Setelah makan malam, setelah meja dibersihkan oleh tiga dari pembantu-pembantu Anna dan setelah kedua orang tuanya masuk ke kamar mereka, aku duduk di samping Anna untuk membahas semua yang baru saja terjadi.
“Kau tidak memberitahuku lebih dulu bahwa keluargamu berniat invest,” katanya. Rupanya ia merasa seperti dikagetkan.
“Tadinya mereka belum terlalu yakin jadi aku tidak ingin memberi harapan palsu. Tapi tadi, setelah aku kembali dari kantormu, saat kuceritakan tentang ketertarikan Unilever, mereka akhirnya yakin bahwa mereka adalah partner yang lebih tepat untuk Goodlife. Karena itu aku tadi belum punya kesempatan memberitahumu,” kataku.
“Jadi.. apa yang akan terjadi selanjutnya?” tanyanya.
“Yang akan terjadi selanjutnya adalah aku akan duduk lebih dekat,” kataku sambil menggeser posisiku supaya aku dapat meletakkan lengan kiriku pada pundaknya.
“Justin! Maksudku tentang perusahaan,” katanya. Tentu saja aku tahu yang dimaksudnya. Aku hanya ingin menggodanya. Dan yang sesungguhnya aku tidak dapat membiarkan jarak 10 cm di antara kami itu.
“Kurasa selanjutnya kami harus tanda tangan perjanjian kerahasiaan,” kataku.
“Apakah itu bahkan perlu mengingat aku sudah sering menunjukkan angka-angkanya padamu,” katanya.
“Ya, mungkin hanya untuk formalitas,” kataku.
“Akan kusiapkan besok,” katanya, “supaya proses due dilligence nya bisa cepat dimulai,” tambahnya. Aku mengangguk. Aku meraih tangannya dengan tangan kananku dan membiarkan jemari kami bertautan. Aku merasakan tubuhnya yang lembut dan hangat. “Justin, terima kasih,” katanya.
“Kau tidak usah berterima kasih padaku. Ini win-win. Ini bukan sebuah bantuan,” kataku.
“Tidak. Itu tidak benar. Aku tahu Goodlife lebih memerlukan Awan Distribusindo daripada Awan memerlukan Goodlife,” katanya.
“Anna, kau tahu aku akan melakukan apapun untukmu, bukan?” tanyaku. Ia mengangguk. “Kau mau tahu kenapa?” tanyaku.
“Kenapa?” tanyanya. Tapi alih-alih menjawab, aku menciumnya. Ia tidak menyangkanya. Dan untuk sesaat, ia tidak membalas ciumanku. Tapi aku tidak peduli. Setiap sel di dalam tubuhku bergetar seolah mereka sudah menanti-nantikan saat ini seumur hidup mereka. Aku memperdalam ciumanku. Ia mulai membalas. Itu tanda yang sudah kunanti-nantikan. Aku memindahkan posisi tubuhnya supaya aku dapat dengan lebih mudah menciumnya tanpa harus memutar tubuhku terlalu banyak. Posisi yang lebih nyaman ini penting karena aku tidak ingin ini selesai dalam waktu singkat. Aku akan menciumnya selama yang kuperlu. Aku pantas mendapatkan ini. Aku akan menciumnya selama mungkin sampai dia yakin bahwa semuanya akan baik-baik saja. Aku perlu menciumnya selama mungkin sampai dia tahu bahwa dia sudah ada di hatiku begitu lama dan akan terus jadi satu-satunya yang ada di sana. Aku harus menciumnya selama mungkin untuk memberinya tahu bahwa apapun yang terjadi, aku tidak akan pernah membiarkannya pergi dariku.
One of my favorite authors / writers
Comment on chapter opening page