Read More >>"> Dream of Being a Villainess (Part 2 - Membeli Novel) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Dream of Being a Villainess
MENU
About Us  

Di meja paling belakang yang terkenal ‘ada penunggunya’ adalah tempat biasa kumpul Bintang bersama teman-temannya. Bersebelahan dengan tempat siswa bermasalah juga berkumpul.

“Udah selesai? Ada perlu apa Mrs. Emely manggil lo? Srup~” tanya Sasa disusul dengan seruputan minum yang hampir habis.

Bintang mengedikkan bahunya, malas untuk menjelaskan. Energinya habis dan jadi merasa lapar. “Pesenin gue apa kek, yang seger-seger.”

“Enak ya, baru duduk udah nyuruh-nyuruh. Berasa Princess ya, Mbak.” Nyinyir Tiara, walau begitu ia tetap bangkit dari duduknya menuruti permintaan Bintang.

“Hahaha ... Tiara! Sekalian makanannya ya!” Tambah Rena, ia masih lapar. Lagi pula, Bintang tidak bisa dibiarkan hanya minum saja tanpa makan bukan? “Tapi itu bukan masalah kan, Tang? Selain tidur lo hampir telat hari ini,” tanya Rena khawatiran.

Memangku kepala dengan satu tangan, Bintang memasang wajah lelah. “Hm. Cuma ngerasa capek aja ngadepin Guru killer.” Lalu seperti ada sesuatu Bintang menegakkan tubuhnya tiba-tiba. “Eh guys! Hari ini banget, novel barunya RedFox udah bisa dibeli di toko buku.”

Menaruh pesanan teman-temannya Tiara langsung menyambar, “Novel lagi- novel lagi. Kurang-kurangin, Tang. Kita udah mau ujian.”

Sasa memutar matanya, melihat mata Bintang jadi berbinar-binar saat membicarakan novel. Padahal beberapa menit lalu ekspresi Bintang muram. “Kalau udah maniak novel susah dibilangin, Ti. Lagian selama ini kerjaan Bintang cuma baca novel, tapi nilainya juga fine aja.”

Ah, Bintang tahu kalau Sasa iri padanya. Sasa itu anak gaming yang memiliki channel stream di YouTube. Memiliki hobi yang sama menghabiskan waktu seperti Bintang, tapi Sasa memang bukan orang yang cepat menangkap pelajaran dalam belajar.

“Karena gue cerdas, hahaha ....” Bercanda. Kepercayaan diri Bintang hanya bercanda, tapi cukup membuat hati Sasa memanas. “Pokoknya hari ini gue mau beli novel! Ada yang mau temenin nggak?” teriaknya yang berujung minta ditemani.

“Males gue! Mending gue main bareng Nadim. Ya nggak, DIM?! Awas lo ninggalin gue lagi.” Sambil beralasan, Sasa beraling ke salah satu siswa bermasalah. Di sana ada Nadim, tetangga sekaligus sahabat Sasa dari kecil.

Sudah menjadi rahasia umum jika Nadim sebenarnya menyukai Sasa, tapi Sasa-nya saja yang tidak peka. Bahkan kenapa Bintang dan teman-temannya bisa mendapat tempat kumpul tetap di kantin, ya, karena Nadim yang ingin melindungi Sasa dari dekat.

Bintang membiarkan tingkah Sasa yang seperti itu. Tidak ada gunanya marah, lagian Sasa sudah baik padanya hari ini. “Kalian?” tanyanya pada Tiara dan Rena.

“Ck! Lo tuh kalau ngajak jangan dadakan makanya. Gue ada rapat OSIS pulang sekolah nanti, kecuali kita perginya besok” Tiara malah menyalahkan Bintang. Bukan begitu juga sih, karena sebenarnya Tiara ingin ikut menemani Bintang.

“Besok ya? Hm ... nggak ah, gue udah nggak sabaran. Malam ini mau langsung baca novelnya, baut gue review.” Walau Bintang tahu maksud Tiara, tapi ia sudah punya jadwal sendiri sebenarnya.

Bintang juga memikirkan waktu belajarnya untuk ujian.

“Gue temenin deh, sekalian mau beli kado Kakak gue yang baru married. Lo temenin gue juga ya?” Rena yang tidak ada alasan menolak, sekalian saja mengambil kesempatan untuk urusannya sendiri.

Bintang mengacungkan jempol pada Rena. Hari yang dikira suram sepenuhnya, ternyata masih ada hal yang membuat Bintang kembali bersemangat. Yaitu hobi membaca novel dan menulisnya.

***

Dua tumpuk novel di meja kasir membuat Rena melongok. “Tang, yang benar aja. Lo baca ini semua, terus lo review? Nggak sekalian aja lo beli tokonya.” Ini bukan pertama kalinya Rena mengantar Tiara ke toko buku, tapi sampai seperti ini ....

Total ada lima belas buah novel dan kebanyakan sudah pernah Bintang beli sebelumnya. “Nggak semua, kayaknya cuma ada lima buku terbitan baru yang bakal gue review. Yang lainnya itu cetakan kedua novelnya RedFox. Cover-nya lucu deh, karena nggak tahan jadi gue beli.”

“Lo kebanyakan duit atau gimana, Tang? Itu ... 600 ribu melayang cuma buat novel yang udah lo punya.” Rena miris melihat Bintang membayar dengan ringan tangan. “Orang tuh jadi kolektor apa, yang mahal tapi ada nilai jualnya. Kalau novel? Isi ceritanya tetap sama kan?”

Bintang mengangguk, membenarkan perkataan Rena. “Untuk novel pertama, gue emang beli untuk baca ceritanya. Yang kedua ini, lihat, estetika buku ditingkatkan oleh penerbit. Gambaran yang ada di novel diilustrasikan lebih dalam dan bermakna. Kalau lo bilang gue kolektor novel, hm ... mungkin benar.” Bintang tersenyum bangga dengan hobinya yang semakin fanatik.

Lagi pula, hobi Bintang tidak merugikan siapapun. Ia membeli semua novel hasil dari 70% sisihan uang saku sekolahnya.

“Hah... terserah deh. Lo masih harus nganterin gue keliling mall, buat cari kado. Gimana lo bawa buku berat itu sendiri?”

Pada dasarnya Rena memang tidak suka apapun buku yang hanya berisi tulisan saja, sampai mual membayangkan bagaimana ia membaca tumpukan novel Bintang.

“Susah banget sih hidup lo. Kan ada penitipan barang, kita ke depan dulu buat nitip ini. Okey!”

Sia-sia mengkhawatirkan Bintang yang terlihat sangat senang saat ini, dan bodohnya Rena tidak terpikirkan jika ada penitipan barang. “Terus gimana pas pulang nanti? Ibu lo nggak masalah kan lihat novel sebanyak ini? Apa lagi udah mau ujian.”

Siapa bilang Bintang tidak khawatir, tekanan di rumah semakin besar menuntutnya untuk belajar. Tentu, Bintang akan belajar dan berusaha mendapatkan nilai sebaik mungkin, tapi tidak perlu diperlihatkan bukan?

Apa yang Bintang beli saat ini adalah hiburan untuknya. Bintang sudah janji untuk belajar, bagaimana ia belajar ... itu urusannya sendiri. “Santai aja, aman kok.”

***

Memasuki pagar rumah, dari sela-sela tanaman hias Bintang bisa melihat sang ibu sedang duduk bersantai di teras. Wanita itu terlihat lelah di wajahnya, pasti baru selesai menyirami tanaman. Terhirup bau tanah yang basah dan kilapan air yang di helai daun tanaman.

Beralih pada dua paper bag yang ia bawa, Bintang jadi gugup membayangkan reaksi Ibu saat melihatnya. Berusaha tetap teguh Bintang akan berpikir positif, ia akan membuat alasan untuk lebih semangat belajar.

Melangkahkan kaki perlahan Bintang mengatur napas, ingin sekali Bintang memeluk ibunya, entah kenapa ia merasa rindu.

“Oh anak Ibu sudah pulang?” Ibu bangkit dari duduknya, namun matanya langsung mengarah pada apa yang Bintang bawa. “Apa itu Bintang?” Suaranya berubah menjadi dingin, langkah yang ingin menyambut kepulangan sang putri terhenti.

“Tadi Bintang ke mall, Bu. Nganterin Rena beli kado buat Kakak-nya, terus sekalian deh Bintang ke toko buku dan membeli-“

“Novel?” potong Gina yang tidak lepas memandang paper bag seperti sedang men-scan isinya.

Ekspresi Ibu terlihat tidak baik. Apa mungkin ketahun Bintang berbohong dengan memberikan urutan yang salah? karena sebenarnya Rena lah yang mengantar Bintang.

“Hehehe ... iya, Bu. Bintang nggak tahan lihat novel terbitan baru.” Metode merubah suasana, dengan jawaban sok polos Bintang berharap Ibu tidak menganggap serius hal ini. Lagi pula saat membeli ia tidak meminta uang lagi pada Ibu-nya.

“Ibu dapat laporan dari grup wali murid, untuk SNBP nilai pelajaran pendukungmu kurang dari syarat passing grade jurusan Kedokteran. Artinya kamu sudah siap untuk SNBT.” Sarkas Ibu yang semakin mendekat ke arah Bintang.

Bintang berusaha tetap seperti tidak melakukan kesalahan, sampai akhir ia akan pura-pura tidak mengerti maksud Ibu. “Itu benar, Bu. Mrs. Emely sudah menyarankan Bintang untuk ganti jurusan, tapi Bintang tolak. Kalau tidak diterima, Bintang akan belajar untuk persiapan SNBT, Bu. Sungguh!”

Lagi-lagi dengan bumbu kebohongan, Bintang jadi terbiasa untuk itu. Senyum buatan Bintang juga berusaha dipertahankan, namun pada akhirnya tetap runtuh.

“Apanya yang belajar, hm?” Dua paper bag direbut paksa oleh Ibu dari tangan Bintang, lalu melemparnya ke sembarang. “Apa itu belajar?!” tunjuk Ibu pada novel-novel yang berserakan keluar dari paper bag. “Bintang, Ibu hanya ingin yang terbaik untukmu! Kenapa kamu sulit sekali untuk diarahkan? Kamu ingin lihat Ibu mati berdiri karena terus memarahimu yang keras kepala, huh?!”

Bintang menjadi kaku dan menatap Ibu tidak percaya. Bukan hanya apa yang sudah dilakukan, tetapi juga apa yang baru saja Ibu-nya katakan. Bukan sarkas, bukan tuntutan, atau hinaan untuk Bintang. Itu seperti kutukan yang mengatakan Bintang sebegitu durhakanya pada orangtua.

Senakal itukah Bintang di mata Ibu-nya, sampai dinilai Bintang ingin melihat ‘Ibu mati berdiri’?

“Kamu bukan anak-anak lagi Bintang, bisakan kamu bedakan waktu bermain dan belajar? Sedikit lagi kamu mau ujian, dan masih sempat-sempatnya membeli novel baru. Ibu nggak percaya kamu bisa belajar kalau ada novel baru. Ibu tahu sifat jelek kamu kayak apa.”

Selama ini Bintang bisa menahannya, tapi sekarang tidak. Air mata Bintang berhasil lolos begitu saja. Kata demi kata yang Ibu ucapkan menggores perasaan Bintang.

Ini memang risiko Bintang yang tidak ingin memperlihatkan bagaimana usahanya belajar pada orang lain, hingga ia dianggap hanya terus bermain. Tapi dari hasil ujiannya sampai saat ini sudah cukup memuaskan, apa harus dianggap sebagai keberuntungan juga?

“Bintang belajar, Bu. Ranking dua di kelas dan ranking enam seangkatan apa Ibu tidak lihat, hanya karena dua mata pelajaran Bintang yang kurang?” Bintang hanya bisa membela diri dengan suara yang lirih, tubuhnya pun gemetar saat ia berusaha tidak ingin mengeluarkan isakan dari mulutnya.

Saat itu juga Gina tersadar, dengan apa yang dilakukannya pada Bintang. Ia hanya berpikir jika anaknya itu harus ditegasin, karena apa yang dilihat selama ini membuatnya sulit percaya dengan ucapan Bintang yang berkata akan belajar.

Sampai membuat Bintang yang keras kepala menangis, Gina merasa sudah berlebihan. Karena terlalu khawatir Bintang tidak dapat meraih cita-cita, membuatnya sedikit emosional. “Huh ... masuk ke kamarmu dan belajar. Ibu sudah membereskan novel-novelmu untuk sementara, sampai kamu dinyatakan lulus kuliah Kedokteran.”

Novel yang baru Bintang beli, hatinya miris melihat semua tergeletak seperti sampah. Mau bagaimana lagi? Jika diteruskan dan Bintang melawan, pertengkaran itu hanya merugikan Bintang. Pasti nanti akan sampai ke telinga Ayah-nya, yang tentu saja diceritakan oleh Ibu dengan versinya. Di mana Bintang akan semakin jadi yang bermasalah.

Saat Bintang ingin ke kamar melewati Ibu. Ada satu kalimat yang membuat Bintang lega untuk tetap diam dan membiarkan Ibu menuduh sesuka hatinya. “Ibu harap Ayahmu tidak pernah melihat sikap keras kepalamu ini.”

Seperti sudah terkonfirmasi, Bintang melesat ke kamar dan mengunci pintu ganda. Melempar tas ke sembarang arah dengan dirinya duduk bersandar pada daun pintu.

Dadanya terasa sesak, air mata tidak berhenti mengalir, Bintang sudah tidak kuasa mengendalikannya lagi. Ia hanya bisa memukul-mukul dada berharap sesaknya menghilang.

Bintang sadar betul dengan kemampuan dan kecerdasannya, ia pikir itu semua seperti sang Ayah. Tetapi perasaan yang lemah dan keras kepala, itu murni diturunkan Ibu-nya. Walau begitu, akar tidak bisa disalahkan, orang tuanya tidak salah walau sudah membuat Bintang benci dengan keadaan saat ini.

Hati Bintang menolak membenci orang tuanya. Ya, ada cerita yang membuat orangtua Bintang tidak bisa fleksibel dengan pilihan Bintang. Dan itu tidak bisa diubah begitu saja.

Perasaan bimbang dan terkadang terlintas ingin menyalahkan sesuatu membuat Bintang tidak mudah menghentikan tangisannya. Sudah dua jam masih berlangsung, hingga rasanya pasokan air mata Bintang habis dan kering. Tersisa sesegukannya yang terasa sesak.

Setelah bisa menguasai diri, ia ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Tidak butuh waktu, Bintang berbaring di ranjang mengatur napas dalam keheningan. Jika seperti ini ia jadi tidak mood belajar, namun juga bosan tidak melakukan apapun.

Dalam pikirannya yang random, ia kembali mengingat-ingat hal yang menyenangkan. Perasaan saat memilih novel-novel yang ia beli hari ini. Bintang bahkan mengingat sinopsis novel terbitan baru yang sangat membuatnya penasaran.

Seketika Bintang terbangun dari pembaringan. Ia teringat jika masih ada novel yang selamat!

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Perjalanan Move On Tata
426      280     0     
Short Story
Cinta, apasih yang bisa kita katakan tentang cinta. Cinta selalu menimbulkan rasa sakit, dan bisa juga bahagia. Kebanyakan penyakit remaja sekarang yaitu cinta, walaupun sudah pernah merasakan sakit karena cinta, para remaja tidak akan menghilangkan bahkan berhenti untuk bermain cinta. Itulan cinta yang bisa membuat gila remaja.
Love Dribble
9276      1671     7     
Romance
"Ketika cinta bersemi di kala ketidakmungkinan". by. @Mella3710 "Jangan tinggalin gue lagi... gue capek ditinggalin terus. Ah, tapi, sama aja ya? Lo juga ninggalin gue ternyata..." -Clairetta. "Maaf, gue gak bisa jaga janji gue. Tapi, lo jangan tinggalin gue ya? Gue butuh lo..." -Gio. Ini kisah tentang cinta yang bertumbuh di tengah kemustahilan untuk mewuj...
27th Woman's Syndrome
9865      1839     18     
Romance
Aku sempat ragu untuk menuliskannya, Aku tidak sadar menjadi orang ketiga dalam rumah tangganya. Orang ketiga? Aku bahkan tidak tahu aku orang ke berapa di hidupnya. Aku 27 tahun, tapi aku terjebak dalam jiwaku yang 17 tahun. Aku 27 tahun, dan aku tidak sadar waktuku telah lama berlalu Aku 27 tahun, dan aku single... Single? Aku 27 tahun dan aku baru tahu kalau single itu menakutkan
Tsurune: Kazemai Koukou Kyuudoubu - Masaki dan Misaki dan Luka Masa Lalu-
2931      915     1     
Fan Fiction
Klub Kyudo Kazemai kembali mengadakan camp pelatihan. Dan lagi-lagi anggota putra kembali menjadi 'Budak' dalam camp kali ini. Yang menjadi masalah adalah apa yang akan dilakukan kakak Masaki, Ren, yang ingin meliput mereka selama 3 hari kedepan. Setelah menjadi juara dalam kompetisi, tentu saja Klub Kyudo Kazemai banyak menjadi sorotan. Dan tanpa diketahui oleh Masaki, Ren ternyata mengundang...
Luka di Atas Luka
399      262     0     
Short Story
DO NOT COPY MY STORY THANKS.
Sampai Kau Jadi Miliku
1014      504     0     
Romance
Ini cerita tentang para penghuni SMA Citra Buana dalam mengejar apa yang mereka inginkan. Tidak hanya tentang asmara tentunya, namun juga cita-cita, kebanggaan, persahabatan, dan keluarga. Rena terjebak di antara dua pangeran sekolah, Al terjebak dalam kesakitan masa lalu nya, Rama terjebak dalam dirinya yang sekarang, Beny terjebak dalam cinta sepihak, Melly terjebak dalam prinsipnya, Karina ...
Salon & Me
2867      898     11     
Humor
Salon adalah rumah kedua bagi gue. Ya bukan berarti gue biasa ngemper depan salon yah. Tapi karena dari kecil jaman ingus naek turun kaya harga saham sampe sekarang ketika tau bedanya ngutang pinjol sama paylater, nyalon tuh udah kaya rutinitas dan mirip rukun iman buat gue. Yang mana kalo gue gak nyalon tiap minggu rasanya mirip kaya gue gak ikut salat jumat eh salat ied. Dalam buku ini, udah...
Lavioster
3493      969     3     
Fantasy
Semua kata dalam cerita dongeng pengiring tidurmu menjadi sebuah masa depan
MY MERMAN.
564      409     1     
Short Story
Apakah yang akan terjadi jika seorang manusia dan seorang duyung saling jatuh cinta?
TO DO LIST CALON MANTU
1043      442     2     
Romance
Hubungan Seno dan Diadjeng hampir diujung tanduk. Ketika Seno mengajak Diadjeng memasuki jenjang yang lebih serius, Ibu Diadjeng berusaha meminta Seno menuruti prasyarat sebagai calon mantunya. Dengan segala usaha yang Seno miliki, ia berusaha menenuhi prasyarat dari Ibu Diadjeng. Kecuali satu prasyarat yang tidak ia penuhi, melepaskan Diadjeng bersama pria lain.