Loading...
Logo TinLit
Read Story - Susahnya Jadi Badboy Tanggung
MENU
About Us  

Aku terjebak, lalu tersudut.
Menjadi bagian yang tersingkir tanpa berpikir.
Semua karena salahku, kebodohanku.
Jadi, untuk apa protes? Untuk apa tak terima?
Apa yang kau tanam, maka itulah yang kau tuai.

🍁🍁🍁

 

Tidak seperti hari-hari sebelumnya, keluarga Pak Renan masih duduk di tempat yang sama, melingkari meja makan dengan sebagian hidangan pagi yang hanya tersisa sedikit saja. Si kepala kelaurga tampak diam, hanya sesekali saja menjawab celotehan cucunya.

Begitu Dama berpamitan untuk berangkat ke sekolah, seluruh keluarga memilih untuk membahas sedikit soal si bungsu yang sudah mulai memasuki tahap pencarian jati diri. Hal yang perlu dibahas bersama keluarga supaya bisa saling membantu untuk mengawasi.

"Bang, gimana soal adikmu? Apa nggak sebaiknya dipindah saja ke pesantren?" tanya Pak Renan pada putra sulungnya.

"Apa Bapak yakin Dama perlu dipindah ke pesantren? Ibu kurang setuju. Apalagi selama ini Dama nggak pernah jauh dari Ibu."

"Pak, ini pertama kalinya Dama ketahuan bohong, bahkan sampai nggak pulang. Kita kasih kesempatan dia untuk menata lagi supaya bisa dipercaya." Bang Asa memberikan masukan sebagai bahan pertimbangan.

"Bapak takut dia bakal di luar kendali. Teman-teman di sekelilingnya itu berbeda dengan teman-teman di sekeliling Abang dan Kakak. Terlalu bebas."

"Pak, Abang paham apa yang ditakutkan. Cuma apa nggak terlalu dini untuk memilih pesantren untuk Dama?"

"Bapak, Salsa boleh ikut bicara?" pinta Salsabila. "Kalau menurut Salsa, kita kasih kepercayaan untuk Dama supaya dia bisa memilih dan memilah yang baik untuknya. Dia perlu kepercayaa, Pak. Semisal mau dipindah ke pesantren, setidaknya tanyakan dulu pendapatnya," lanjut Salsa sambil menyuapi Yaya yang belum juga selesai sarapan.

"Benar kata Mbak Salsa, Pak. Kalau jaman Abang sama Kakak dulu sambunga telepon susah, hp juga nggak ada, motor apalagi. Kalau Dama pemikirannya sempit bukan nggak mungkin dengan banyaknya akses dia bakalan minggat." Satya akhirnya bersuara mengeluarkan pendapatnya.

"Wes lah. Nggak usah masuk pesantren. Lebih sering ngawasi Dama saja. Benar kata Kakak, makin dikekang potensi minggat jauh lebih besar. Anak jaman sekarang itu nggak bisa disamain sama yang dulu-dulu, pak." Ibu Laras menegaskan pendapatnya.

Pak Renan mengangguk mendengar pendapat keluarganya. Setelah pembicaraan ini ia memutuskan untuk lebih memperhatikan Dama. Setidaknya, sebagai kepala keluarga ia melakukan hal yang benar dengan meminta pendapat seluruh keluarga termasuk anak menantunya.

🍁🍁🍁

Baru saja bel pulang berbunyi, siswa SMA Patriot Pancasila berhamburan meninggalkan kelas. Sebagian besar mereka menuju halaman parkir siswa dan langsung berebut untuk keluar pagar yang menjadi benteng pembatas dengan dunia luar sekolah.

Namun, belum juga siswa pertama berhasil keluar, satpam yang bertugas justru menutup gerbang. Tiga orang satpam langsung berbagi tugas, dua orang menutup gerbang, semntara yang satu berlari menuju kantor guru.

Dari sebagian mata yang melihat, segerombolan siswa dengan dengan seragam putih abu-abu sudah berkumpul di sekitar SMA Patriot Pancasila. Hanya atribut sekolah yang menjadi pembeda di antaranya. Setidaknya ada tiga atribut berbeda yang terlihat. Bisa disimpulkan mereka berasal dari tiga sekolah berbeda yang datang bertandang ke SMA Patriot Pancasila.

Dama yang hendak pulang dan akan menuju halte depan sekolah hanya sanggup melompat-lompat untuk melihat apa yang menghalangi motor teman-temannya untuk lewat.

"Ada apa, Za?" tanya Dama saat melihat Irza berusaha melewati beberapa motor dan hendak mendekati gerbang.

"Anak-anak kota sebelah datangnya rombongan, Dam. Tiga sekolah yang main ke sini," jawab Irza sambil berjalan meninggalkan Dama.

Fokus Dama terpecah saat ia melihat beberapa teman laki-laki sekelasnya termasuk Irza dan Rizvan beserta kakak tingkat melompati pagar sekolah. Beberapa guru laki-laki juga turut berlari hendak menghalangi, tetapi terlambat. Mereka sudah ada di luar pagar.

"Pak, bilang sama Pak Kepsek! Telepon kantor polisi dan sekolah mereka." Seorang guru yang mengajar Penjasorkes berteriak pada satpam.

Sementara itu, Pak Surya si guru Agama berlari mendekati pagar, "Nak, balik ke dalam lagi. Nggak ada gunanya meladeni mereka. Sebentar lagi polisi datang. Jangan membayakan diri kalian!"

"Mereka datang untuk bertamu, Pak. Harus disambut dengan meriah. Jangan sampai mereka kecewa dengan penyambutan kita."

"Sambutan opo? Disambit pake engkol bocor kepalamu! Lihat yang mereka bawa. Nggak usah banyak omong, balik cepat!" Pak Surya mendadak khawatir pada anak-anaknya begitu melihat apa yang dibawa oleh siswa dari kota sebelah.

Tidak sedikit dari mereka yang membawa peralatan bengkel seperti engkol, kunci inggris dengan berbagai ukuran, rantai sepeda motor, gir sepeda motor, setang sepeda, dan beberapa alat yang bisa dikategorikan sebagai senjata tajam.

"Ini mereka niatnya mau sekolah apa buka bengkel? Asli anak sekarang mainannya nggak serem-serem, Pak," celetuk salah seorang satpam.

Entah bagaimana ceritanya, tiba-tiba saja banyak batu berterbangan melintasi pagar. Sebagian siswa perempuan menjerit ketakutan dan memilih masuk dan berlindung di dalam gedung sekolah.

Sebagian guru perempuan berteriak dan menggiring anak didiknya untuk masuk. Sementara guru lelaki berusaha untuk melewati pagar dan menyeret anak didiknya untuk kembali ke halaman sekolah.

Bukannya kembali, justru sebagian siswa lelaki merasa terpanggil untuk ikut membela teman-temannya. Jumlah guru dan murid yang memang tidak seimbang membuat para guru kewalahan.

Begitu juga dengan Dama, lelaki enam belas tahun itu ikut melompati pagar dan mulai memukul acak siapa saja yang mengenakan atribut sekolah yang berbeda darinya. Saat mereka tengah berkelahi dan sudah tidak tahu di mana teman yang lain, terdengar sirine mobil polisi dari kejauhan.

Para tamu tidak diundang itu mulai kelabakan dan kocar-kacir. Mereka mengendari motor dan kabur ke berbagai arah. Beberapa yang tertinggal masih berusaha untuk menyerang. Hingga sudut mata Dama melihat sosok di belakang Irza hendak menyabet punggung sahabatnya dengan rantai sepeda motor.

"Za!" teriak Dama sambil berlari mendekatinya dan merangkul temannya itu.

Sosok itu masih tetap melancarkan aksinya dan tepat saat Dama merangkul, tangan kiri yang ada di punggung Irza yang terkena sabetan. Luka memanjang bekas sabetan mulai muncul. Memar kemerahan tampak begitu mengerikan melintang di bawah siku Dama.

Tersangka langsung kabur, apalagi suara sirine semakin mendekat. Mereka yang kabur berlawanan arah dari kedatangannya ke SMA Patriot Pancasila sudah pasti tertangkap karena polisi yang datang sudah memblok jalan.

"Thanks, Dam. Kalau nggak ada kamu sudah bocor kepalaku kena rantai sepeda," ujar Irza sambil meraih tangan Dama dan memeriksa dengan seksama tangan temannya itu. "Harus segera diobat, sakit?"

"Kalau udah kayak gini masih ditanya sakit apa nggak, ya mending aku biarin kepalamu aja yang bocor, Za."

"Ah, iya, iya, maaf. Makasih, Dam." Irza melihat sekelilingnya, kekacauan terlihat jelas.

Taman di depan sekolah hancur, beberapa alat dan batu bertebaran di jalan depan sekolah. Belum lagi siswa yang terluka ada yang terduduk menunggu pertolongan. Rupanya, beberapa korban juga berasal dari sekolah sebelah yang ditinggalkan oleh temannya.

Guru laki-laki akhirnya ditugaskan untuk menempatkan korban tawuran dari sekolah kota sebelah di tempat terpisah. Sementara itu, guru perempuan ditugaskan untuk memberikan pertolongan pertama sebelum ambulans dan petugas kesehatan datang untuk menangani.

"Kalian yang terluka akan kami kabarkan pada keluarga masing-masing. Selain itu bersiap juga untuk konsekuensi yang kalian terima. Terutama untuk kalian kakak kelas yang menjadi contoh tidak baik untuk adik kelasnya." Wakil kepala sekolah bagian kesiswaan bersuara di aula yang menampung korban tawuran dari SMA Patriot Pancasila.

"Pak, boleh saya pulang sendiri?" pinta Dama.

"Tidak bisa, kami sudah menghubungi walimu dan mereka sedang dalam perjalanan ke sini."

Mampuslah kau, Dam. Persiapkan penjelasan sebaik mungkin jika tak ingin dicoret dari kartu keluarga, batin Dama.
 

🍁🍁🍁

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Loveless
8446      4132     611     
Inspirational
Menjadi anak pertama bukanlah pilihan. Namun, menjadi tulang punggung keluarga merupakan sebuah keharusan. Itulah yang terjadi pada Reinanda Wisnu Dhananjaya. Dia harus bertanggung jawab atas ibu dan adiknya setelah sang ayah tiada. Wisnu tidak hanya dituntut untuk menjadi laki-laki dewasa, tetapi anak yang selalu mengalah, dan kakak yang wajib mengikuti semua keinginan adiknya. Pada awalnya, ...
Trust
1985      835     7     
Romance
Kunci dari sebuah hubungan adalah kepercayaan.
Love Dribble
10761      2091     7     
Romance
"Ketika cinta bersemi di kala ketidakmungkinan". by. @Mella3710 "Jangan tinggalin gue lagi... gue capek ditinggalin terus. Ah, tapi, sama aja ya? Lo juga ninggalin gue ternyata..." -Clairetta. "Maaf, gue gak bisa jaga janji gue. Tapi, lo jangan tinggalin gue ya? Gue butuh lo..." -Gio. Ini kisah tentang cinta yang bertumbuh di tengah kemustahilan untuk mewuj...
Hidden Words Between Us
1425      640     8     
Romance
Bagi Elsa, Mike dan Jo adalah dua sahabat yang paling disayanginya nomor 2 setelah orang tuanya. Bagi Mike, Elsa seperti tuan putri cantik yang harus dilindunginya. Senyum dan tawa gadis itu adalah salah satu kebahagiaan Mike. Mike selalu ingin menunjukkan sisi terbaik dari dirinya dan rela melakukan apapun demi Elsa. Bagi Jo, Elsa lebih dari sekadar sahabat. Elsa adalah gadis pertama yang ...
Lorong Unggulan
12      12     0     
Romance
SMA Garuda memiliki beberapa siswa istimewa. Pertama, Ziva Kania yang berhasil menjadi juara umum Olimpiade Sains Nasional bidang Biologi pertama di sekolahnya. Kedua, ada Salsa Safira, anak tunggal dari keluarga dokter "pure blood" yang selalu meraih peringkat pertama sejak sekolah dasar hingga saat ini. Ketiga, Anya Lestari, siswi yang mudah insecure dan berasal dari SMP yang sama dengan Ziv...
About love
1290      603     3     
Romance
Suatu waktu kalian akan mengerti apa itu cinta. Cinta bukan hanya sebuah kata, bukan sebuah ungkapan, bukan sebuah perasaan, logika, dan keinginan saja. Tapi kalian akan mengerti cinta itu sebuah perjuangan, sebuah komitmen, dan sebuah kepercayaan. Dengan cinta, kalian belajar bagaimana cinta itu adalah sebuah proses pendewasaan ketika dihadapkan dalam sebuah masalah. Dan disaat itu pulalah kali...
WEIRD MATE
1605      771     10     
Romance
Syifa dan Rezeqi dipertemukan dalam kejadian konyol yang tak terduga. Sedari awal Rezeqi membenci Syifa, begitupun sebaliknya. Namun suatu waktu, Syifa menarik ikrarnya, karena tingkah konyolnya mulai menunjukkan perasaannya. Ada rahasia yang tersimpan rapat di antara mereka. Mulai dari pengidap Post Traumatic Stress Disorder (PTSD), pengguna narkoba yang tidak diacuhkan sampai kebencian aneh pa...
Dapit Bacem and the Untold Story of MU
8620      2302     0     
Humor
David Bastion remaja blasteran bule Betawi siswa SMK di Jakarta pinggiran David pengin ikut turnamen sepak bola U18 Dia masuk SSB Marunda United MU Pemain MU antara lain ada Christiano Michiels dari Kp Tugu To Ming Se yang berjiwa bisnis Zidan yang anak seorang Habib Strikernya adalah Maryadi alias May pencetak gol terbanyak dalam turnamen sepak bola antar waria Pelatih Tim MU adalah Coach ...
ARSELA: Perjodohan si Syar'i dan Ketua Geng Motor
189      158     3     
Romance
Memiliki hutang budi dengan keluarga Dharmendra, Eira mau tidak mau menyetujui perjodohan dengan putra sulung keluarga itu, Arsel, seorang ketua geng motor tersohor di kampusnya.
High Quality Jomblo
45528      6356     53     
Romance
"Karena jomblo adalah cara gue untuk mencintai Lo." --- Masih tentang Ayunda yang mengagumi Laut. Gadis SMK yang diam-diam jatuh cinta pada guru killernya sendiri. Diam, namun dituliskan dalam ceritanya? Apakah itu masih bisa disebut cinta dalam diam? Nyatanya Ayunda terang-terangan menyatakan pada dunia. Bahwa dia menyukai Laut. "Hallo, Pak Laut. Aku tahu, mungki...