Read More >>"> My Dangerious Darling (Chapter 2 Mari Kita Berteman, Para Ansos!) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - My Dangerious Darling
MENU
About Us  

"Arisa, sudah selesai?"

"Sudah, bu!"

"Jenny, bagaimana?"

"Maaf, sebentar...."

"Vicky?"

"Siap!"

Semua mata langsung tertuju pada wanita di hadapanku. Ada yang takjub, ada yang heran, ada yang penasaran, dan ada yang langsung memotretnya. Wanita itu tersipu malu dan tak berani bergerak, apalagi sekedar menyunggingkan senyum. Dia hanya melirik kesana kemari untuk menghindari segala tatapan mata yang menyerangnya ganas. Aku berbisik padanya agar tetap tegak dan tersenyum agar tak mengecewakan mereka.

"Sempurna! Benar-benar sempurna!" Puji Bu Claire, dosen yang mengawasiku hari ini. "Sudah ku duga, Nak Vicky selalu menghasilkan karya yang luar biasa! Walaupun sepertinya sedikit ada yang berbeda hari ini."

Aku tersenyum malu menanggapinya. "Oh iya. Maaf, bu. Peralatan makeup yang saya pakai hari ini berbeda dari biasanya. Ini peralatan yang saya pinjam dari Maurice, anak kelas sebelah karena punya saya hilang. Jadi tone foundation dan warna paduan lainnya berbeda dari biasanya. Tapi saya tetap berusaha yang terbaik."

Bu Claire bertepuk tangan. "Itu baru mahasiswa ibu. Walau cuma kamu yang laki-laki disini, tapi kamu selalu menghasilkan riasan yang selalu membuat ibu terpukau. Tapi ibu masih ingin memberi catatan." Dosen itu memberikan beberapa kritikan halus tentang hasil riasan pada modelku. Aku memperhatikannya dan mencatatnya di buku saku dengan seksama. Sementara teman-teman sekelasku malah sibuk berswafoto dengan model yang baru saja ku makeover.

Kemudian, Bu Claire beralih memeriksa ke pekerjaan temanku yang lain. Aku menghela napas karena perasaan gugupku perlahan hilang. Untung saja mood bu dosen itu lagi bagus, jadi aku tidak terkena amukan. Walaupun dia memuji hasil kerjaku, sebenarnya aku juga dapat banyak kritikan. Salah satu yang dikritik adalah peralatan makeup yang ku pakai, yang sebenarnya bukan bahan bagus dan juga pinjaman. Peraturan di kelas ini, mahasiswa tidak boleh saling pinjam peralatan makeup karena mengurangi tingkat higienis-nya. Ya sudahlah, yang penting beliau senang. Sekarang, aku harus segera menenangkan modelku yang tengah malu dan bingung ingin menghapus riasan di wajahnya. Padahal aku sendiri belum ber-swafoto dengannya.

***

Oh ya, namaku Vicky Adriansyah. Biasa dipanggil Vicky. Sekarang sedang menjalani semester empat di program Vokasi jurusan Tata Rias. Jangan tanya aku dengan sirik, mengapa aku yang laki-laki memilih jurusan ini. Aku menyukainya dan menikmatinya. Itu jawaban yang cukup kan?

Setelah mengembalikan peralatan makeup punya Maurice –yang sebenarnya adalah model yang ku rias tadi, haha-, aku memilih untuk makan di kantin. Sekarang sudah tengah hari. Aku lupa sarapan karena fokus dengan tugas merias model tadi. Rasanya perutku sedang tersiksa.

"Mbak, nasi ayam geprek satu dan es jeruk satu," pesanku pada mbak kantin. Gadis itu mengangguk dan segera menyiapkan yang ku inginkan.

"Vicky?" Panggil seseorang dibelakangku.

Aku tersentak. Siapa nih? Sudah lama aku tidak mendengar suara cowok memanggilku, karena aku biasa dikelilingi teman sekelasku yang cewek semua. Jangan-jangan....

"Ariel?" Tebakku setelah aku berbalik dan melihat wajahnya yang samar-samar ku ingat.

"Yes! Apa kabar, Vick? Kemana aja lo?" tanyanya beruntun dengan sok akrab.

Aku cuma terkekeh. Aku kira dia termasuk "fans gelap"-ku. Ternyata bukan. Dia Ariel, temanku saat OSPEK dulu di kampus ini. Karena beda jurusan, kami terpisah setelah OSPEK dan tidak pernah kasih kabar. Laki-laki ini orangnya cukup menyebalkan karena sikapnya yang rame dan sok akrab. Walaupun begitu, dia orang baik, karena dia termasuk orang yang mau menerimaku. Dan sekarang aku pun menjawab salamnya, "Gue baik dan selalu disini. Elu yang gimana? Abis inagurasi OSPEK langsung ilang kek setan!"

"Gue mah selalu baik. Sorry, gue kan terkenal, jadi gue harus pinter-pinter sembunyi dari para cewek yang ngejar gue!"

Haha. Narsisnya tetap sama. Belum diobati.

"Mumpung disini, makan bareng disana yok!" Ajaknya sambil menunjuk pojok kantin.

Eh?

Kami berdua pun duduk di bangku pojokan kantin. Banyak mata yang mencuri-lihat ke arah kami. Aku tahu maksud mereka, rasanya tidak enak banget. Makanya aku berbisik pada Ariel. "Eh, Riel! Gapapa nih lu makan bareng gue? Elu kan tahu rumor buruk tentang gue!"

Ariel memakan baksonya dengan santai, lalu berkata, "Emang kenapa? Karena elu satu-satunya cowok di jurusan Tata Rias? Dan elu punya wajah cakep rada cantik kaya cewek lalu rambut sebahu yang indah sehingga bikin cewek-cewek iri sama elu? Sehingga elu dicap sebagai gay karena semua itu? Terus elu cemas gua nanti ikut kena rumor karena makan bareng elu disini, dan bahkan mungkin gua bakal dikira cowok elu gitu?"

"Ssstttt!!" Aku memperingatkannyaa agar tak berbicara keras-keras seperti itu. Tapi semua yang dikatakannya memang benar. Hahhh....

Di kampus ini, banyak orang yang mengira aku gay. Alasannya sederhana. Cuma aku satu-satunya laki-laki yang masuk jurusan Tata Rias. Selain itu, bukannya aku sombong, aku punya wajah yang kalem dan bisa dibilang cantik, padahal aku laki-laki tulen. Mungkin karena aku sering perawatan berkat kuliahku. Kulitku putih bersih dan mulus, beda dengan cowok biasanya. Bulu mataku terlihat lentik. Rambutku pun kubiarkan panjang sebahu, agar jika aku mendapat ide menata rambut, aku bisa mencobanya di rambutku sendiri jika gak punya model. Walaupun aku begini, sebenarnya aku normal lo. Aku masih suka sama cewek, walaupun aku tidak pernah pacaran sama sekali. Beneran!

Tapi yang ku takutkan sekarang, Ariel –temanku yang narsis dan ramenya gak karuan ini- malah kena gosip aneh karena dekat denganku. Lihat! Orang-orang di sekitar kami sedang bisik-bisik karena kita makan berdua di pojok kantin yang sepi. Tapi dia malah makan bakso dengan santainya.

Bagaimana aku bisa menjelaskan bahwa situasinya sedang berbahaya jika didekatku?

"Jangan khawatir! Gue kan kenal elo dengan baik. Elo emang bukan gay," kata Ariel menenangkanku. "Lagipula, disini ada yang punya rumor lebih parah dari elo."

"Hah? Rumor apaan lagi?"

"Lihat aja! Bentar lagi dia datang. Gue makan disini karena janjian ma dia. Dia teman SMA-ku dulu."

Makanan yang ku tunggu akhirnya datang. Aku segera menyantapnya dengan lahap. Ariel menertawaiku karena aku ketahuan sedang kelaparan. Dasar, teman tak bermoral! Ku pukul kepalanya dengan garpu yang ku pegang.

"Apaan nih? Katanya janjian mau ketemu denganku? Ternyata malah mesra-mesraan dengan cewek!" Seru seseorang di belakangku.

Aku dan Ariel menoleh ketika kami tengah bercanda.

Sial!

Gawat!

Jantungku berdetak dengan cepat, seperti mau meledak.

"Loh?"

Bagaimana bisa....

"Kamu...."

Aku menelan ludahku. BAGAIMANA BISA PRIA LINGGIS ITU ADA DISINI?!

"Halo, Reval kesayanganku!" Panggil Ariel dengan sok akrab pada laki-laki psikopat itu, pria yang mengamuk dan membantai preman dihadapanku tanpa perasaan tadi malam.

"Berhenti panggil aku seperti itu. Panggil sayang lagi, ku bunuh kau!" ancam laki-laki itu mengerikan. Kini aku bisa melihat wajahnya lebih jelas. Raut wajahnya memang menyeramkan, apalagi sorot matanya atau pakaian serba hitamnya. Rambutnya pendek acak-acakan seperti tidak terurus –walaupun sebenarnya agak keren juga.

Sementara aku masih bingung. Mungkin wajahku pucat dan berkeringat sekarang. Bagaimana bisa Ariel memanggil laki-laki itu dengan kata "kesayangan"?! Dia sudah mau mati ya?! Atau berniat mau bunuh diri sekarang?!

"Haha. Baik-baik. Jangan dingin gitu dong! Ayo makan sini!" ajak Ariel tak tahu rasa takut, apalagi setelah melihat psikopat itu yang membawa sepiring pecel dan es teh yang masih berdiri didepannya. Laki-laki itu pun menurut dan duduk di depan kami berdua setelah meletakkan makanannya di meja.

Aku segera beranjak berdiri. "Maaf, Ril. Elo kan udah ketemu sama temen lo. Gue cabut aja ya," ucapku sambil membawa makanan lalu berbalik.

"Tunggu!" Tanganku ditahan. Aku menoleh ke pelakunya dan shock. Sementara orang yang menahan tanganku bertanya, "Kita pernah ketemu ya?"

"Hah? Beneran?" Sahut Ariel merasa tak percaya. "Elo pernah ketemu dia, Val?"

"Iya, tadi malam. Dia jatuhin tas belanjaan, makanya aku ingat," terang psikopat itu datar.

"Kalau gitu elo disini aja, Vick! Kan kalian saling kenal."

Sial. Jadi gak bisa kabur. Aku yakin, wajahku sedang pucat sekarang. Pasti orang itu mau menginterogasiku soal kejadian tadi malam. Aku takut, tapi aku kembali duduk di depan mereka.

"Ngomong-ngomong, gimana kalian bisa saling kenal, wahai para ansos[1]?" Tanya Ariel dengan menyebalkan.

Aku terdiam dan tak berani menjawab. Apalagi untuk menoleh ke psikopat itu. Kepalaku hanya menunduk. Rasanya....

"Sebenarnya belum kenal sih. Kemarin malam kami papasan di gang Raharja, lalu dia kabur dan meninggalkan barang belanjaannya," terang psikopat itu.

"Hah? Kabur?" Ariel berbalik ke arahku. "Kenapa elo kabur ketemu Reval? Dia anak baik lo! Bicaranya aja gak pake gue-elo."

Aku masih bungkam. Mau bicara, tapi aku takut. Bicaranya aja sopan, tapi kelakuannya....

"Oh, kamu masih trauma dengan kejadian tadi malam?" tanya psikopat itu, padahal jawabannya sudah jelas.

"Hah? Emang lu apain cowok cantik ini???" Ariel semakin heboh dan penasaran.

"Aku gak ngapa-ngapain dia. Dia hanya lihat aku lagi hajar para preman di gang itu," terangnya dengan wajah dan nada datar tak bersalah lalu menyeruput es teh-nya.

Ariel menggoyangkan tubuh laki-laki itu hingga psikopat itu kesulitan menelan minumannya. "Apa lo bilang? Lo hajar preman disana?? Kenapa elo begitu lagi?!"

"Mau gimana lagi,” psikopat itu akhirnya berhasil menelan es teh-nya. “Ada cewek yang digodain sama mereka, bahkan mau dilecehkan. Aku ya gak bisa tinggal diam lihatnya."

"Tapi apa harus dipukul dengan linggis?" tanyaku secara tak sadar. "Bahkan elo terang-terangan mau bikin preman itu cacat!"

Laki-laki itu menatapku tajam. Aku merinding. Sial! Aku keceplosan berbicara seperti itu.

"Kalau kamu lihat cewek butuh bantuan, apa yang kamu lakukan?" tanyanya serius.

"Ya gue tolongin!" jawabku spontan.

"Iya, itu jawaban umum. Semua orang bisa jawab gitu. Tapi bagaimana kamu menolongnya?" tanya dia lagi dengan tajam. "Dan bila kamu berhasil menolongnya hari itu, bagaimana kalau cewek itu diganggu lagi oleh preman itu? Apa kamu bisa jamin kalau dia gak bakal diganggu lagi?"

"Gue...."

"Apa kamu tahu cara yang membuat preman itu kapok mengganggu cewek itu?"

Aku menunduk dan terdiam. Biasanya sih, orang akan menolong orang yang membutuhkannya saat itu juga. Tapi tidak pernah terpikirkan olehku bagaimana selanjutnya.

Tapi orang ini berpikir jauh ke depan. Walaupun begitu, tindakannya masih di luar wajar. Membuat orang jadi cacat agar kapok? Apa-apaan itu??

"Hush! Hush! Mari kita singkirkan suasana suram ini!" Kata Ariel mencairkan suasana diantara kami berdua. "Kalian kan belum kenalan, kok udah bertengkar. Ayo kenalan dulu."

Ariel menunjukku, "Kenalin, Val. Ini cowok lo walaupun cantik. Kamu tadi ngira dia cewek kan? Haha. Namanya Vicky. Satu-satunya cowok di Vokasi jurusan Tata Rias pas angkatan kami. Teman-temannya otomatis cantik-cantik lo!"

Lalu dia gantian menunjuk psikopat dingin itu. "Nah, Vick. Kenalin, ini namanya Reval. Jurusan teknik mesin. Walaupun jutek dan dingin, dia orangnya baik kok. Dia suka nolong orang, tapi caranya aneh sih. Jadi jangan berpikir buruk tentang dia yah!"

"Berpikir buruk juga gapapa, lagian dia udah lihat aku kaya gimana. Semua orang juga tahu aku kaya gimana," terang laki-laki itu cuek.

Hah?

"Jangan cemberut gitu dong! Gue pengen kalian berdua bisa berteman baik. Kalian kan sama-sama teman baik gue. Mari kita berteman, para ansos!"

Tidak! Dengan senang hati aku bilang tidak! Jauhkan aku dari psikopat ini! Ku mohon! Teriakku dalam hati. Semoga terdengar ke telinga hatinya.

"Kalau begitu, kita buat grup chat yuk di WhatsApp! Minta nomormu dong, Vick!"

Arieeelllll!!!! Aku hanya bisa berteriak dan mengumpatnya dari dalam hati. Sementara Reval, psikopat dingin itu menatapku tajam, seolah-olah aku mangsa baru yang lezat baginya. Mungkin.

Mengerikan!!!!

***

Malamnya....

{Ariel membuat grup chat "Jomblo mania"}

{Ariel menambahkan Vicky dan Reval ke grup}

Ariel

Halo jomblo mania! Gimana kabarnya?
Pasti sepi ya karena gak ada yang nge-chat seharian!
Haha. Sama :")

Reval

Berisik. Aku lagi kerja.

Ariel

Iya iya, dasar maniak kerja.
Eh, ngomong-ngomong Vicky mana? Kok belum muncul ya?

Reval

Wahai pengangguran, jangan ganggu yang lagi sibuk

Ariel

Tapi dia baca chatku lo dari tadi

Ku letakkan ponselku di meja dan mulai membuat sketsa di buku tugasku lagi. Ah, sial! Gara-gara mereka berdua, aku tidak bisa konsentrasi mengerjakan tugas dan malah membaca chat mereka. Ya Tuhan! Aku ingin fokus! Tugasku harus selesai malam ini juga!

Lagi-lagi ponselku berbunyi. Kali ini bukan chat dari grup, tapi chat pribadi.

Halo, ini Vicky kan? Aku Reval. Kita sudah ketemu 2 kali sebelumnya dan berada dalam 1 grup chat dengan Ariel. Maaf ganggu kamu lagi sibuk

Besok kita bisa ketemuan?

***

 

[1] Anti sosial.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Dear Diary
592      388     1     
Short Story
Barangkali jika siang itu aku tidak membongkar isi lemariku yang penuh buku dan tumpukan berkas berdebu, aku tidak akan pernah menemukan buku itu. Dan perjalanan kembali ke masa lalu ini tidak akan pernah terjadi. Dear diary, Aku, Tara Aulia Maharani umur 25 tahun, bersedia melakukan perjalanan lintas waktu ini.
IMAGINATIVE GIRL
2232      1153     2     
Romance
Rose Sri Ningsih, perempuan keturunan Indonesia Jerman ini merupakan perempuan yang memiliki kebiasaan ber-imajinasi setiap saat. Ia selalu ber-imajinasi jika ia akan menikahi seorang pangeran tampan yang selalu ada di imajinasinya itu. Tapi apa mungkin ia akan menikah dengan pangeran imajinasinya itu? Atau dia akan menemukan pangeran di kehidupan nyatanya?
I Just Wanna to Know
413      303     0     
Short Story
Jam pelajaran tambahan memang menyebalkan. Ini waktunya tidur
When Home Become You
393      291     1     
Romance
"When home become a person not place." Her. "Pada akhirnya, tempatmu berpulang hanyalah aku." Him.
Faith Sisters
1859      1135     3     
Inspirational
Kehilangan Tumbuh Percaya Faith Sisters berisi dua belas cerpen yang mengiringi sepasang muslimah kembar Erica dan Elysa menuju kedewasaan Mereka memulai hijrah dari titik yang berbeda tapi sebagaimana setiap orang yang mengaku beriman mereka pasti mendapatkan ujian Kisahkisah yang relatable bagi muslimah muda tentang cinta prinsip hidup dan persahabatan
Kisah Kasih di Sekolah
536      338     1     
Romance
Rasanya percuma jika masa-masa SMA hanya diisi dengan belajar, belajar dan belajar. Nggak ada seru-serunya. Apalagi bagi cowok yang hidupnya serba asyik, Pangeran Elang Alfareza. Namun, beda lagi bagi Hanum Putri Arini yang jelas bertolak belakang dengan prinsip cowok bertubuh tinggi itu. Bagi Hanum sekolah bukan tempat untuk seru-seruan, baginya sekolah ya tetap sekolah. Nggak ada istilah mai...
Penantian
2217      1125     16     
Romance
Asa. Jika hanya sekali saja, maka...
Acropolis Athens
3798      1649     5     
Romance
Adelar Devano Harchie Kepribadian berubah setelah Ia mengetahui alasan mendiang Ibunya meninggal. Menjadi Prefeksionis untuk mengendalikan traumanya. Disisi lain, Aram Mahasiswi pindahan dari Melbourne yang lamban laun terkoneksi dengan Adelar. Banyak alasan untuk tidak bersama Aram, namun Adelar terus mencoba hingga keduanya dihadapkan dengan kenyataan yang ada.
The Reason
9158      1681     3     
Romance
"Maafkan aku yang tak akan pernah bisa memaafkanmu. Tapi dia benar, yang lalu biarlah berlalu dan dirimu yang pernah hadir dalam hidupku akan menjadi kenangan.." Masa lalu yang bertalian dengan kehidupannya kini, membuat seorang Sean mengalami rasa takut yang ia anggap mustahil. Ketika ketakutannya hilang karena seorang gadis, masa lalu kembali menjerat. Membuatnya nyaris kehilan...
Another Word
578      329     2     
Short Story
Undangan pernikahan datang, dari pujaan hati yang telah lama kamu harap. Berikan satu kata untuk menggambarkannya selain galau.