Setelah kejadian itu, sudah 3 hari Lily tidak masuk sekolah. Syifa hanya bisa memandangi bangku temannya yang kosong itu. Sebenarnya ini bukan yang pertama kali Lily tidak masuk. Hampir setiap bulan ada saja alasannya untuk tidak masuk kelas. Tapi karena nilainya yang tinggi dan selalu dapat peringkat pertama dikelasnya, Ibu guru memakluminya saja. Bahkan Lily pernah mengharumkan nama sekolahnya dengan memenangkan perlombaan olimpiade sains tingkat nasional. Dan itu menjadi kebanggaan tersendiri bagi sekolah. apakah Lily yang dengan senang hati ikut? Tidak. Lily tidak bersedia ikut pada waktu itu, tapi karena pihak sekolah membujuk orangtuanya, Lily mengikuti perlombaan itu dengan agak berat hati.
Syifa menoleh kearah Rino. Selama Llily tidak masuk, Rino tidak sedikitpun mencari keberadaan Lily. Rino hanya belajar dan berbincang-bincang dengan teman sekelasnya yang mulai akrab dengannya. Ini membuat Syifa lega. Mungkin Rino sudah melupakan kejadian waktu itu. Diapun sesegera mungkin harus memberitahukan hal ini pada Lily.
Sepulang sekolah,
"Ly, kamu dimana sekarang?" tanya Syifa setelah panggilannya tersambung di ponsel.
"Oh ya, aku ada di dekat sungai seperti biasa,"
"Tunggu aku disitu. Aku akan kesana," ujar Syifa bergegas sebelum hubungan terputus.
Sesampai disana, Syifa menghampiri Lily yang sedang duduk di bawah pohon di tepi sungai yang berada di dekat kota, lalu berkata "Ly, kamu tuh ya, tidak sekolah malah kesini," tegur Syifa. Syifa pun duduk di dekatnya.
"Aku tidak kesini aja kok. Aku kadang baca komik di tempat peminjaman komik, ke warnet, atau ke kamar ku," jawabnya dengan datar .
"Huh,, bukan itu yang aku maksud. Harusnya kamu kan sekolah bukan malah malas-malasan seperti ini,"
"Aku masih tidak tahu caranya kalau bertemu dengan orang yang aku lempar itu. gimana kalau dia lapor ke guru?" Kata Lily khawatir.
"Memangnya ada guru menelpon orangtuamu? Tidak ada kan. Itu artinya Rino tidak mengadukan ini ke pihak sekolah. ini juga bukan salahmu, kok. Nanti kalau terjadi apa-apa, aku juga akan berusaha membantu. Aku kan bisa jadi saksi kejadian," ujar Syifa menenangkan Lily sambil menepuk-nepuk pundaknya.
"Okelah. Tapi dia tidak apa-apa kan ,Fa?"
"Kayaknya sih tidak apa-apa. Cuma pelipisnya bengkak,"
"Apa? Kenapa kamu tidak bilang-bilang?" Kata Lily panik
kamu tidak bertanya padaku soal dia. Aku kan sudah berusaha menghubungimu," kata Syifa
"Bagaimana kalau dia mengalami hal yang parah dan tidak memaafkanku," ujar Lily sambil menggigit bibir atasnya.
Syifa tersenyum kecil lalu menepuk-nepuk bahu Lily, "Ly, kita tidak akan tahu kalau kita tidak bertanya. Kalau kamu seperti ini itu artinya kamu lari dari masalahmu. Itu tidak baik kata Ibu guru. Aku sudah minta maaf dengan Rino dan dia memaafkanku. Nah, sekarang giliranmu minta maaf padanya," kata Syifa tersenyum, berusaha memberi semangat pada temannya itu. mendengar Rino memaafkan Syifa, ada sedikit kelegaan dihati Lily walaupun masih juga ada perasaan cemas. Mereka pun berdua duduk sambil menikmati hawa sore yang menyegarkan.
Keesokan harinya,
"Ini, sebagai permintaan maafku , aku mau memberikan ini. Ini tidak mahal tapi cukup dikenal oleh para ibu-ibu arisan," kata Lily dengan tersenyum paksa kepada Rino . Dia memberikan Rino jam tangan bermerk. Rino memperhatikan hadiah itu. dia agak terkejut dengan yang Lily berikan karena jam itu memang termasuk jam mahal. Rino memperhatikan Lily yang berdiri disampingnya.
"Kamu mau menyogokku dengan ini atau sedang menyatakan cinta?"
"Hah?? Apa?aku memberikan itu padamu karena aku sudah menyakitimu. Dan untuk membuatmu senang, jadi aku berikan barang itu. dalam situasi ini, untuk apa aku menyogokmu?" kata Lily dengan menahan emosi.
Rino berdiri, "Hei, dengar juga. Kamu tahu, seperti apa sakitnya dilempar dengan batu, hah?!!" , kata Rino berteriak didepan wajah Lily. Lily hanya diam. Rino menyambung, "pelipisku bengkak dan aku harus merasakan nyeri dikepalaku karena ulahmu," katanya geram.
"Lupa akan permintaan maaf yang dia katakan," Lily membalas dengan sengit,"Aku juga tidak akan melakukan itu kalau tidak ada penjahat didepanku. Itu bentuk perlawanan diri, kau tahu?" Lily melototkan mata pada Rino. Teman-teman sekelasnya tidak mengerti apa yang sedang mereka ributkan. Mereka berdua hanya jadi tontonan teman sekelasnya. Syifa menarik tangan Lily agar segera menyudahi adu mulut mereka. Tapi karena situasi sedang membara, mereka berdua sulit dihentikan.
“Penjahat? Siapa penjahat? Aku?Hei, bodoh, tanya teman disebelahmu, apa aku berbuat jahat padanya atau tidak," geram Rino.
"Tapi waktu itu kau memang seperti penjahat," kata Lily tidak mau kalah.
"Kau..."Rino menunjuk ke wajah Lily. Sebelum melanjutkan kata-katanya, Teriakan Wali kelas membuat mereka berhenti, "STOPP!! Kalian berdua cepat keluar dari kelas sekarang juga!" teriak Ibu guru yang tiba-tiba datang memasuki kelas. Rupanya ada yang memberitahu Ibu guru Siska tentang perkelahian mereka berdua, sehingga Ibu guru cepat-cepat datang menghentikan perkelahian tersebut.
Rino dan Lily berada diruang BP. Mereka berdua berdiri di depan meja seorang guru BP yang sedang memperhatikan mereka berdua. Rino terlihat santai dan tanpa tekanan, sementara Lily seperti orang yang sedang di interogasi oleh polisi. Dalam hati, Lily ingin sekali lari. Mereka pun mulai di interogasi ,
"Hmmmm, kalian berdua sekelas?" tanya Bapak Sidiq selaku guru BP
Karena Rino diam saja, Lily pun yang menjawab, "ya pak,"
"Lalu apa yang membuat kalian ribut seperti itu?" Lanjut bapak itu bertanya.
"Itu...itu..itu karena dia melakukan hal bodoh waktu itu Pak pada teman saya. Terus saya..saya... apa ya," ujar Lily berusaha menjelaskan perkelahian mereka.
"Terus dia memberikan saya jam tangan Pak. Karena saya tak tahu apa maksud nya jadi saya marah," Rino meneruskan . lily pun menoleh ke arahnya kesal.
"Rino melakukan hal bodoh apa, Lily, pada temanmu ?"
"Rino membuat teman saya takut Pak?" Jawab Lily cepat.
"Hei, siapa yang membuat teman mu takut, hah? Siapa, siapa ??" kata Rino geram sambil menengadahkan wajahnya kepada Lily. Lily pun mulai panas lagi, "siapa? Heh, ya jelas kamu, kamu, " kata Lily sambil menunjuk dihadapan Rino," Seperti yang bapak lihat sekarang, sikapnya seperti orang aneh," cibir Lily.
"Kau mau mati ya?" tantang Rino dengan lebih menegadahakan dagunya dihadapan Lily. Lily benar-benar kesal dibuatnya. Hampir saja Lily membalas perkataan Rino, Pak guru langsung melerai mereka berdua, "sudah, sudah. Anak-anaK , bapak tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi pada kalian berdua. Tapi karena kalian sudah melakukan keributan, maka sudah pasti hukumanlah yang akan kalian terima. Bapak harap kalian saling memaafkan. Bisa, kan?" kata Bapak Sidiq. Tapi mereka berdua tidak bersuara, sehingga Bapak Sidiq sedikit menaikkan volume suaranya, "Bisa kan anak-anak? ulang Bapak Sidiq agak marah.
"Iya, Pak," kata Rino dan Lily bersamaan.
Ditengah lapangan, terlihat Rino dan Lily sedang berlari. Mereka disuruh mengelilingi lapangan sebanyak 10 kali berturut-turut sebagai hukuman mereka. Tidak masalah bagi Rino untuk melakukan hal tersebut. Selain dia laki-laki, dia juga seorang atlet basket. Tapi tidak bagi Lily. Bagi seorang maniak film, dia jarang sekali berolahraga. Hampir setiap ada waktu dia gunakan untuk melihat film . Bagi Lily, berjalan dari rumah ke sekolah itu sudah dia anggap sebagai olahraga. Baru putaran kedua, Lily sudah sangat kelelahan. Dia berusaha sekuatnya untuk terus berlari. Sementara Rino sudah memasuki putaran ke 5. Setiap kali dia mendahului Lily, Rino selalu menabrakan bahunya ke bahu Lily. Lily yang lelah hanya bisa mendelik geram padanya tanpa mengatakan apa-apa. pada saat Lily melakukan putaran ketiga, Lily mulai merasa pusing dan nafasnya sesak. Pada saat itu Rino sudah menyelesaikan putaran ke tujuhnya. Saat Rino mendahului Lily , dia kembali menabrakan bahunya seperti sebelumnya. Lily yang dari tadi sudah tidak dalam keadaan baik, tiba-tiba langsung tersungkur di tanah. Melihat Lily yang seperti itu, bukannya menolong, Rino malah melanjutkan putarannya. Dia berpikir, Lily hanya pura-pura seperti cewek lainnya. Setelah sampai di depan Lily, Rino lama menatapnya. Dia pun ingin beranjak pergi dari tempat Lily tersungkur dan berencana memberitahu kepada guru-guru untuk menanganinya. Tapi, Rino berbalik kembali di tempat Lily berada. Rasa kesalnya pada Lily perlahan hilang ketika melihat Lily benar-benar tersungkur di tengah lapangan saat matahari terik seperti itu dan tidak bergerak sama sekali. Dia pun akhirnya panik. Rino menepuk-nepuk pipi Lily berusaha membangunkannya. Karena tidak ada respon, Rino pun langsung membopongnya ke ruang UKS. Di ruang UKS, Rino merebahkannya dan mencari sesuatu yang bisa membuat Lily bangun. Rino hanya mendapatkan minyak angin. Dia mengoleskannya kedekat hidung Lily. Rino pun membersihkan pasir yang melekat di wajah Lily dan pakaian Lily. wali kelas mereka masuk ke dalam UKS dan menanyakan apa yang terjadi. Wali kelas pun menyesali atas apa yang terjadi. Dia lupa bahwa Lily menderita asma dan malah membiarkannya di hukum seperti itu. karena masih jam mengajar, Ibu guru mohon pamit pada Rino dan menyuruhnya untuk sementara ini berada di samping Lily sampai dia bangun. Rino pun mengiyakannya. Beberapa menit kemudian, Rino mulai bosan menunggu Lily bangun. Dia bangkit dari tempat duduk dan berusaha membangunkan Lily. Apa yang didengarnya benar-benar membuatnya naik darah. Betapa tidak, Rino menunggu berjam-jam menunggu Lily bangun dari pingsannya, ternyata mendapatinya sedang membasahi bantal dengan air liurnya. Lily pun disentakkan dengan teriakan Rino,
"BAANGGGUUUNNN!!!!" teriak Rino keras di telinga Lily. Sontak Lily bangun dan langsung berteriak, "AAKKKHHHH!!!" lalu selanjutnya melemparkan semua barang yang ada di dekatnya ke arah Rino.
"Hei, hei!! Gadis gila,, hentikan atau aku akan membuat mimpi burukmu jadi kenyataan," gertak Rino berusaha menghentikan lemparan Lily. Lily pun menghentikan lemparannya bukan karena takut tapi karena penasaran dengan omongan Rino barusan, "Mimpi apa? aku tidak bermimpi? Emang aku seperti sedang bermimpi?" tanya Lily bingung. Rino hanya mengangkat sebelah alisnya dan mendekati tempat tidur Lily, "lalu kenapa kamu melemparku?" tanya Rino balik.
"Aku hanya terkejut ada makhluk aneh didekatku dan meneriakiku," jawab Lily kesal.
"Makhluk aneh?" kata Rino dengan jengkel sambil mendorong-dorong kepala Lily dengan telunjuknya. Pada saat Rino masih melakukan hal itu, pada saat itu juga teman sekelas Lily termasuk Syifa membuka pintu ruang UKS. Betapa terkejutnya mereka melihat pemandangan seperti itu. tanpa pikir panjang mereka pun ada yang sebagian menahan tangan Rino dan sebagian menenangkan Lily . Ruang UKS pun jadi bertambah gaduh dan ribut. Rino hanya mengumpat tidak jelas sementara Lily hanya diam melihat pemandangan yang menurutnya aneh dan terlihat menguap saja. Hingga akhirnya keributan pun berakhir setelah kedatangan Ibu guru.
Pulang sekolah,
"Tadi kamu yang menolongku? Apa kamu punya kepribadian ganda?" Lily menghampiri Rino yang sedang bersiap-siap meninggalkan kelas. Rino melihatnya sebentar dengan ekspresi agak kesal, lalu melangkah pergi. Lily mengikutinya dari belakang, "Kau tadi yang menolongku, kan? Aku hanya ingin tahu dan berterima kasih. Tapi kalau itu bukan kamu, ya sudah lah," Rino menghentikan langkahnya dan berbalik menatap Lily. Rino menghela nafas sebentar lalu berkata "Kamu tidak lihat siapa yang ada di UKS tadi pertama kali? Jadi menurutmu siapa, hah? Alien?" kata Rino menahan marah.
"Eh? oh, itu,, jadi terima kasih ya. Aku pikir tidak mungkin orang jahat sepertimu menolong orang, oke terima kasih , byee," Lily mengatakannya lalu bergegas berlari keluar dari gerbang sekolah.
"Hei, apa? Lily,...dia...." Rino tidak sempat mengejar karena Lily sudah menghilang dari balik kerumunan siswa yang pulang dan Rino harus ke tempat parkir sepeda motor untuk mengambil motornya. Tanpa menghiraukan teriakan teman-temannya yang memanggilnya, Rino pun langsung melesat dengan hati yang tidak karuan.