Read More >>"> A Day With Sergio (3. Mantan Pacar) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - A Day With Sergio
MENU
About Us  

            Parkiran belakang sekolah beralih fungsi menjadi gudang semenjak tahun pertama Laura menginjak kaki di SMA Gharda, adanya pembangunan juga perluasan area sekolah membuat area yang seluas lapangan basket itu ditinggal begitu saja sebab semua aktivitas dipindahkan. Laura berbelok di ujung koridor setelah kantin melewati lorong jalan tembusan yang hanya muat dua orang jika dipaksakan.

            Langkah kaki Laura melambat ketika sayup-sayup ia mendengar orang berdebat. Laura merapatkan badan ke dinding bangunan, menajamkan telinga.

            "Lo gila sih!"

            "Gue cuma ngasih doang! Sesuai request. Mana tau kalau itu bocah sampe OD?"

            "Nggak-nggak, lo gila! Cliff punya listnya! Gak mungkin dia ngasih izin ke elo."

            Suara tawa dibuat-buat terdengar walau tidak yakin siapa orang itu Laura bisa membayangkan ekspresinya. "Kenapa lo jadi sok tau gini? Lo akrab sama Cliff? Lo siapanya Cliff? Keluarga? Adek? Apa?"

            "Anjing!"

            "Lo yang anjing!"

            Tidak ada yang Laura dengar lagi, perempuan itu memutuskan untuk mengintip memastikan apa yang terjadi. Laura terhenyak melihat seorang laki-laki berpawakan kekar, rambutnya acak-acakan meskipun berpotongan pendek, mengenakan kaos berwarna hitam dengan celana jeans belel yang memiliki sobekan di beberapa bagian tengah mencengkram kerah seragam lawan bicaranya.

            "Sergio!"

            Laki-laki kekar itu refleks menoleh ke sumber suara sementara Sergio mengambil kesempatan untuk melepaskan diri. Mendorong badan laki-laki yang tentu saja lebih besar dan berotot dari dirinya hingga pandangan lelaki itu kembali fokus pada Sergio. "Cabut lo!"

            Sergio tidak mengatakan apa-apa lagi dan berderap ke arah Laura yang tampak pucat. Dia segera meraih pergelangan tangan perempuan itu, buru-buru mengajaknya pergi.

            Hingga mereka berada dalam jarak aman, Sergio melepaskan genggamannya. Berkacak pinggang menatap kesal Laura. "Lo ngapain sih?!"

            Laura mengerjap memperhatikan Sergio sejenak sebelum mengembuskan napas panjang. "Buruan balik ke kelas, lo dicari Pak Parno." Laura berbalik kembali berjalan gontai entah mengapa degup jantungnya tidak bisa kembali normal, ada rasa takut entah berasal dari mana tiba-tiba saja menyergap sejak ia meneriakan nama Sergio.

            "Laura!"

            Laura berhenti, berbalik menghadap Sergio yang mengusap wajahnya kasar sebelum kembali mendekat dan menarik lengannya paksa. "Ikut gue."

***

            Laura duduk di salah satu kursi plastik yang ada di kantin berusaha menenangkan diri. Sementara dari jarak sepuluh meter Sergio tidak melepaskan pandangan dari Laura sembari menunggu pesanan teh manis hangat untuk perempuan itu.

            "Ini Mas, tehnya," kata Umi seraya memberikan gelas pada Sergio. Sergio memberikan selembar uang lima puluh ribuan. "Sekalian gorengan yang diambil Alan tadi ya, Mi. Kembalinya ambil aja."

            "Siap Mas. Makasih ya?"

            Sergio tersenyum kecil lalu berjalan menuju Laura, meletakkan gelas yang ia pegang ke depan perempuan itu sementara ia duduk di seberangnya.

            Laura menatap teh hangat pemberian Sergio. "Gue balik ke kel—"

            "Minum dulu."

            "Lo aja."

            "Gue gak doyan."

            Laura yang tadinya akan beranjak kembali duduk ketika Sergio justru berdiri dan melangkah pergi begitu saja. Laura memperhatikan punggung lelaki itu hingga menghilang di belokan tangga, pandangannya kemudian beralih kembali pada teh hangat pemberian Sergio.

            Laura menoleh ke arah Umi yang ternyata tengah memperhatikan dirinya. "Umi..."

            "Ya Neng?"

            "Ini gak dikasih apa-apa kan, sama dia?" tanyanya sambil menunjuk gelas teh hangat.

            Umi terkejut tapi detik kemudian terkekeh pelan. "Dikasih apaan toh, Neng? Mas Sergio mah orang baik," kata Umi masih tersenyum lalu kembali membuat adonan gorengan favorit murid SMA Gharda.

            Laura menatap gelas tersebut begitu lama, memikirkan banyak hal hingga suara bel pergantian jam pelajaran menyadarkannya. Ia buru-buru menyeruput teh tersebut hingga seperempat bagian sebelum berjalan cepat kembali ke kelas.

            "Lo dari mana sih?" pertanyaan April adalah hal pertama yang Laura dengar setelah perempuan itu menginjakan kaki kembali di kelas. Pandangan Laura tertuju ke baris paling belakang, tempat Sergio seharusnya berada sebelum kembali menatap April dan duduk di sampingnya. "Dari toilet."

            "Toilet mana? Gue sama Citra habis dari toilet juga."

            "O-oh... yang bawah. Sekalian soalnya—"

            "Ketemu anak-anak?"

            Laura menatap Citra lalu mengedikan bahu. "Gak ada. Gak tau deh di mana."

***

            "Tadi gue ngobrol sama Umi." Lemparan tinggi yang dilakukan Evan dari jarak jauh berhasil membuat bola masuk ke ring dengan mulus. Evan berbalik setelah mengangguk mengapresiasi diri sendiri, bergabung dengan Sergio yang duduk meluruskan kaki di tepi lapangan.

            Janji main basket bersama di lapangan dekat apartemen Angga rupanya hanya ditepati oleh Evan dan Sergio. Alan menggantikan jam kerja salah satu rekannya, katanya lumayan dapat uang tambahan sedangkan Angga entah di mana keberadaan lelaki itu.

            Sergio tidak begitu tertarik dengan bahan obrolan Evan hingga kalimat berikutnya berhasil menyita perhatian. "Lo ngapain berduaan sama Laura?"

            "Umi... bilang gitu?"

            Evan terkekeh lalu meneguk habis air mineral yang ia beli di mini market. "Ya kaga. Masa iya Umi ngegosip?"

            Sergio mengernyit. "Terus?"

            "Nebak aja." Evan mengulum senyum, tapi segera menjelaskan juga bagaimana tebakannya bisa benar. "Dari tadi lo ngeliatin Laura terus, pas di kelas."

            Nama Laura sudah tidak pernah jadi bahasan di antara keduanya juga yang lain. Sama sekali tidak ada yang membahas tentang perempuan itu bahkan ketika Laura memiliki pacar baru— seorang kakak kelas,  dua bulan setelah putus dengan Sergio.

            Sergio manggut-manggut. Jawaban Evan tanpa sadar membuat lelaki itu gusar. Rasa khawatirnya bisa ia rasakan dengan jelas berkat penuturan Evan yang tadinya Sergio sangkal.

            "Lo masih suka?"

            Tidak butuh waktu lama untuk Sergio memastikan jawaban atas pertanyaan tersebut. "Sama sekali enggak."

            "Terus?"

            "Gue ketemu Ben..." Sergio menggantungkan kalimatnya, helaan napas panjang dan berat menjadi pertanda tidak bagus. "Ben gak sengaja liat Laura."

            "Hah?"

            Evan tahu tujuan Sergio ketika memisahkan diri dari gerombolan temannya di jam kosong tadi adalah untuk bicara empat mata dengan Ben. Mencari tahu apa yang harus ia ketahui dan meluruskan apa yang masih bisa dibenarkan. "Kenapa tiba-tiba ada Laura?"

            Sergio menggeleng pelan. "Ben liat wajahnya Laura."

            "Oke." Evan hati-hati dengan kalimatnya. Sebab sejauh yang ia tangkap tidak akan jadi masalah besar karena Laura adalah murid pada umumnya yang kemungkinan besar tidak sengaja lewat dan melihat Ben. "Jadi masalahnya.... apa?"

            Sergio menelan ludah susah payah. Tidak ada yang salah dengan tindakan Laura menghentikan aksi Ben yang kemungkinan besar bisa menyebabkan wajah Sergio bonyok jika Laura tidak berteriak memanggil namanya.

            Yang jadi masalah adalah ekspresi Sergio saat tahu orang yang mencegah dirinya babak belur adalah Laura. Ben bukan orang bodoh. Ben yang Sergio kenal adalah orang paling licik. Satu ekspresi panik di wajah Sergio jelas menunjukan cela yang menguntungkan untuk Ben.

            Sergio tidak berlebihan dia adalah saksi mata bahwa Ben akan melakukan apa saja demi keuntungan pribadi sekalipun pikiran dan tindakannya salah total.  

How do you feel about this chapter?

0 0 0 1 1 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Tentang Hati Yang Patah
459      335     0     
Short Story
Aku takut untuk terbangun, karena yang aku lihat bukan lagi kamu. Aku takut untuk memejam, karena saat terpejam aku tak ingin terbangun. Aku takut kepada kamu, karena segala ketakutanku.bersumber dari kamu. Aku takut akan kesepian, karena saat sepi aku merasa kehilangan. Aku takut akan kegelapan, karena saat gelap aku kehilangan harapan. Aku takut akan kehangatan, karena wajahmu yang a...
PUBER
1735      713     1     
Romance
Putri, murid pindahan yang masih duduk di kelas 2 SMP. Kisah cinta dan kehidupan remaja yang baru memasuki jiwa gadis polos itu. Pertemanan, Perasaan yang bercampur aduk dalam hal cinta, serba - serbi kehidupan dan pilihan hatinya yang baru dituliskan dalam pengalaman barunya. Pengalaman yang akan membekas dan menjadikan pelajaran berharga untuknya. "Sejak lahir kita semua sudah punya ras...
Kungfu boy
2113      828     2     
Action
Kepalanya sudah pusing penglihatannya sudah kabur, keringat sudah bercampur dengan merahnya darah. Dirinya tetap bertahan, dia harus menyelamatkan Kamalia, seniornya di tempat kungfu sekaligus teman sekelasnya di sekolah. "Lemah !" Musuh sudah mulai menyoraki Lee sembari melipat tangannya di dada dengan sombong. Lee sudah sampai di sini, apabila dirinya tidak bisa bertahan maka, dirinya a...
Premium
Cinta Dalam Dilema
12173      3910     0     
Romance
Sebagai anak bungsu, Asti (17) semestinya menjadi pusat perhatian dan kasih sayang ayah-bunda. Tapi tidak, Asti harus mengalah pada Tina (20) kakaknya. Segala bentuk perhatian dan kasih sayang orang tuanya justru lebih banyak tercurah pada Tina. Hal ini terjadi karena sejak kecil Tina sering sakit-sakitan. Berkali-kali masuk rumah sakit. Kenyataan ini menjadikan kedua orang tuanya selalu mencemas...
Love Rain
18045      2468     4     
Romance
Selama menjadi karyawati di toko CD sekitar Myeong-dong, hanya ada satu hal yang tak Han Yuna suka: bila sedang hujan. Berkat hujan, pekerjaannya yang bisa dilakukan hanya sekejap saja, dapat menjadi berkali-kali lipat. Seperti menyusun kembali CD yang telah diletak ke sembarang tempat oleh para pengunjung dadakan, atau mengepel lantai setiap kali jejak basah itu muncul dalam waktu berdekatan. ...
Kulacino
362      232     1     
Romance
[On Going!] Kulacino berasal dari bahasa Italia, yang memiliki arti bekas air di meja akibat gelas dingin atau basah. Aku suka sekali mendengar kata ini. Terasa klasik dan sarat akan sebuah makna. Sebuah makna klasik yang begitu manusiawi. Tentang perasaan yang masih terasa penuh walaupun sebenarnya sudah meluruh. Tentang luka yang mungkin timbul karena bahagia yang berpura-pura, atau bis...
Reason
382      265     3     
Romance
Febriani Alana Putri, Perempuan ceria yang penuh semangat. Banyak orang yang ingin dekat dengannya karena sikapnya itu, apalagi dengan wajah cantik yang dimilikinya menjadikannya salah satu Perempuan paling diincar seantero SMA Angkasa. Dia bukanlah perempuan polos yang belum pernah pacaran, tetapi sampai saat ini ia masih belum pernah menemukan seseorang yang berhasil membuatnya tertantang. Hing...
FORGIVE
1767      606     2     
Fantasy
Farrel hidup dalam kekecewaan pada dirinya. Ia telah kehilangan satu per satu orang yang berharga dalam hidupnya karena keegoisannya di masa lalu. Melalui sebuah harapan yang Farrel tuliskan, ia kembali menyusuri masa lalunya, lima tahun yang lalu, dan kisah pencarian jati diri seorang Farrel pun di mulai.
Love Invitation
515      357     4     
Short Story
Santi and Reza met the first time at the course. By the time, Reza fall in love with Santi, but Santi never know it. Suddenly, she was invited by Reza on his birthday party. What will Reza do there? And what will happen to Santi?
Love and Pain
535      311     0     
Short Story
Ketika hanya sebuah perasaan percaya diri yang terlalu berlebih, Kirana hampir saja membuat dirinya tersakiti. Namun nasib baik masih berpihak padanya ketika dirinya masih dapat menahan dirinya untuk tidak berharap lebih.