Flashback on
“Terus gimana
pas pulang nanti? Ibu lo nggak masalah kan lihat novel sebanyak ini? Apa lagi
udah mau ujian.”
“Santai aja,
aman kok.” Bintang beralih mengambil paper bag berisi novel-novelnya. “Makasih
ya, Mbak,” santunnya pada Mbak kasir.
Baru Bintang
ingin pergi, Mbak kasir kembali memanggilnya.
“Eh, tunggu
Mbak!”
Saat Bintang
kembali menghadap kasir, Mbak kasir tampak bingung seperti melupakan sesuatu.
“Sebentar ya,
Mbak. Ada yang tertinggal, jadi saya ambil dulu di gudang.”
Bintang menurut
saja, tapi Rena yang sudah lebih dulu berjalan harus kembali dan bertanya, “Ada
apa, Tang?”
Bintang
mengedikkan bahu sebagai jawaban. Tidak lama Mbak kasir datang membawa buku
lain yang masih tersegel seperti buku baru lainnya. Tapi mata Bintang tidak
bisa dibohongi, ia bisa melihat kertas buku itu sudah menguning dan terdapat
bercak-bercak cokelat.
“Maaf Mbak
menunggu, ini ada hadiah dari penulis RedFox kepada penggemar yang membeli
seluruh edisi novel cetak keduanya.”
Keraguan
tergambar jelas di wajah Bintang. Yang benar saja hadiahnya adalah buku tua,
tanpa hadiah ia akan tetap membeli novel RedFox.
“Ini rahasia,
Mbak. Buku itu sebenarnya novel edisi terbatas RedFox,” lanjut Mbak kasir
sambil berbisik menunjuk buku yang sudah berada di tangan Bintang.
Senyum Bintang
langsung merekah. Ia akan memisahkan novel edisi terbatas RedFox dengan buku
yang lain. Akan Bintang jadikan harta pusaka dengan perawatan yang berbeda
pula, apa lagi ia tahu jika novel itu cetakan lama jika dilihat dari fisiknya.
“Loh kok lo
taro tas, Tang? Masih ada space di paper bag, kan?” Rena hanya memperhatikan
saja, sampai ia bingung bagaimana cara Bintang memegang buku hadiah itu dengan
hati-hati.
“Ini keramat,
Ren. Kalau lo nggak ngerti apa-apa, mending diam aja deh.”
Flashback off
Segera Bintang membuka tas
mencari novel yang bisa ia baca malam ini. Toh Ibu terus menganggapnya tidak
pernah belajar, jadi Bintang akan mewujudkannya.
Karena Ibu sedang
menghukumnya, mungkin malam ini tidak akan ada yang mencarinya. Ditambah besok
akhir pekan, Ayahnya ada di rumah jadi Bintang hanya harus keluar kamar untuk
makan bersama saja.
Maka dari itu, Bintang
bertekad akan maraton baca novel keramatnya ini.
Oh~ Bintang merasa Dewi
Keberuntungan itu memang benar adanya. Apapun masalah yang dihadapi, pasti ada
celah untuknya bisa bernapas dan bertahan. Seperti masih ada satu-satunya novel
untuk ia baca, padahal semuanya sudah disita.
Mengambil posisi setengah
berbaring dengan leher masih tersanggah bantal yang menempel dinding. Bintang
bersiap membaca novel edisi terbatas RedFox yang dipegang permukaan cover-nya
kasar.
Tidak ada ilustrasi yang
berarti, hanya membentuk salur-salur seperti serat kayu. Alis Bintang mengerut
dengan novel yang terkesan antik itu, saat dibuka lembar pertama hanya kertas
kosong usang yang terdapat bolongan seperti terbakar sesuatu.
“Ini ... plastik, tapi
terasa nyata. Gila, ini sih kalau dijual bisa mahal banget kalau kualitasnya
sebagus ini! Gue ketipu dikira cetakan lama.” monolognya mengagumi desain buku
pada novel yang tidak main-main, walau tanpa ilustrasi. Hanya dengan visual
sederhana ‘tampak’ buku berdasarkan kesan, tekstur, dan aroma.
Ya! Ada aroma tipis saat
Bintang membuka halaman pertama. Ia mengendus lebih dekat untuk memastikan, dan
itu benar. Seperti kayu kering yang melapuk setelah terus menerus terkena
sengatan matahari.
“Love you, RedFox!
Hiks, gue merasa terhormat dapat hadiah berkualitas kayak gini.” Mendramitis
perasaannya, Bintang sangat terharu. Ini membuatnya semakin penasaran, kisah
seperti apa yang akan RedFox sampaikan di novel edisi terbatasnya kali ini.
Lembar kedua tertulis judul
buku ‘King of the Entire Empire’, Bintang anggap begitu. Sampul buku
tidak ada tulisan apapun termasuk nama penulisnya, di lembar inilah baru ada
tulisan besar yang dianggapnya judul, karena di bawahnya tertulis, ‘Written
by RedFox’.
Decak kagum tidak berhenti
ia gumamkan sembari memuja penulis RedFox. Karena setiap inci buku yang Bintang
sentuh seperti memiliki arti tersendiri. Sebelum tahu cerita di dalamnya,
Bintang seperti sudah diajak untuk berimajinasi pada sesuatu yang begitu mewah
dengan berbagai macam arti.
“Oho! Langsung prolog?”
Sepertinya Bintang mengerti kenapa buku ini tidak disebarluaskan dan hanya
dijadikan sebagai hadiah untuk penggemar setianya saja. RedFox mencetak buku
tersebut secara indie tanpa mengklaim hak cipta.
POV 1 - Villainess
“Heh? ....” Dilembar
selanjutnya tertulis peringatan dalam sudut pandang pembaca. Yang mana pemeran
utamanya adalah sang villainess menggunakan POV pertama.
Novel-novel RedFox selalu
mendapat perhatian publik dengan keunikannya dalam menulis cerita. Memiliki
kesan fresh di setiap karya barunya, entah dari gaya berbahasa ataupun
menaruh sudut pandang cerita yang membawa pembaca dapat merasa masuk sebagai
sosok yang tidak pernah dibayangkan sebelumnya.
Dengan genre fantasi,
RedFox seakan memperlihatkan dunia baru yang benar-benar berbeda dari
kenyataan. “Oh my god, gue deg-degan! Ayo tenang, dan baca aja.”
Aku adalah kau,
kau adalah aku. Jiwaku pergi bersama rasa cintaku pada Kaisar. Misiku belum
berakhir walau masa hidupku sudah di ujung kematian. Hati kaisar semakin keras, dan di sisa napasku tatapan penuh
kebencian darinya berikan.
Hanya satu paragraf dalam
satu lembar prolog yang Bintang pikir sangat memboros kertas. Saat ia membuka
halaman berikutnya ....
“Akh! Sakit.” telunjuk
Bintang berdarah terkena ujung kertas yang tajam. Ini tidak pernah terjadi,
Bintang pikir kualitas kertas yang digunakan untuk novel ini terlalu bagus
sampai menjadi sangat berbahaya. Ia harus hati-hati. “Yah kotor! Padahal edisi
terbatas, haaa~ Bodoh banget gue, ini juga kertas kok tajem banget.”
Sambil mengemut jari,
Bintang melanjutkan bacaannya. Prolog belum selesai, masih ada kelanjutan
dengan paragraf yang lebih banyak.
Yang perlu kamu
ingat, Kaisar adalah milikku. Tidak seharusnya ia membenciku, karena akulah
yang memberikannya dukungan, kekuasaan, dan tahta. Aku mengerti jika dia mau
bersamaku hanya untuk memanfaatkanku, karena aku pun mengincar posisi Ratu dan
Permaisuri agar dunia tunduk padaku. Namun siapa sangka jika semua itu bagian
dari rencana Kaisar. Setelah memberikan segalanya, aku diperas habis sampai
berakhir dalam skema pembunuhan.
Jantung Bintang berdebar
tanpa sebab, seperti ada kecemasan yang memasuki dirinya. Tubuh Bintang
perlahan terasa berat, pegal, dan menjadi lebih sering menguap, namun tidak
dihiraukan. Bintang tetap fokus membaca dan meresapi apa yang tertulis di sana,
Seseorang yang
kamu cintai menginginkan dirimu mati. Aku mengikuti alur rencananya sebelum
menjual jiwa pada sang Kehidupan dan Kematian, untuk menunjukmu melanjutkan
hidupku. Entah balas dendam atau belas kasih cinta, jadilah diri sendiri untuk
memilih bagaimana jalan hidup yang akan kamu tempuh.
Anggap saja aku
memberikanmu kesempatan hidup bebas dengan identitasku, karena aku sudah lelah
bekerja kerah yang malah berakhir tragis. Kamu dapat menikmati kekuasaan dan
harta yang melimpah berada di posisi tertinggi. Maka lakukanlah apapun
sesukamu.
Bintang mengernyit,
merasakan sensasi aneh yang membuatnya berpikir jika buku itu sedang bicara
padanya, padahal itu hanya POV. Tanpa berpikir lebih panjang, ia kembali
membaca walau rasa kantuk menghajarnya dengan keras.
Gunakan
kesempatan ini dengan baik tanpa perlu sungkan. Salam Putri klan Aneemos,
Aglaia Zoffy.
Saat itu juga Bintang tidak
bisa menahan kantuknya dan tertidur dengan buku yang terjatuh dari tangannya
menimpa wajah. Beberapa saat muncul sebuah sinar misterius dari buku begitu
terang mengalahkan lampu kamar. Lalu seketika padam begitu saja dengan lampu
kamar Bintang, hingga kegelapan yang tersisa.
***
Semilir angin membawa
dingin, menjalar perlahan dari ujung kaki hingga sekujur tubuh. Semakin lama
hembusan angin kian kencang, disusul suara guntur terdengar begitu dekat. Aroma
tanah basah menusuk penciuman sukses mengganggu tidur yang tengah terlelap.
Perlahan kelopak netra
terbuka, mengerjap-ngerjap menyesuaikan cahaya ruangan yang menyilaukan. Tubuh
yang kaku itu bangun terduduk, sedikit sakit membuatnya melakukan peregangan.
Saat kesadaran terkumpul, manik berwarna hijau itu mengedarkan pandangan.
“Gue dimana?” Matanya turun
pada apa yang dikenakan. Gaun tipis dan ia di atas pembaringan besar berkain
lembut. “Tunggu tunggu tunggu!”
Beranjak keluar dari
pembaringan, ia memastikan lagi apa yang dilihatnya ..., “Astaga, ini dimana?”
Semua tampak asing dan membuatnya linglung.
Angin menerpa dari belakang
dan membuat rambutnya terbang. Membalikkan tubuh menghadap jendela besar
terbuka, pemandangan yang diperlihatkan adalah hamparan awan gelap dengan
langit yang terbelah sesekali.
Tiba-tiba matanya
kelilipan, ia menyibak rambut panjangnya dengan kasar sembari memikirkan apa
yang terjadi pada- Tunggu! Rambut panjang? Bahkan berwarna putih bergelombang
....
Langkahnya menghampiri
cermin, dan yang ditemukan bukanlah sosok dirinya. “Siapa itu?” semakin
mendekat, jemari tangannya merasakan dingin permukaan cermin yang berarti itu
adalah pantulan dirinya.
Bahkan jamari itu bukan
miliknya, ramping, putih, dan lentik.
Menggelengkan kepala, ia
juga menampar pipinya sendiri. “Bintang bangun! Mimpinya keterlaluan sampai
ngubah fisik diri sendiri secantik it-”
JDER!
Reflek seperti biasa, suara
mengerikan itu membuatnya berjongkok dan menutup telinga. Matanya juga cepat
menangkap cahaya kilat dari pantulan cermin yang menandakan, itu adalah
kebiasaan yang dilakukannya saat ketakutan menjadi lebih sensitif.
PRANG!
Ia terlonjak, lalu menoleh.
seorang wanita di ambang pintu menjatuhkan nampan yang entah apa isinya sudah
pecah saat ini.
“Ya-Yang Mulia! Yang Mulia
ampuni saya, saya pantas dihukum karena lalai menjaga Yang Mulia.”
Wanita itu bersujud di
bawah kakinya, namun langsung ia melangkah mundur merasa tidak enak. “E-em
....”
“Saya pergi sebentar untuk
mengambil selimut baru Yang Mulia. Saat keluar saya baru menyadari cuaca sedang
buruk, maka saya kembali untuk menutup jendela dan membawakan minuman
penghangat Yang Mulia.”
Tangan gemetar yang tanpa
sadar menggigit kuku menghilangkan kegugupannya. Apa yang maksud semua ini ...
apa yang terjadi padanya?
“Ya-ya, bisa tolong
tutupkan jendela itu dulu? Petirnya menyambar nanti kalau memantul ke cermin.”
Jendela itu begitu besar hingga ia tidak tahu bagaimana menutupnya, jadi
permintaan itulah sebagai respon pertamanya.
Menyadari kesalahannya,
wanita itu memanggil sekumpulan wanita lainnya membagi tugas, menutup jendela,
membersihkan nampan yang terjatuh, dan menyiapkan lilin. Mereka mengenakan
pakaian yang sama dan sederhana. Ia pernah melihatnya di internet, seperti
stola.
Saat jendela ditutup
ruangan menjadi gelap gelapnya, Ia baru sadar jika tidak ada lampu atau
penerangan lain, bahkan di langit-langit ruangan. Dan yang bertugas menyalakan
lilin, rupanya tidak cukup hanya satu atau dua lilin untuk menerangi ruangan
yang luas itu.
“Yang Mulia, jendela sudah
ditutup. Apa ada yang Yang Mulia perintahkan lagi?”
Wanita itu menundukkan
pandangan padanya, dan wanita lainnya pun begitu setelah menyelesaikan tugas
mereka.
“Te-terima kasih,” ucapnya
yang diberi reaksi berlebihan. Mereka tampak terkejut dengan begitu jelas, tapi
ia tetap mengulurkan tangan walau ragu dengan tindakannya. Ia tahu situasi yang
dihadapi, jika mereka menganggapnya sebagai orang yang tinggi. Namun ia tidak
mengerti apa yang sedang terjadi padanya.
“Em, permisi. Boleh saya
tanya siapa kalian? Na-nama saya Bintang, saya tidak tahu kenapa bisa ada di
sini.”
Mereka saling bertukar
pandang dengan tubuh yang masih membungkuk. Hanya wanita pertama yang
menegakkan tubuh, walau matanya masih menatap ke bawah.
“Izin
memperkenalkan diri kembali, Yang Mulia. Saya Peony Pasha, dayang Yang Mulia
Ratu Aglaia Zoffy. Mungkin efek racun membuat Yang Mulia melupakan saya, jadi
izinkan saya memanggil tabib untuk Yang Mulia Ratu.”