Aku perlu alasan untuk meminta Anna datang ke kantorku.
Itu tidak susah dicari. Ada begitu banyak beasiswa untuk dicoba dan kompetisi
untuk diikuti sehingga yang harus kulakukan hanyalah memilih beberapa yang
cocok, meng-email-kan tautannya pada Anna dan memintanya untuk datang jam 4:30
nanti. Aku berharap dengan memilih jam pertemuan rutin kami yang dulu, ia tahu
bahwa itu adalah usahaku untuk melanjutkan apapun yang pernah ada. Aku sendiri
tidak yakin apakah memang pernah ada sesuatu untuk dilanjutkan. Tapi toh kata
Amanda, segalanya mungkin.
Aku tidak dapat berkonsentrasi di kelas. Aku terus
memandangi bangku tengah terdepan karena begitu menginginkan Anna ada di sana
dan bukan mahasiswa pendiam berkacamata itu. Tapi tentunya Anna tidak akan
mengambil mata kulihat Accounting 1a lebih dari satu kali, apalagi setelah
mendapatkan A. Aku sempet memikirkan untuk mengajar kelas Accounting 1b dan 1c
juga karena aku tahu Anna akan mengambil kelas-kelas itu. Tapi bukankah lebih
baik bagi kami jika ia tidak berada di kelas yang kuajar? Karena dengan
demikian, dia bukan benar-benar muridku dan dengan begitu kami dapat ...
Ponselku bergetar. Aku terlompat sampai mengagetkan si murid pendiam
berkacamata itu.
“Maaf,” gumamku sambil meraih ponselku. Aku tahu aku sebenarnya
tidak boleh menggunakan ponsel saat kuliah berlangsung. Tapi biar saja mereka
tahu bahwa aku sedang menantikan balasan email yang sangat penting. Tapi
ternyata itu hanya email pemasaran yang menawarkan langganan majalah. Aku
meletakkan ponselku dan mencoba melanjutkan pelajaran. Walau aku lalu membuat
beberapa kesalahan jurnal sampai si murid teladan pendiam berkacamata itu harus
mengangkat tangan dua kali untuk membetulkanku.
Seusai kelas aku kembali ke kantorku. Masih ada waktu
setengah jam sebelum jam kantorku di mulai.
Jadi aku melakukan hal terpenting yang bisa kulakukan: memandangi
ponselku, menyuruhnya bergetar. Tapi ia hanya tergeletak di sana seolah
berpura-pura menjadi tikus mati hanya demi membuatku sebal. Kenapa ia tidak
membalas emailku? Apakah ia kesal atas perlakukanku? Kesal karena aku
mengajaknya minum kopi musim panas kemarin tapi lalu menghindar? Atau bahkan ia
sudah lupa itu karena baginya, aku hanya seorang dari serentetan dosen yang
dijumpainya selama tahun-tahun kuliahnya, serentetan dosen yang akan langsung
dilupakannya begitu ia lulus dan melanjutkan hidupnya?
Ponselku terlihat semakin besar dan semakin mirip
kucing mati. Aku mendesah. Aku tahu dengan ponselku di atas meja seperti ini,
aku tidak akan mampu berfungsi baik pada jam kantor. Aku pun memasukkannya ke
dalam laciku sebelum ponsel itu jadi sebesar rusa mati. Aku membanting tutup
laciku dan dengan terpaksa memulai jam kantorku.
One of my favorite authors / writers
Comment on chapter opening page