Aldo memutar radionya. Stasiun favoritnya sedang siaran malam ini. Sembari menunggu kedua temannya datang, Aldo mengambil gitar dan menyanyi lirih lagu Kangen milik Dewa 19 itu.
"Semua kata rindumu semakin membuatku tak—" nyanyian Aldo terhenti ketika Panji membuka pintu kamarnya.
"Gimana ceritanya? Udah mulai belum?" ujar Panji membuka pintu kamar Aldo. Ia duduk di sebelah Aldo dan hendak menyalakan puntung rokoknya.
"Eh, Nji. Jangan ngrokok di kamar. Ibuku nesu-nesu sesuk," omel Aldo melarang Panji merokok di kamarnya.
"Ealah Do, aku ngrokok ya mung siji. Ora akeh kok ngrokokku. Toh ya kowe isok semprot parfum 'nggo ngilangi mambune," kata Panji mencari alasan supaya ia tetap merokok di dalam kamar Aldo. Ia tak ingin menjadi satu-satunya orang yang ketinggalan cerita karena pergi merokok sebentar.
"Ojok golek goro. Yen rokok'an nang teras. Ibuku wis matur gak oleh Nji, nang aku," larang Aldo pada Panji.
"Haduh, iya, iya anak si mbok. Batal sebatang deh, buruan cerita, Sen! Jangan bengong terus dari tadi." Panji menyimpan rokoknya ke dalam saku. Ia batal merokok. Panji mengambil tempat di sebelah Seno.
"Mana Danu? Dia belum kelar makan?" tanya Aldo.
"Danu ke toilet, kebanyakan sambel kayaknya." Tak lama Danu masuk kamar Aldo dan memukul-mukul perutnya pelan seperti orang sakit kembung, "Do, awakmu nduwe minyak gosok? Wetengku jannnn, lara tenan."
Dengan cepat Aldo membuka lemari kacanya dan menyodorkan minyak gosok kepada kawannya itu. Panji menggelengkan kepalanya dan berkomentar, "Kurang akeh awakmu njupuk sambel Ibune Aldo. Wis eroh gampang lara weteng, lah kok sambel sing pedese level 5 dipangan sisan," komentar Panji melihat temannya itu. Danu mendengar komentar Aldo tak mau menanggapi omelan temannya itu.
"Mending cerita sekarang, Sen. Aku ngantuk!" kata Panji pada Seno.
"Ya elah Nji, enggak di sini, studio mikir tidur terus," protes Danu pada Panji. Seno meletakkan HP-nya yang dari tadi ia pegang. Sudah saatnya ia bercerita mengenai masalah mertuanya.
"Gini, tadi aku ke rumah Ajeng. Ibu Ajeng memastikan aku serius atau enggak sama anaknya. Lalu, Tante Rina minta supaya aku memenuhi syarat darinya."
"Syarat untuk melamar Ajeng? Syarat seserahan apa gimana?" tanya Danu memperjelas penjelasan Seno.
"Syarat buat jadi menantunya. Kalau aku ingin dapat restu, aku harus memenuhi syarat-syarat dari Tante Rina. Aku baru menemukan satu cara untuk memenuhi syaratnya, sisanya aku bingung," ujar Seno pada semua teman bandnya.
"Syaratnya apa saja?" tanya Panji ke Seno. Seno mengeluarkan catatan kecil dari sakunya. Ia langsung mencatat semua syarat ibu Ajeng di buku kecilnya seusai ia dan orangtua Ajeng bertemu tadi.
"Dengarkan baik-baik ya. Satu, seiman. Dua, memiliki pekerjaan yang jelas dan penghasilan tetap. Tiga, setia dengan Diadjeng. Empat, mampu membanggakan mertua. Terakhir, mengantar Diadjeng dengan mobil."
Danu menggeleng tetapi Panji dan Aldo tertawa terpingkal-pingkal. Danu lalu memberi komentar pada temannya itu, "Syarat apa syarat itu? Banyak banget, kalah utangku ke Aldo," komen Panji sembari bergurau menanggapi Seno.
"Sen, ibunya Ajeng berlebihan. Enggak usah dituruti. Toh enggak mungkin kamu nuruti satu per satu syarat Tante Rina," kata Panji mengingatkan sahabatnya. Aldo dan Danu menatap Panji heran. Sejak kemarin Panji yang selalu meminta Seno menjauhi Ajeng. Bahkan sampai malam ini pun, Panji meminta Seno berhenti berjuang saja.
"Ya ampun Nji, dari kemarin nasihatmu yang paling abot. Temanmu harus didukung. Kalau aku bisa bantu, aku bakal bantu Sen. Kita mulai dari syarat yang gampang saja," ucap Aldo meyakinkan Seno.
"Aku setuju dengan Aldo. Ojok ngomong yen awakmu seneng karo Ajeng, Dan? Ket wingi kok ngongkon Seno nggolek liyane?" tanya Aldo pada Panji. Panji menggeleng dan menjelaskan dari kata-katanya barusan, "Bukan gitu. Sak iki jaminan lulus syarate apa? Ora ana kan? Terus awakmu tetep gelem manut Ibune Ajeng? Sen, jangan gara-gara pacarmu, terus semua kamu turuti. Awakmu iso benjut yen enggak kelakon utawa yen kelakon ya, ora tentu lulus."
"Ya ampun, Nji! Jane kowe opo'o? Sawangan'e sing butuh crita iki Panji dudu Seno," kata Aldo menggelengkan kepala.
"Apa awakmu tresna karo Diadjeng?" umbar Danu langsung. Panji menggeleng. Ia berusaha membantu Seno supaya tidak berkorban terlalu banyak untuk Ajeng.
"Wis aku metu sek, rokok'an. Pusing aku nang kene terus," kata Panji lalu mengeluarkan rokoknya dari saku celana. Ia membawa rokoknya ke teras dan memilih pergi meninggalkan temannya yang masih bercerita asyik.
"Gini Sen. Sepertinya aku tahu caranya membuat Tante Rina bangga sama kamu," ujar Danu. Ia mengeluarkan poster lomba band dari sakunya. Seno dan Aldo saling berpandangan. Ia tahu maksud dari kawannya itu tetapi Seno tidak yakin jika cara ini berhasil.
"Dan, kamu yang benar saja. Orangtua Ajeng enggak suka konser musik. Apalagi konser musik rock. Ibunya pernah bilang kalau tidak suka konser musik rock, musiknya berisik, enggak bisa dinikmati."
"Nah, justru itu Sen, tantangan untuk kita supaya kita membuat penampilan kita berbeda dari biasanya. Kita pilih lagu rock yang beatnya slow dan enggak sampai lompat-lompat. Pasti orangtuanya seneng tuh, apalagi bapaknya ya kan?" ujar Danu.
Aldo mengangguk membenarkan usulan Danu, "Aku mendukung Danu seratus persen. Aku setuju sama idenya. Kamu enggak perlu cemas mikir soal lagu, pokoknya kita rajin latihan dan kalau menang pasti mertuamu dan Ajeng bangga, Sen, kata Aldo menambahkan komentar Danu.
"Nah, terus soal mobil piye coba? Dulur ibuku ora ana sing duwe mobil blas. Opo meneh dulur bapakku, wong ndeso kabeh."
"Soal mobil, nyilih Panji wae. Dekne pasti gelem nyilihne. Terus mas kawin Ajeng piye Sen? Ajeng njaluk apa?" tanya Danu yang kini beralih ke mas kawin.
"Iki gurung bahas masalah mas kawin, Dan. Iki jek bahas prasyarat ibune Ajeng. Mas kawin mengko dikandani yen aku wis nglakoni kabeh jaluk'e Tante Rina. Aku gurung eroh mas kawine apa."
"Yowis, ngene wae. Sak iki turuti kabeh sing dijaluk Tante Rina. Ben kowe dianggep arek sing tanggung jawab, ngertenan, lan penurut. Soal liyane, dipikir mburi," ucap Aldo menambahkan petuahnya.
"Sen, soal mobil misal diganti nggo liyane piye?" tanya Danu pada Seno.
"Bisa kudune. Nanging aku rung takon ibune. Yen ora ana silihan mobil, ya dak ganti wae karo sawah'e bapak. Toh ya larang sawah bapakku timbang mobil."
"Sawah'e bapakmu? Lah apa gelem bapakmu?" sahut Aldo terkejut mendengar usulan nekad temannya itu.
"Wis, sak iki kene fokus nyiapne lomba band iki sek. Ojok mikir liya-liyane. Soal mobil, sawah, lan liyane dipikir marine lomba iki," kata Danu pada Seno. Aldo mengangguk dan menyetujui usulan Danu.
"Aku metu sek nyeluk Panji. Paling wis mari rokok'an dekne." Aldo keluar dari kamarnya memanggil Panji. Panji berada di teras rumahnya dan duduk di kursi bambu terasnya. Sesekali ia menghisap rokoknya. Ia belum selesai merokok.
"Nji, ndang mlebu. Arek-arek rembugan arep melu lomba band soale."
"Iyoh, aku mlebu. Tak rampungno rokokku sak liting sek," elak Panji sambil menghisap rokoknya lagi. Akhirnya Aldo kembali ke kamar tanpa temannya itu, "Ya wis, ojok suwi-suwi. Arek-arek padha ngenteni awakmu." Belum lama saat Aldo masuk, Panji selesai merokok. Ia membuang putungnya ke tong sampah. Ia segera masuk ke kamar Aldo dan bergabung dengan temannya. Hari semakin larut namun Seno masih berbincang soal syaratnya menjadi menantu. Panji segera masuk dan berkumpul dengan teman satu band-nya.Mereka kini membahas rencana latihan dan lagu yang akan mereka bawakan saat lomba. Seno akhirnya memimpin rapat malam itu, "Jadi kita tadi sudah sepakat ya kalau kita akan ikut lomba ini. Meski lomba ini untuk ajang pembuktianku pada orangtua Ajeng, aku juga berharap lomba ini menambah job kita sebagai oemain band. Ada yang enggak setuju atau mungkin keberatan dengan semua usulku?" tanya Seno memandangi satu per satu kawan bandnya itu. Semua teman Seno setuju, tetapi Panji belum memberikan respon apapun. Melihat Panji yang tidak merespon apa-apa Aldo menegurnya, "Kowe ngantuk Nji? Kita tuh di sini podo mikirno sing terbaik kanggo Seno. Lah awakmu malah ngelamun. Jalukmu piye iki? Awakmu opo ora setuju yen awak dewe melu lomba?" Panji lalu menyahut, "Setuju. Lanjutno ae, aku jek akeh pikiran. Aku ngrungokno sek wae. Mengko yen aku ana sing ira setuju aku tak omong," kata Panji.
"Yawis, suwun Nji, yen kowe ya setuju karo usul iki. Sak iki ayo kene nentuno latihan kapan. Do, aku nyelang kalendermu. Dontok HP terus ket maeng yo pedis mripatku." Aldo berdiri dan ia keluar kamar mengambil kalender miliknya. Tak lupa ia juga mengambil pulpen barangkali Seno ingin menandai kalendernya itu. Aldo memberikan kalendernya pada Seno. Seno meletakkan kalender itu di bawah sehingga teman satu band juga bisa melihat dan mengira-ngira.
"Kita sekarang di sini. Mau mulai kapan rek? Atau minggu depan saja? Sminggu latihan pirang kali?" tanya Seno pada seluruh temannya. Danu memberikan pendapatnya, "Sen, minggu ngarep ae latihane. Awak dewe latihan nak omahe Aldo sek. Misal pertemuan kesatu dan pertemuan ketiga kene nak omahe Aldo. 6 bulan berikkute, ya kene nak omahe sopo gitu loh. Yen memang pertemuan nak omah disiki kan enak. Aku yo tak kek'i kabar sek nang wong omah."
"Aku setuju. Ojok sering-sering nemen latihane. Aku ya onok kesibukan liyane soale," ujar Aldo pada semua. Temanny mengangguj paham. Kini Seno menambahkan dan menegaskan kembali, "Oke, aku rangkum sek. Setiap minggu kita latihan seminggu dua kali. Kita akan latihan di rumah Aldo pertemuan pertama-tiga. Sekarang yang jadi pertanyaan hari apa saja kita harus bertemu?" tanya Seno. Semua kompak menjawab, "Hari Kamis saja Sen. Aku longgar sekali." kata Aldo. Danu mengangguk kemudian Panji juga setuju dengan usulan temannya. "Oke setiaap Kamis dan Sabtu ya." Seno melingkari hari Sabtu dan Kamis pada minggu depan. Ia bersyukur memiliki teman-teman yang sangat peduli padanya.
*
NB:
nesu-nesu sesuk'e: marah-marah besoknya
Kowe isok semprot parfum nggo ngilangi mambune: kamu bisa menyemprotkan parfum untuk menghilangkan baunya
Ojok golek goro. Yen rokok'an nang teras. Ibuku wis matur gak oleh Nji, nang aku: jangan cari gara-gara. Kalau rokokan di teras. Ibuku sudah memberitahu supaya tidak boleh merokok
nduwe: punya
Wetengku: perutku
Lara tenan sakit sekali
akeh: banyak
awakmu: kamu
njupuk sambel: ambil sambel
Wis eroh gampang lara weteng, lah kok sambel sing pedese level 5 dipangan sisan: sudah tahu mudah sakit perut, tetapi sambal yang pedasnya level 5 dimakan juga
Abot: berat
Ojok ngomong yen awakmu seneng karo Ajeng, Dan? Ket wingi kok ngongkon Seno nggolek liyane: jangan bilang kalau kamu suka dengan Ajeng, Dan? Dari kemarin kok menyuruh Seno mencari lainnya
Ora ana: tidak ada
gelem manut: mau menurut
Awakmu iso benjut yen enggak kelakon utawa yen kelakon ya, ora tentu lulus: Kamu bisa repot kalau tidak terwujud atau kalau pun terwujud belum tentu lulus
Ya ampun, Dan! Jane kowe opo'o? Sawangan'e sing butuh crita iki Danu dudu Seno: ya ampun Dan! Sepertinya yang butuh cerita ini Danu bukan Seno
Apa awakmu tresna karo Diadjeng: apa kamu suka dengan Diadjeng
Wis aku metu sek, rokok'an. Pusing aku nang kene terus: sudahlah, aku keluar dulu mau merokok. Pusing aku di sini terus
Dulur: saudara
Opo meneh: apa lagi
Kabeh: semua
Dekne pasti gelem nyilihne: dia pasti mau meminjami
Piye/kepriye: bagaimana
njaluk: minta
Iki: ini
Jek/isih: masih
Yowis, ngene wae. Sak iki turuti kabeh sing dijaluk Tante Rina. Ben kowe dianggep arek sing tanggung jawab, ngertenan, lan penurut. Soal liyane, dipikir mburi: ya sudah begini saja. Sekarang ikuti semua yang diminta Tante Rina. Supaya kamu dianggap anak yang tanggung jawab pengertian dan penurut. Soal lainnya dipikir belakangan saja
kudune: harusnya
Nanging aku rung takon ibune. Yen ora ana silihan mobil, ya dak ganti wae karo sawah'e bapak: tetapi aku belum bertanya pada ibunya. Jika tidak ada pinjaman mobil, ya kuganti dengan sawahnya bapakku
Larang: mahal
metu: keluar
nyeluk: panggil
Mlebu: masuk
Rampung: selesai
Sak liting: sebatang
Suwi: lama
Ngenteni: menunggu