Loading...
Logo TinLit
Read Story - A Day With Sergio
MENU
About Us  

            Selama perjalanan menuju rumah Laura— atau mungkin perempuan itu nanti akan minta diturunkan di pertigaan depan kalau dia punya nyali dan pikirannya tidak mengarah ke tindakan bodoh lima menit lalu. Laura merendahkan badannya ketika sedan yang dikendarai Sergio melewati gerbang— melewati banyak siswa yang menatap ke dalam mobil, beberapa dari mereka terkejut sebab kursi penumpang ada yang mengisi. Tapi Sergio tampak baisa saja, tidak peduli berbeda dengan Laura yang mati-matian berdoa dalam hati agar tidak ada yang mengenalnya.

            "Gue turun di depan situ." Laura menunjuk pertigaan yang dimaksud, tapi Sergio sama sekali tidak menepi. Laura langsung menatap Sergio kesal. "Ser, lo denger gue nggak sih?"

            Sergio bergeming.

            "God! Sergio!" Laura memutar bola matanya jengah. "Lo tuh kenapa sih? Masih suka sama gue?"

            Pertanyaan Laura berhasil membuat Sergio melirik ke perempuan yang tengah menguncir rambutnya itu. "Gak usah kepedean. Gue cuma nganter lo pulang."

            "Ya buat apa?"

            "Biar lo sampe rumah. Gimana sih?"

            Laura mengernyit. "Lah? Dua tahun terakhir gue gak dianter sama lo juga aman aja. Gue sampe rumah. Gak kecelakaan juga meskipun ojek atau bis langganan gue ugal-ugalan."

            "Paling hari ini."

            "Hah?"

            "Ya kalau lo gak pulang sama gue hari ini, bisa jadi lo kecelakaan."

            "Ngaco!"

            "Siapa tau..." Sergio menoleh sekilas. "Lagian enak sama gue sih, gak usah panas-panas."

            "Gue turun di halte depan aja." Laura menunjuk halte dan dilewati oleh Sergio dalam hitungan detik. "SERGIO!"

            Sergio tersentak kaget. "Diem anjir. Lo gak bisa ngomong baik-baik ya?"

            "YA GUE MAU TURUN!"

            "INI BELUM SAMPE LAURA!" Sergio menghela napas panjang. "Rumah lo masih jauh."

            Laura memutar otak mencari alasan lain tapi yang keluar malah... "Oke. Gue gak mau ngerepotin lo."

            Ujung bibir Sergio tertarik. "Kan, gue yang mau."

            Laura mendengus kesal, membuang pandangan keluar jendela. Berjanji ia membiarkan hal ini terjadi sekali saja, tidak berulang apalagi sampai ia terlibat dengan Sergio. Dia hanya perlu bertahan sebagai teman satu kelas laki-laki di sampingnya ini jika tidak mau terlibat dalam masalah.

            Laura masih ingat jelas alasan mereka putus. Laura masih menyembunyikan dengan rapi alasan sebenarnya dari Sergio.

            Sampai di kompleks perumahan Laura, perempuan itu segera meminta tegas diturunkan tidak di depan rumahnya. "Gue gak boleh pacaran sama bokap gue."

            Sergio menatap Laura datar. Kebohongan yang jelas tercetak di wajah perempuan itu. Sergio menepikan mobilnya di dekat taman, matanya tertuju pada rumah berpagar putih yang terlihat dari jarak pandangnya— Laura hanya perlu berjalan melewati empat rumah untuk sampai di rumahnya jika Sergio tidak salah ingat.

            "Besok gue jemput," kata Sergio ketika Laura akan turun dari mobil.

            Laura langsung menoleh, menatap tajam Sergio. "Enggak. Gila lo!"

            "Gue tunggu di sini ya?"

            "Enggak, Ser—" Laura kembali menutup pintu dan menatap laki-laki itu lamat. "Lo tuh ngapain sih? Gak gini caranya. Lo gak bisa seenaknya gini dong!"

            "Setengah tujuh." Sergio balas menatap Laura seraya menaikan sebelah alisnya. "Gak kesiangan kan?"

            Sergio tidak mendengarkan.

            Sergio memang tidak pernah mendengarkan.

            Laura memutar bola matanya jengah kemudian beranjak turun dari mobil setelah berkata, "gue berangkat subuh! Sekalian jamaah di masjid sekolah!"

            Sergio memperhatikan punggung Laura yang perlahan menjauh, tidak lagi menoleh ke belakang, tetap berjalan lurus bahkan sudah melewati lima rumah— melewati rumahnya sendiri.

            Sergio mengulum senyumnya. Membawa pergi sedannya dari sana sebelum perempuan itu melangkah lebih jauh untuk membohongi dirinya.

***

            "Udah?"

            Sergio mengangguk singkat, melenggang masuk ke dalam unit apartemen milik Angga leluasa. Mengambil botol minum dari kulkas kemudian duduk di sofa dekat Angga sembari memandang layar televisi yang menampilkan film Lord Of The Rings favorit Evan.

            Angga menoleh ke samping. "Dari mana lo emang?"

            "Nganter mantan," jawab Evan.

            "Hah?" Angga menghentikan gerak tangan yang memegang kaleng cola, matanya bergerak dari Evan ke Sergio. "Mantan... yang mana ya?"

            "Laura."

            "Laura?" Angga mengernyit mencari ingatan tentang perempuan bernama Laura. "Laura... Laura yang... kelas satu itu?"

            "Sekarang kelas tiga."

            "Wah! Berguna banget informasi lo Van, gue juga bisa ngitung bangsat."

            Evan terkekeh mencomot kentang goreng membiarkan Angga mengintrogasi Sergio. "Lo balikan?"

            "Enggak sih."

            "Enggak sih..." kata Angga mengulang jawaban Sergio. "Enggak sih, itu, kemungkinan ada  buat balikan gitu? Apa gimana?"

            Sergio meneguk habis air mineral lalu melempar botol pada Evan. "Lo gak mau ganti film apa Van? Bosen anjir. Gue sampe hapal sama adegan selanjutnya."

            "Coba." Evan menekan tombol pause di remote. "Habis ini adegannya apa?"

            "Jatuh ke jurang kan yang udah tua?"

            "Gandalf. Namanya Gandalf."

            "Iya yang tua itu kan? Ganti gih, apa kek."

            "Ini gue gak dijawab nih?" Angga protes sebab diabaikan begitu saja. Ia kemudian mengambil ponsel yang tergeletak di atas meja. "Apa nama instagramnya Laura? Gue agak lupa dah wajahnya gimana. Siapa Ser?"

            "Laura Renata."

            "Itu?"

            "Nama panjangnya." Sergio menghela napas panjang, bayangan di parkiran dua jam lalu membuat dirinya berpikir.

            "Instagramnya?"

            "Mana gue tau, gue bukan bapaknya."

            "Bapaknya juga belum tentu tau," balas Angga sambil terkekeh pelan, tangannya bergerak mengetikan nama lengkap Laura. Ia menunjukan layar ponselnya ke arah Sergio. "Yang mana?"

            Ada banyak akun yang mengatasnamakan Laura Renata. Sergio hanya menatap sekilas tapi ia bisa tahu akun dengan foto profil kucing berwarna kuning putih adalah akun milik Laura. "Yang ketiga."

            "Kok lo bisa tau sih?" Angga menahan senyum.

            "Ya kan ada fotonya," balas Evan.

            "Kalau fotonya cuma kucing? Masa iya... bisa tau kalau nggak—" lemparan bantal mengenai telak wajah Angga yang langsung dilempar kembali tapi Sergio lebih dulu menampis. "Oh iya-iya. Gue inget sekarang."

            Evan bergabung dengan Angga melihat satu per satu foto yang diunggah Laura. "Oh, dia pernah potong rambut pendek ya, Ser?"

            Angga kembali menunjukan layar ponsel ke arah Sergio. "Lucu ya? Hehe."

            Sergio mengangkat sebelah alisnya kemudian menggelengkan kepala. Mencomot beberapa kentang goreng lalu diletakan di telapak tangan kirinya. "Lo liat Ben, Van?"

            "Ben?"

            "Enggak, udah gue pastiin gak ada." Evan kembali duduk di bawah beralaskan karpet. "Kayaknya emang firasat lo aja."

            Sergio diam mengunyah kentang goreng.

            "Eh, ada gue loh ini. gue dari tadi tanya gak direken, anjir. Ngapain lo ketemu Ben lagi? Urusan kita sama dia udah kelar dari lama!" Angga berdecak keras lalu menatap dua temannya bergantian. Detik setelahnya Sergio menceritakan garis besar kejadian kemarin juga alasan mengapa ia memilih mengantar Laura pulang. "Anjrit."

            "Mastiin aja Ngga." Evan menepuk punggung Angga sekali. "Kita juga ogah kali, urusan sama Ben. Kapok."

            Sementara Sergio manggut-manggut meyakinkan semua akan baik-baik saja dan mereka tidak akan terlibat lagi.

***

           

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
The pythonissam
362      280     5     
Fantasy
Annie yang harus menerima fakta bahwa dirinya adalah seorang penyihir dan juga harus dengan terpaksa meninggalkan kehidupanannya sebagai seorang manusia.
Ketika Cinta Bertahta
886      530     1     
Short Story
Ketika cinta telah tumbuh dalam jiwa, mau kita bawa kemana ?
Yang Terindah Itu Kamu
10146      3273     44     
Romance
Cinta pertama Aditya Samuel jatuh pada Ranti Adinda. Gadis yang dia kenal saat usia belasan. Semua suka duka dan gundah gulana hati Aditya saat merasakan cinta dikemas dengan manis di sini. Berbagai kesempatan juga menjadi momen yang tak terlupakan bagi Aditya. Aditya pikir cinta monyet itu akan mati seiring berjalannya waktu. Sayangnya Aditya salah, dia malah jatuh semakin dalam dan tak bisa mel...
Peran Pengganti; Lintang Bumi
1450      680     10     
Romance
Sudah banyak cerita perjodohan di dunia ini. Ada sebagian yang akhirnya saling jatuh cinta, sebagian lagi berpisah dengan alasan tidak adanya cinta yang tumbuh di antara mereka. Begitu juga dengan Achala Annandhita, dijodohkan dengan Jibran Lintang Darmawan, seorang pria yang hanya menganggap pernikahannya sebagai peran pengganti. Dikhianati secara terang-terangan, dipaksa menandatangani su...
Forbidden Love
9413      2008     3     
Romance
Ezra yang sudah menikah dengan Anita bertemu lagi dengan Okta, temannya semasa kuliah. Keadaan Okta saat mereka kembali bertemu membuat Ezra harus membawa Okta kerumahnya dan menyusun siasat agar Okta tinggal dirumahnya. Anita menerima Okta dengan senang hati, tak ada prangsaka buruk. Tapi Anita bisa apa? Cinta bukanlah hal yang bisa diprediksi atau dihalangi. Senyuman Okta yang lugu mampu men...
Motor yang tertukar
378      244     1     
Humor
memalukan memang.
Mimpi Membawaku Kembali Bersamamu
607      429     4     
Short Story
Aku akan menceritakan tentang kisahku yang bertemu dengan seorang lelaki melalui mimpi dan lelaki itu membuatku jatuh cinta padanya. Kuharap cerita ini tidak membosankan.
Pesona Hujan
1039      563     2     
Romance
Tes, tes, tes . Rintik hujan kala senja, menuntun langkah menuju takdir yang sesungguhnya. Rintik hujan yang menjadi saksi, aku, kamu, cinta, dan luka, saling bersinggungan dibawah naungan langit kelabu. Kamu dan aku, Pluviophile dalam belenggu pesona hujan, membawa takdir dalam kisah cinta yang tak pernah terduga.
Sang Musisi (2)
387      258     2     
Short Story
Apakah kau mengingat kata-kata terakhir ku pada cerita "Sang Musisi" ? MENYERAH ! Pada akhirnya aku memilihnya sebagai jalan hidupku.
Crashing Dreams
241      205     1     
Short Story
Terdengar suara ranting patah di dekat mereka. Seseorang muncul dari balik pohon besar di seberang mereka. Sosok itu mengenakan kimono dan menyembunyikan wajahnya dengan topeng kitsune. Tiba-tiba sosok itu mengeluarkan tantou dari balik jubahnya. Tanpa pasangan itu sadari, sosok itu berlari kearah mereka dengan cepat. Dengan berani, laki-laki itu melindungi gadinya dibelakangnya. Namun sosok itu...