Seperti pagi-pagi sebelumnya, Yasmine sarapan sendirian. Makanan yang tertata di atas mini bar hanya cukup untuk satu orang. Kursi yang ada di samping gadis itu juga kosong. Hanya embusan angin yang melewati pintu balkon yang menemani Yasmine. Sesekali, suara klakson kendaraan dari bawah sana juga ikut memeriahkan pagi Yasmine.
Jangan salah sangka dulu, Yasmine tidak pasrah begitu saja saat Adam menegaskan batas dalam hubungan mereka. Awal-awal pernikahan, Yasmine selalu menyiapkan sarapan untuk lelaki itu. Namun, Adam tidak peduli sedikit pun dan makanan untuknya selalu berakhir di tempat sampah. Yasmine juga pernah berinisiatif mencucikan pakaian lelaki itu. Namun, sejak insiden rusaknya kemeja kesayangan Adam, Yasmine tidak berani lagi. Ia juga pernah membersihkan kamar Adam, tetapi langsung berhenti setelah menerima tuduhan pencuri.
Tembok tinggi nan kokoh yang dibangun oleh Adam hanya bisa runtuh ketika mereka harus berhadapan dengan para orang tua dan keluarga. Jangankan makan bersama, Adam tidak perlu berpikir dua kali untuk memanggil Yasmine dengan sebutan ‘sayang’, seperti semalam. Bahkan, tangan Adam sangat lihai untuk melakukan kontak fisik cukup intens pada Yasmine ketika diperlukan. Mengusap kepala, merangkul pinggang, sampai memeluk pun selalu lelaki itu lakukan tanpa persetujuan Yasmine. Jika tidak ingat Adam adalah suaminya, sudah sejak lama Yasmine mengadu telah mendapatkan pelecehan.
Begitu orang tua mereka pergi, sikap Adam akan kembali sedingin es. Posisi Yasmine juga akan seperti semula, istri yang tak dianggap.
Pendengaran Yasmine menajam begitu dering telepon. Itu bukan suara ponsel Yasmine. Benda pipih miliknya pun berada tepat di samping piring dan tidak menyala sedari tadi. Menuruti rasa penasarannya, Yasmine pun berdiri dan mengikuti arah datangnya suara itu. Kedua kakinya berhenti di depan pintu kamar Adam.
“Lho, bukannya Mas Adam udah berangkat kerja, ya?” gumam Yasmine. Dia pun mengetuk daun pintu, memastikan apakah masih ada Adam di dalam atau tidak. “Mas, belum berangkat? Mas Adam? Mas?”
Berulang kali Yasmine memamggil nama lelaki itu, tetapi tidak ada jawaban dari dalam. Akhirnya, ia memberanikan diri untuk membuka pintu. Ruangan itu sangat lengang, tidak ada siapa-siapa di dalam. Keramaian hanya bersumber dari dering ponsel yang terongok di ujung ranjang. Yasmine mengintip layar benda persegi itu.
Dokter Gino
Walaupun penuh keraguan, Yasmine pun mengambil ponsel Adam itu. Tanpa sadar, ia menggigit bibir bawahnya. “Aduh ... aku harus gimana, nih? Angkat aja kali, ya? Eh, tapi, gimana kalau Mas Adam marah? Tapi, gimana juga kalau panggilan ini penting? Bisa aja tentang pasien, kan? Ya Allah ... gimana, dong?”
Sembari terus ditemani dering ponsel Adam, Yasmine pun segera keluar dari kamar itu. Dia segera mengambil tas di kamar dan menyambar ponselnya di atas mini bar. Setelah meletakkan piring bekas sarapannya ke wastafel dan menutup pintu balkon, Yasmine langsung meninggalkan apartemen.
“Rumah Sakit Pondok Indah, ya, Pak,” ucap Yasmine begitu memasuki ojek online yang dipesannya. Ia sengaja tidak memesan taksi supaya bisa lebih cepat sampai.
Sepanjang perjalanan, kontak dengan nama Dokter Gino memanggil Adam sebanyak lima kali. Yasmine pun gelisah, semakin yakin bahwa panggilan itu benar-benar penting dan harus diterima Adam sesegera mungkin. Maka dari itu, dia langsung berlari begitu sampai di depan lobi rumah sakit.
“Mbak, ruangan Mas ....” Yasmine langsung melipat kedua bibirnya. “Maksud saya, Dokter Adam,” koreksinya dengan cepat. “Ruangan Dokter Adam di lantai berapa, ya?”
Dua orang perempuan di balik meja front officer langsung memusatkan perhatiannya pada Yasmine. Mereka sempat saling melirik. Sorot mata keduanya begitu penuh arti.
“Ini Mbak Yasmine, ya? Istrinya Dokter Adam, kan?” tanya salah satu dari mereka
Yasmine tersentak, sama sekali tidak siap dengan pertanyaan itu. Kendati demikian, dia pun mengangguk, membenarkan tebakan orang di hadapannya. “I-iya, Mbak.”
“Ruangan dokter Adam ada di lantai tiga, Mbak,” kata yang satunya lagi, menjawab pertanyaan Yasmine.
“Makasih, ya,” jawab Yasmine sembari berlalu dari sana.
Gadis itu berniat meninggalkan lobi secepat mungkin. Selain supaya ponsel di tangannya segera sampai pada sang pemilik, Yasmine juga harus ke ke kampus. Namun, ia memperlambat langkah ketika tak sengaja mendengar obrolan kedua front officer itu.
“Lho, itu istrinya Dokter Adam? Kok, beda sama yang di Instagram, ya?”
“Yang di Instagram itu Mbak Elea. Tapi fotonya udah dihapus dua bulan yang lalu, kan?” sahut yang satunya. “Yang ini Mbak Yasmine, adiknya Mbak Elea. Pokoknya, gak tahu gimana ceritanya, mereka nikah aja. Aku juga tahu dari Instagram Bu Inayah, ibunya Dokter Adam.”
“Hah? Serius adiknya? Kok, bisa dia yang jadi istri Dokter Adam? Bukan hasil ngerebut, kan?”
“Aku juga curiganya begitu, sih.”
Yasmine meremas ujung kemejanya. Apakah itu yang beredar di antara rekan kerja Adam? Ia sama sekali tidak menyangka akan mendapatkan spekulasi kejam semacam itu, Yasmine menikah dengan Adam karena telah berhasil merebut apa yang sudah menjadi milik kakaknya. Mereka tidak tahu cerita sebenarnya, tetapi begitu berani menarik kesimpulan tak pantas.
Memang benar, Adam telah membersihkan semua foto Elea di akun sosial medianya dua bulan yang lalu. Hatinya tercabik-cabik setiap kali menelan fitur hapus. Adam seperti tengah memberi tahu dunia bahwa Elea tidak berarti lagi dalam hidupnya. Ia tidak punya pilihan. Sebelum abinya memerintah lebih keras, lebih baik Adam menurut. Kendati demikian, segala kenangan tentang Elea tidak ada satu pun yang pudar dalam memori dan hati Adam.
“Dok?”
Perhatian Adam dari layar komputer teralihkan. Dia menatap asistennya dengan dahi berkerut. “Ya?”
“Ada istri Dokter di luar. Katanya ada hal penting yang mau disampaikan,” lanjut sang asisten.
“Istri saya?”
“Iya, Bu Yasmine.”
Adam terbelalak mendengar nama itu. Tanpa pikir panjang, ia langsung meninggalkan pekerjaannya dan melangkah keluar. Rahangnya mengetat keras begitu bertemu pandang dengan Yasmine yang tengah duduk di depan klinik. Walaupun tersenyum lebar—menyembunyikan kemarahannya di depan para pasien dan keluarga—tetapi cengkeraman Adam di tangan Yasmine jauh dari kesan ramah.
“Ikut aku!” tekan Adam dengan nada berbisik.
“Mas, sakit ....” keluh Yasmine sembari berusaha menarik tangannya.
“Makanya, ayo ikut!”
Tubuh Yasmine tersentak begitu tangannya ditarik sepenuh tenaga oleh Adam. Kedua tungkainya terseret, dipaksa menyamakan langkah dengan lelaki itu. Adam juga seakan tuli, tidak peduli dengan Yasmine yang terus mengeluhkan sakit di pergelangan tangan kanannya. Lelaki itu terus melangkah, melewati keramaian pasien dan awak medis. Adam baru berhenti ketika mereka sampai di samping toilet. Sepi, tidak ada orang di sana.
“Maksud kamu apa datang ke sini, hah? Kamu mau pamer ke semua orang bahwa yang jadi istri aku itu, kamu, bukan Elea?” semprot Adam setelah berbalik dan menatap Yasmine penuh murka.
“Aku cuma mau nganterin HP Mas Adam yang ketinggalan di kamar,” jawab Yasmine seraya mengusap pergelangannya yang terasa nyeri.
“Kan, bisa kamu titipin di front officer. Bisa juga kamu minta tolong OB untuk kasih HP-nya ke aku. Gak perlu kamu yang datang!”
“Aku gak mikir sampai sana, Mas. Aku panik. Dari tadi HP Mas bunyi, ada panggilan dari Dokter Gino. Aku cuma mikir itu panggilan penting, makanya cepet-cepet ke sini dan gak mikir hal lain,” jelas Yasmine.
Adam berdecih. “Alasan! Bilang aja kamu mau ngasih tahu ke semua orang kalau aku menikahi adik pacar aku sendiri.”
“Emang begitu kenyataannya, kan? Suka gak suka, Mas harus terima kenyataan kalau yang jadi istri Mas itu aku, bukan Kak Elea.”
“Aku gak suka dan gak akan terima kenyataan itu!” Adam maju selangkah, mengikis jarak tubuhnya dengan Yasmine. Dia sedikit membungkuk, menyamakan tinggi dengan gadis itu. “Ingat, pernikahan ini terjadi hanya untuk menjaga nama baik keluarga. Gak lebih. Begitu Elea pulang, semuanya akan kembali ke semula. Status kita akan jadi adik dan kakak ipar, seperti rencana awal. Jangan lupakan itu, Yasmine.”
Rongga mulut Yasmine terasa begitu pahit. Lehernya dicekik kata-kata kejam Adam. Dadanya sesak, bertambah sudah luka di hatinya. Matanya memanas, siap menumpahkan kesedihan yang tak tertahan.
Dengan kasar, Adam mengambil alih benda pipih di tangan gadis itu. “Untuk ke depannya, barang apa pun yang aku tinggalkan di apartemen, kamu titip di depan aja. Jangan datangi klinikku lagi. Paham?” ketusnya.
Tidak ada jawaban. Yasmine mematung setelah mendengar ucapan panjang Adam tadi. Lelaki itu juga tidak peduli. Adam sudah melangkah pergi dari sana, meninggalkan Yasmine yang mulai menjatuhkan air matanya.
Mengapa begitu sulit untuk menyentuh hati Adam? Yasmine tidak pernah mengharapkan pernikahan hangat nan penuh kasih sayang. Ia sadar diri, di hati suaminya itu hanya ada Elea. Yang Yasmine harapkan hanya hubungan baik dua orang yang tinggal satu atap. Yang ia harapkan hanya sikap semestinya seorang kakak ipar. Tidak lebih. Jika Elea pulang dan semuanya kembali ke rencana semula, tidak pantas Yasmine dan Adam menyimpan benci dan dendam, bukan?
***
Memasuki bulan September, langit Indonesia lebih banyak dihiasi awan hitam dibandingkan sinar matahari. Teriknya sang surya bisa berganti mendung dalam waktu yang relatif singkat. Keluhan panasnya ibukota berganti dengan protes para manusia yang tidak siap melihat sepatu mereka kotor karena cipratan air hujan.
Malam ini, hujan turun tidak seperti biasanya. Dia tidak sendiri, melainkan membawa serta gemuruh dan petir yang tiada henti menemani orang-orang Jakarta yang bergelut dengan kemacetan. Selain melakukan upacara penyambutan jatuhnya air ke bumi, gemuruh dan petir itu juga seakan menertawakan orang-orang yang memilki kenangan buruk akan hujan. Salah satunya Yasmine.
Gadis itu meringkuk di atas kasur sejak 10 menit yang lalu. Kedua matanya terpejam erat, berusaha mengusir bayangan tragedi 17 tahun lalu. Walaupun sudah berusaha sekuat tenaga, soalnya kejadian yang merenggut nyawa sang ibu terus berputar di benaknya.
“Kang, badan Yasmine makin panas.”
Seorang perempuan cantik dengan balutan terusan putih memasuki ruang keluarga. Garis kekhawatiran terlukis dengan jelas di wajahnya. Ia menggendong balita yang terus menangis dalam dekapan.
“Kita ke rumah sakit sekarang,” jawab seorang lelaki yang sedari tadi sibuk mempersiapkan berbagai keperluan putri mungilnya. “Ayo, Ester.”
Sembari terus berusaha menenangkan anaknya, perempuan yang dipanggil Ester itu pun mengikuti langkah sang suami. Setiap kali bersitatap dengan mata bulat putrinya, hati Bu Ester berdenyut sakit. Anaknya itu seperti berusaha menyampaikan seberapa besar sakit dan rasa tak nyaman yang bersarang di tubuh mungilnya.
“Kang, hati-hati,” ucap Bu Ester ketika mobil berhenti di perempatan karena lampu merah. Hujan lebat membuat jangkauan pandangannya tidak terlalu bagus. “Jangan terlalu ngebut, Kang.”
“Kita harus cepat sampai, Sayang. Yasmine harus segera mendapat penanganan dokter,” sahut lelaki yang duduk di balik kemudi, yang tak lain adalah Pak Salim.
“Iya, Kang, tapi kita tetep harus hati-hati.”
Pak Salim hanya bergumam menanggapi ucapan istrinya. Bukan hanya Bu Ester, sebagai seorang ayah, hati Pak Salim juga berdenyut sakit mendengar tangisan Yasmine yang tak kunjung berhenti. Beliau tidak peduli dengan kondisi tubuhnya yang begitu lelah karena seminggu ini terus bekerja sampai malam. Yang paling penting saat ini adalah kesembuhan Yasmine.
Pedal gas langsung diinjak begitu lampu rambu lalu lintas berubah menjadi hijau. Namun, Pak Salim tidak melirik kanan kiri lebih dahulu. Beliau tidak menyadari kedatangan sebuah truk besar dari sisi kanan. Pak Salim tak sempat membanting stir ketika sebuah benturan keras menyentuh badan mobilnya. Detik selanjutnya, kendaraan roda empat itu mengguling beberapa kali dan baru berhenti ketika menabrak lampu jalan.
Asap dari mesin mobil mengepul, lalu menghilang dengan embusan angin yang menusuk jantung. Darah mengalir, mengikuti arus air hujan yang kian berlimpah. Tangisan bayi terdengar, menyertai gemuruh petir yang tak ada hentinya sejak tadi. Yasmine kecil mencengkeram baju ibunya sekuat tenaga, sebelum akhirnya pelukan beliau tidak lagi terasa hangat.
Dengan air mata yang terus berderai, Yasmine meremas ujung bantalnya sekuat tenaga. Setiap kali suara petir menggelegar, Yasmine terpekik sembari menutup telinganya kencang-kencang. Kepalanya terasa akan pecah. Tubuhnya bergetar hebat. Dadanya terasa begitu sesak dan penuh dengan ketakutan. Sungguh, Yasmine butuh butuh pertolongan saat ini. Yasmine butuh seseorang untuk bersamanya di malam yang mencekam ini.
Yasmine memencet asal kontak yang melakukan panggilan dengannya akhir-akhir ini. Lalu, ia menempelkan ponsel ke daun telinga. “Ha-halo?” sapanya ketika panggilan telah terhubung.
“Iya, halo. Kenapa?”
Rupanya, kontak Adam yang jemari Yasmine pilih. Dengan napas tersengal, gadis itu kembali berkata, “Mas Adam di mana?”
“Di rumah sakit, lah,” ketus Adam. “Ada apa telpon aku?”
“Mas ... pulang, ya? Aku butuh kamu ....”
Tidak ada jawaban apa-apa dari seberang sana. Tentu saja, lelaki itu pasti bingung dengan kelakuan Yasmine yang tidak normal ini.
“Hujannya deras. Petirnya juga kenceng banget. Aku takut ...,” lirih Yasmine lagi, mengemis iba Adam.
“Apaan, sih? Hujan sama petir segini doang. Jangan kayak anak kecil, deh.” Suara Adam kembali menyahut.
“Aku mohon, Mas. Pulang sebentar aja, sampai hujannya reda. Aku bener-bener butuh kamu.”
“Gak. Aku sibuk! Lain kali gak usah telepon kalau gak penting!”
“Tapi, Mas .... Halo? Mas Adam? Mas!”
Yasmine menatap nanar layar ponselnya. Pantas saja tidak ada jawaban, rupanya panggilan diakhiri secara sepihak oleh Adam. Beberapa detik berselang, Yasmine menjerit ketika suara petir kembali memecah gendang telinganya. Ia segera menarik selimut begitu memiliki kesempatan dan menutupi seluruh tubuhnya.
“Kakak ... tolong aku ....”
Biasanya, Elea yang memeluk Yasmine. Namun, kali ini, ia harus menikmati rasa takutnya seorang diri. Yasmine tidak bisa mengharapkan Adam lagi. Dia hanya bisa berdoa semoga Allah berbaik hati dengan menghentikan hujan petir ini secepat mungkin.
Furimukeba: Saat Kulihat Kembali
493
342
2
Short Story
Ketika kenangan pahit membelenggu jiwa dan kebahagianmu. Apa yang akan kamu lakukan?
Pergi jauh dan lupakan atau hadapi dan sembuhkan?
Lalu, apakah kisah itu akan berakhir dengan cara yang berbeda jika kita mengulangnya?
In Your Own Sweet Way
440
314
2
Short Story
Jazz. Love. Passion. Those used to be his main purpose in life, until an event turned his life upside down. Can he find his way back from the grief that haunts him daily?
Meja Makan dan Piring Kaca
57811
8482
53
Inspirational
Keluarga adalah mereka yang selalu ada untukmu di saat suka dan duka. Sedarah atau tidak sedarah, serupa atau tidak serupa. Keluarga pasti akan melebur di satu meja makan dalam kehangatan yang disebut kebersamaan.
Hyeong!
194
169
1
Fan Fiction
Seok Matthew X Sung Han Bin | Bromance/Brothership | Zerobaseone
"Hyeong!"
"Aku bukan hyeongmu!"
"Tapi—"
"Seok Matthew, bisakah kau bersikap seolah tak mengenalku di sekolah? Satu lagi, berhentilah terus berada di sekitarku!"
____
Matthew tak mengerti, mengapa Hanbin bersikap seolah tak mengenalnya di sekolah, padahal mereka tinggal satu rumah. Matthew mulai berpikir, apakah H...
BELVANYA
343
238
1
Romance
Vanya belum pernah merasakan jatuh cinta, semenjak ada Belva kehidupan Vanya berubah. Vanya sayang Belva, Belva sayang Vanya karna bisa membuatnya move on. Tapi terjadi suatu hal yang membuat Belva mengurungkan niatnya untuk menembak Vanya.
Well The Glass Slippers Don't Fit
1437
652
1
Fantasy
Born to the lower class of the society, Alya wants to try her luck to marry Prince Ashton, the descendant of Cinderella and her prince charming. Everything clicks perfectly. But there is one problem. The glass slippers don't fit!
Warna Jingga Senja
4396
1214
12
Romance
Valerie kira ia sudah melakukan hal yang terbaik dalam menjalankan hubungan dengan Ian, namun sayangnya rasa sayang yang Valerie berikan kepada Ian tidaklah cukup.
Lalu Bryan, sosok yang sudah sejak lama di kagumi oleh Valerie mendadak jadi super care dan super attentive. Hati Valerie bergetar. Mana yang akhirnya akan bersanding dengan Valerie? Ian yang Valerie kira adalah cinta sejatinya, atau...
TWINS STORY
1327
717
1
Romance
Di sebuah mansion yang sangat mewah tinggallah 2 orang perempuan.Mereka kembar tapi kayak nggak kembar Kakaknya fenimim,girly,cewek kue banget sedangkan adiknya tomboynya pake banget.Sangat berbeda bukan? Mereka adalah si kembar dari keluarga terkaya nomor 2 di kota Jakarta yaitu Raina dan Raina.
Ini adalah kisah mereka berdua.Kisah tentang perjalanan hidup yang penuh tantangan kisah tentang ci...
To The Girl I Love Next
409
287
0
Romance
Cinta pertamamu mungkin luar biasa dan tidak akan terlupakan, tetapi orang selanjutnya yang membuatmu jatuh cinta jauh lebih hebat dan perlu kamu beri tepuk tangan. Karena ia bisa membuatmu percaya lagi pada yang namanya cinta, dan menghapus semua luka yang kamu pikir tidak akan pulih selamanya.
Under a Falling Star
1066
625
7
Romance
William dan Marianne. Dua sahabat baik yang selalu bersama setiap waktu. Anne mengenal William sejak ia menduduki bangku sekolah dasar. William satu tahun lebih tua dari Anne. Bagi Anne, William sudah ia anggap seperti kakak kandung nya sendiri, begitupun sebaliknya. Dimana ada Anne, pasti akan ada William yang selalu berdiri di sampingnya. William selalu ada untuk Anne. Baik senang maupun duka, ...
Oh ternyata Yasmin cuman anak sambung toh....dan ibu tirinya memberikan perlakuan yang berbeda
Comment on chapter 1. Kehidupan Yasmine