomor yang tidak tertera di dalam address book ku karena biasanya itu hanya dari bank yang menawarkan kartu kredit atau sejenisnya. Dan aku juga biasanya tidak pernah membuka email dari email address yang tidak kukenal karena kuatir email itu berisi virus computer atau sejenisnya. Tapi ketika aku melihat sebuah email yang masuk dari maaftapikauharustahuini@gmail.com, aku tidak bisa tidak membukanya. Dan begitu aku melakukannya, aku langsung menyesal. Kau tahu ada opsi untuk menandai kembali sebuah email sebagai email yang ‘belum dibaca’? Opsi yang sama sekali tidak berguna karena setelah kau membaca sebuah email, kau tidak bisa kembali ke masa sebelum kau membaca email itu.
Dan kau tahu apa yang kusadari setelah membaca email itu? Bahwa aku gadis bodoh yang mudah dikelabuhi. Selama ini aku menolak percaya bahwa jika sebuah kenyataan terlalu sempurna, biasanya itu bukan sebuah kenyataan. Setetes air mata menjatuhi laptopku. Aku menutup laptopku. Apa yang harus kulakukan sekarang? Ponselku bergetar. Sebuah telpon whatsapp dari Justin. Aku tidak mengangkatnya. Ia membuatku begitu marah mungkin sebaiknya aku tidak perlu bertemu dengannya lagi selamanya. Padahal tadinya kupikir ia benar-benar mencintaiku. Aku merasakan darahku bergolak. Aku mengambil bantalku dan menggunakannya untuk menindih ponselku untuk menyamarkan getarannya. Aku tidak dapat berpikir. Aku tidak dapat bernapas. Tapi yang lebih penting lagi, aku tidak bisa berada di sini. Aku membuka laptopku lagi dan segera membuka situs travel.
Satu jam kemudian aku meminta Pak Kusno untuk mengantarku ke bandara. Sudah jam sembilan lewat sedikit jadi orang tuaku sudah berada di kamar tidur mereka. Namun aku sadar bahwa esok bagi, bila aku tidak datang ke meja makan, mereka akan tahu aku sudah pergi dan mereka pasti kuatir. Aku segera mengirimkan pesan whatsapp untuk mama.
Ma, aku menemani Justin ke pernikahan temannya di Bali. Kembali minggu depan.
Baiklah. Hati-hati di jalan, sayang.
Aku mematikan ponselku supaya tidak ada yang dapat menghubungiku dan sepanjang perjalanan ke bandara, aku menangis tanpa suara.
One of my favorite authors / writers
Comment on chapter opening page