Sehari sebelumnya di dekat Bandara Incheon
Tampak seorang lelaki tua dengan pakaian lusuh dan kumal berjalan terseok-seok di jalanan yang kala itu tidak terlalu ramai dengan kendaraan. Jalanan yang disusuri lelaki tua itu tampak sepi hingga tak ada seorang pun memperhatikan lelaki tua tersebut. Lelaki tua itu nyaris tak mempunyai rambut, tubuhnya kurus, kulitnya yang kehijauan tampak menempel di tulang, serta raut wajahnya tampak begitu mengerikan.
Entah dia sadar atau tidak, lelaki tersebut berjalan menuju bandara Incheon. Dia berjalan dan terus berjalan, bahkan sesekali tampak seperti berlari ketika mobil melaju di sisi jalan. Suara kendaraan rupanya menarik perhatikan lelaki tersebut. Si lelaki tua tadi lagi-lagi mengejar mobil yang lewat, kali ini mobil tersebut menepi di pinggir jalan dan salah seorang penumpangnya turun dan menghampiri.
Gadis muda dengan berpakaian kasual melangkah menghampiri lelaki tua yang dilihatnya. Tanpa memiliki prasangka buruk, gadis muda itu terus melangkah. Telinganya yang tertutup headset sama sekali tidak mendengar suara tak lazim dari lelaki tua yang dihampirinya.
Berhenti melangkah, tiba-tiba raut gadis itu berubah, menampakkan ketakutan. Hanya berjarak dua langkah dari lelaki tua itu, dia melihat dengan jelas betapa mengerikannya wajah lelaki renta di hadapannya. Mata melotot yang nyaris keluar itu menatapnya dengan begitu keji. Yang membuatnya makin merasa ngeri, bagian bibir atas dan bawah lelaki itu sudah tidak ada lagi, hingga tak ayal terlihatlah gigi lelaki itu yang ingin menggigitnya.
Gadis tadi baru berbalik ketika si lelaki tua menarik lengan kemejanya. Selanjutnya suara teriakan terdengar begitu kencang. Lelaki tua itu menerkam gadis yang hendak menolongnya, menggigit kulit tangannya hingga terkelupas lantas memakannya dengan rakus.
Mendengar suara teriakan, seorang pria berkacamata juga turun dari mobil. Pria itu tampak syok melihat kekasihnya terkapar dan hendak dijadikan santapan lelaki tua tak waras. Meneriaki si lelaki tua, orang yang diteriakinya menatap si pria berkacamata, melupakan santapannya dan mendatangi pria itu. Alih-alih melawan, pria itu malah jatuh setelah diterjang oleh lelaki tua renta yang menyerang kekasihnya.
Si pria berkacamata menjerit-jerit saat kulit lehernya terkelupas, darah segar mengalir menuruni lehernya, disertai tubuh menggelepar pria itu. Gadis tadi, walaupun menderita kesakitan yang luar biasa, bangkit berdiri untuk menyelamatkan kekasihnya yang sekarang nyawanya sedang terancam. Di antara sakit, bingung, dan ketakutan, dia tahu kalau dia harus berbuat sesuatu untuk menyelamatkan kekasihnya.
Menatap ke sekeliling, tak jauh dari kakinya dia melihat sebongkah batu besar seukuran kepala anak kecil. Didorong naluri ingin menyelamatkan orang yang dikasihinya, gadis itu mengambil batu tersebut, melupakan sejenak rasa sakit di tangannya dan mendekati si lelaki tua diam-diam. Hatinya bergejolak, tidak tega jika harus menyakiti si lelaki tua. Namun jika tidak berbuat begitu, maka kekasihnya akan tewas.
Meneguhkan hati, diangkatnya batu tersebut tinggi-tinggi menunggunakan kedua tangan lalu dihantamkannya batu itu tepat mengenai bagian belakang kepala lelaki tua itu dengan segenap tenaga yang dia punya. Pada hantaman berikutnya terdengar suara tulang tenggorak yang berderak, membuat gadis itu merinding. Tetapi dia tidak berhenti walaupun sekarang kedua tangannya sudah berlumuran darah—darahnya dan darah si lelaki tua.
Dia baru berhenti saat mendengar kekasihnya merintih. Dijatuhkannya batu dari tangannya, dengan syok menatap kepala si lelaki tua yang sudah remuk serta berdarah-darah. Beringsut mundur, gadis itu merangkak menghampiri kekasihnya, lantas memapahnya menuju kendaraan mereka dan segera meninggalkan tempat itu.