Loading...
Logo TinLit
Read Story - Cinta untuk Yasmine
MENU
About Us  

    “Janji, ya. Biarpun nanti Kakak udah tinggal sama Mas Adam, tetep harus sering main ke sini. Nginep juga, jangan cuma lewat sebentar. Terus, tidurnya sama aku. Tapi, Kakak harus izin dulu sama Mas Adam. Aku gak berani ngomong langsung, takut gak diizinin.”

    Setelah sekian lama, Elea bisa merasakan tidur di ranjang adiknya. Ini adalah malam terakhir Elea menyandang gelar lajang. Mulai besok, ia akan menjadi istri dari Adam Said Mubarak. Elea juga akan pindah ke apartemen mewah yang sudah Adam beli. Bangunan yang telah menemaninya tumbuh selamaa 15 tahun terakhir hanya akan menjadi rumah keduanya nanti.

    “Kalau Kakak ada pemotretan di luar kota, jangan lupa kasih tahu aku, ya? Biar kita bisa ketemu dulu, kangen-kangenan dulu. Syukur-syukur pas aku libur, jadi bisa ikut. Eh, emang Mas Adam bakal ngizinin?”

    Dengan tangan yang masih memeluk tubuh ramping Elea, gadis itu menengadah. Sungguh, dari sisi mana pun, Elea selalu terlihat cantik. Tidak ada lemak berlebih di kedua pipinya. Tidak ada gelambir di bawah tulang rahangnya. Bahkan, perutnya pun rata, tidak ada lipatannya. Semua itu sangat berbanding terbalik dengan Yasmine.

    Namun, sekalipun Yasmine sempat salah fokus, kini ia sadar bahwa kakanya sedang melamun. Elea tidak menjawab kalimat panjang lebar Yasmine sejak tadi. Pandangannya juga tampak kosong, seperti sedang merangkai benang kusut di dalam kepalanya.

    “Kak?” Yasmine mengguncang bahu sang kakak.

    Elea tersentak. Dia melirik ke arah Yasmine dengan mata yang mencuat setengah. “Hah? Ya? Kenapa?”

    Gadis itu mengembuskan napas panjang. “Kakak gak dengerin omongan aku, ya?”

    “Dengerin, kok.”

    “Coba, tadi aku ngomong apa?”

    “Emm ... kamu ....” Mata Elea bergerak ke sana kemari, berusaha mengindari tatapan penuh selidik dari adiknya. “Kamu minta dibeliin novel, kan?”

    Saat itu juga, Yasmine langsung berguling, membentangkan jarak dengan tubuh Elea. Pandangannya lurus ke langit-langit kamar. Bibirnya mengerucut, sebal karena ucapan panjangnya hanya didengarkan oleh tembok, bukan oleh Elea.

    Baiklah, Yasmine akui. Dia memang cukup sering meminta dibelikan novel oleh Yasmine. Namun, tidak mungkin juga ia masih memikirkan lelaki sempurna yang hidup di dunia fiksi di saat kakaknya menikah besok. Ditambah lagi Elea sudah banyak melamun selama beberapa hari ini. Tidak mungkin Yasmine egois dan mementingkan kepuasannya sendiri di saat sang kakak terlihat tidak baik-baik saja.

    “Kakak mikirin apa, sih? Seharian ini bengooong terus. Makan juga makin sedikit. Diajak ngobrol juga suka gak fokus.” Yasmine bersuara setelah sekian lama diam. Ia berbalik, kembali menatap sang kakak. “Kakak gak lagi berantem sama Mas Adam, kan? Semuanya baik-baik aja, kan?”

    Untuk beberapa saat, Elea hanya menatap Yasmine.Matanya bergerak memindai setiap lekukan wajah adiknya itu, seperti sedang merekam pemandangan yang ada di hadapannya. Lalu, ia tersenyum dan berkata, “Kakak gak apa-apa, kok, Yas. Biasa, lah, gugup menjelang pernikahan. Kakak sama Adam juga gak ada masalah, kita baik-baik aja.”

    “Bener?”

    Elea terkekeh menerima tatapan penuh selidik dari adik kecilnya itu. “Iya,” singkatnya sembari mendekati tubuh Yasmine. “Makasih, ya, selama ini kamu selalu ada buat kakak. Makasih udah selalu khawatir tentang kakak. Kakak sayang banget sama kamu.”

    Dengan hati yang hangat, Yasmine kembali memeluk kakaknya. “Aku juga sayang banget sama Kak Elea.”

    Tangan kiri Elea membalas pelukan erat sang adik. “Nanti jadi anak yang baik, ya. Kalau kamu ngerasa ucapan sama tindakan mama udah keterlaluan, jangan ragu buat ngomong. Ingetin ayah juga buat bergaul sama bapak-bapak yang lain, jangan cuma bantu-bantu mama di rumah.”

    “Iya, Kak.”

    “Sampaikan maaf kakak buat mereka juga.”

    “Kok, maaf?” sahut Yasmine seraya melirik Elea dari sudut matanya.

    “Kakak ngerasa belum jadi anak yang baik aja buat ayah sama mama. Terlalu malu buat ngomong, jadi minta tolong kamu. Nanti sampein, ya?”

    Yasmine tidak langsung menyahut. Dia merasa ada yang janggal dengan sikap kakaknya yang satu ini. Tidak biasanya Elea merasa malu akan sesuatu yang benar. Selama ini, dia juga tidak pernah ragu dan gengsi untuk mengutarakan kasih sayangnya. Namun, untuk pertama kali dalam sejarah, Elea justru meminta Yasmine menjadi perwakilan untuk menyampaikan isi hatinya pada ayah dan mama.

    Mungkin karena nanti Kak Elea tinggal sama Mas Adam, ya, jadi agak emosional? Yasmine membatin. Kemudian, ia pun mengangguk dan menjawab, “Iya, nanti aku sampein ke ayah sama mama.”

    Selanjutnya, hanya sunyi yang menyelimuti kakak beradik yang terus saling memeluk itu. Baik Yasmine maupun Elea, keduanya memutar kembali memori kebersamaan mereka selama 15 tahun ini. Bukan hanya tentang rumah, keduanya selalu berbagi suka dan duka mengenai sekolah, pertemanan, dan percintaan. Yasmine yang paling mengenal Elea, begitu pula sebaliknya. Mereka telah berbagi kehidupan dengan menyertakan kasih sayang besar di dalamnya.

    Lima belas tahun berlalu, besok Elea akan menyandang gelar istri. Yasmine tidak bisa lagi terlalu mengandalkan kakaknya dalam banyak hal, karena Elea akan menjadi milik Adam secara agama dan hukum. Sepertinya, untuk urusan sang mama pun harus ia hadapi sendiri. Yasmine tidak mau menambah beban tanggung jawab Elea sebagai seorang istri.

    Walaupun sangat berat untuk melepaskan, tetapi Yasmine percaya perpisahan itu adalah awal dari kebahagiaan yang lebih besar di masa yang akan datang. Yasmine percaya itu. Selalu.

    Sayangnya, Elea sendiri yang mematahkan kepercayaan itu.

    “Jawab, Yasmine, Elea pergi ke mana?!”

    Untuk ke sekian kali, Bu Asri berteriak tepat di depan wajah Yasmine. Namun, seperti yang sudah-sudah, yasmine hanya bisa terdiam. Tidak ada satu patah kata pun yang keluar dari bibir tipisnya. Sorot matanya pun kosong, tak percaya dengan apa yang terjadi saat ini.

    Pak Salim duduk di samping putrinya. “Yas ...,” panggilnya dengan nada lembut. “Kamu yakin semalam Kak Elea tidur di sini, sama kamu?”

    Perlahan, Yasmine melirik ayahnya. Masih dengan tatapan kosong, ia mengangguk, mengiyakan pertanyaan beliau.

    “Terus, sekarang kakaknya ke mana?”

    Kali ini, Yasmine menggeleng. “Aku ... gak tahu,” jawabnya dengan nada serak.

    Bu Asri meraih kedua bahu Yasmine dan mencengkeramnya kuat-kuat. “Semalam kalian ngobrol banyak sebelum tidur, kan? Elea ada cerita sesuatu yang bikin dia sedih, gak? Dia pasti bilang masih cinta sama Mas Adam, kan? Dia gak mau pernikahan ini batal, kan? Yasmine! Jawab!”

    “Aku gak tahu, Ma ....”

    “Atau jangan-jangan kamu yang menghasut Elea untuk pergi, iya? Kamu iri dengan kehidupan Elea, kan? Ngaku kamu, Yasmine!” raung Bu Asri sembari terus mengguncang bahu gadis itu.

    Pak Salim langsung menarik istrinya begitu melihat Yasmine meringis kesakitan. “Ma, cukup! Jangan menekan Yasmine terus. Mama gak lihat dia juga kaget dengan apa yang terjadi?”

    Dengan kasar, Bu Asri menepis tangan sang suami. Sorot mata penuh kebenciannya masih tertuju pada Yasmine. “Kalau sampai pernikahan ini batal, kamu yang harus tanggung jawab, Yasmine. Semua ini salah kamu!”

    Detik itu juga, cairan bening lolos dari mata Yasmine. Dia langsung menutup wajah dengan kedua telapak tangannya. Bingung, sedih, dan perasaan bersalahnya diutarakan lewat tangisan pilu penuh putus asa.

    Sebelum kumandang azan terdengar, kediaman Pak Salim sudah ramai dengan teriakan Bu Asri. Semua orang terkejut mengetahui Elea tidak ada di kamar Yasmine. Kenyataan bahwa sebagian isi lemari Elea kosong serta koper hitamnya hilang semakin membuat semua orang panik.

    Yasmine juga tak kalah bingung mengetahui Elea sudah tidak ada di sampingnya pagi-pagi buta begini. Kepalanya terasa akan meledak karena terbangun dengan cara yang jauh dari kesan lembut. Bu Asri menarik tangan Yasmine sampai ia terduduk, lalu menanyakan keberadaan anaknya dengan nada bicara yang memekakkan telinga.

    “Gak aktif, Yah ...,” lirih Bu Asri. Air matanya semakin tidak terkendali. Sudah sekian kali mencoba, tetapi ponsel Elea tetap tidak bisa dihubungi. “Apa yang harus kita lakukan?”

    “Kita telepon Mas Adam. Siapa tahu Elea lagi sama dia, Ma. Bisa aja mereka lagi ada masalah, terus ketemu waktu semua orang tidur. Tapi Elea terlambat pulang karena diskusi panjang mereka.”

    Cepat-cepat Bu Asri mencari kontak Adam dan segera memanggilnya. Setiap nada sambung yang terdengar, memicu detak jantungnya untuk bekerja lebih cepat. “Assalamualaikum, Mas Adam,” sapanya begitu panggilan terhubung.

    “Waalaikumsalam, Bu.”

    Bu Asri melirik sang suami. Ketegangan semakin kentara di wajahnya. “Eh, Umi Inayah?”

    “Iya, Bu. Maaf saya yang jawab. Adam lagi di kamar mandi. Ada keperluan apa, Bu? Biar nanti saya sampaikan ke Adam,” sambung Umi Inayah lagi. Ya, yang menerima panggilan Bu Asri bukanlah orang yang dia harapkan.

    Untuk beberapa saat, Bu Asri hanya terdiam sembari menggigit bibir bawahnya. Setelah mengatur napas, beliau pun menjawab, “Saya cuma mau tanya, apa Mas Adam sama Elea lagi ada masalah akhir-akhir ini? Seperti yang kita ketahui bersama, sebelum nikah biasanya calon pengantin malah terlibat pertengkaran besar. Siapa tahu hal itu juga terjadi sama anak-anak kita, Umi.”

    “Oh, begitu? Saya tanya anaknya dulu, ya, Bu. Soalnya dia juga gak bilang apa-apa sama saya atau abinya. Sebentar, ya ....”

    Terdengar derap langkah dari seberang sana. Bu Asri dan Pak Salim setia menunggu dengan penuh harap. Semoga semuanya baik-baik saja, walaupun kenyataan bahwa Adam ada di rumahnya cukup membuat keduanya was-was.

    “Mas, ini telepon dari mamanya Elea. Katanya ada yang mau ditanyain.” Suara Umi Inayah kembali terdengar.

    “Mama Asri, Mi?” sahut Adam dengan nada bingung. Tak lama berselang, suaranya pun menyapa Bu Asri. “Halo, Ma?”

    “Halo, Mas. Maaf, nih, mama ganggu waktu siap-siap kamu. Mas Adam sama Elea—”

    “Mbak, gawat, Mbak!” cetus Bu Yani seketika. “Barusan aku periksa lemari Elea, paspor sama visanya gak ada! Jangan-jangan ... Elea pergi ke luar negeri, Mbak?”

    Semua orang mematung di tempat. Bu Asri tidak bisa langi melanjutkan ucapannya tadi. Tubuh Pak Salim limbung, terduduk lunglai di ujung ranjang. Tangisan Yasmine terhenti sesaat, lalu berlanjut dengan isakan yang lebih keras.

    Tidak! Tidak mungkin Elea pergi. Tidak ada alasan untuknya menghancurkan acara pernikahan ini. Adam sangat mampu memenuhi semua kebutuhan Elea setelah menikah nanti, baik dari segi kasih sayang maupun materi. Hubungan keduanya pun begitu manis selama tiga tahun ini. Tidak ada satu orang pun yang memberikan restu atas dasar keterpaksaan. Semua orang sangat bersuka cita dengan penyatuan dua insan yang saling mencintai itu.

    “Ma ...,”panggil Adam, setelah sekian lama diam. “Semuanya baik-baik aja, kan? Elea gak melakukan sesuatu yang bisa membatalkan pernikahan ini, kan?”

    “Batal? Apa maksud kamu, Mas?” Umi Inayah bertanya dengan nada khawatir.

    Bu Asri mengembuskan napas panjang. Dengan sangat berat hati, ia pun berkata, “Elea pergi dari rumah, Mas. Elea kabur.”

    ***

    Kini, semua orang—keluarga Elea dan Adam—sedang berkumpul di ruang tamu. Mereka semua menunduk dengan wajah suram. Urat di kepala mereka tegang, bingung memikirkan jalan keluar kekacauan besar yang terjadi. Seharusnya mereka semua sibuk mempersiapkan akad, tetapi malah terduduk lemas sembari terus berharap Elea akan segera mengakhiri permainannya. Namun, sampai sinar matahari mulai muncul di ufuk timur, ponsel Elea masih tidak aktif dan batang hidungnya pun tak kunjung terlihat.

    Pernikahan bukan hanya menyatukan dua insan yang saling mencintai dalam ikatan yang diridai Allah, tetapi juga penggabungan dua keluarga besar yang siap menanggung suka dan duka bersama. Maka dari itu, Elea dan Adam menggelar pernikahan mereka secara besar-besaran. Bukan hanya teman-teman mereka yang akan datang, tetapi juga kolega bisnis Abi Emran dan rekan kerja Pak Salim dari kantor kecamatan.

    Mau ditaruh di mana muka mereka jika pernikahan ini batal dengan alasan pengantin wanitanya kabur tadi malam?

    Abi Emran mengusap wajahnya kasar. Tanpa sengaja, pandangan beliau tertuju pada Yasmine yang duduk di samping ayahnya dengan air mata yang terus berderai. Gadis itu masih mengenakan baju tidur merah muda bergambar tokoh kucing. Kerudung biru yang dipakainya pun sudah basah sebagian. Berulang kali ia mengusap pipi, tetapi kembali basah setiap kali air matanya turun.

    Satu ulang Yasmine yang berhasil menarik perhatian Abi Emran. Gadis itu langsung membenarkan lengan bajunya saat aurat tangannya tersingkap. Dari tindakan kecil itu, Abi Emran yakin bahwa Yasmine adalah perempuan yang menjaga fitrahnya sebagai perempuan terhormat. Dari sana pula Abi Emran yakin bahwa Yasmine sangat mampu menjadi istri yang baik untuk Adam.

    “Pernikahan ini akan tetap berlanjut,” cetus beliau secara tiba-tiba.

    Dalam hitungan detik, perhatian semua orang yang ada di ruang tamu langsung tertuju pada sosok laki-laki patuh baya itu.

    “Abi tahu cara menemukan Elea?” tanya Adam dengan penuh harap.

    “Tidak. Perkara Elea sudah benar-benar buntu.” Abi Emran menggeleng perlahan. “Abi mau tanya dulu sama kamu, Dam. Apa pendapat kamu tentang Yasmine?”

    Dahi Adam lantas berkerut. Pertanyaan ini sama sekali tidak ada korelasinya dengan kekacauan yang sedang terjadi. Meski bingung, ia pun tetap menjawab, “Yasmine baik. Dia juga rajin dan selalu menuruti perkataan orang tuanya.”

    “Dia cantik di mana kamu?” tanya Abi Emran lagi. “Bukan hanya fisiknya. Tapi apakah kamu juga meyakini bahwa Yasmine memiliki hati yang cantik?”

    Adam sempat melirik Yasmine sekilas. Pandangan mereka bertemu beberapa detik sebelum akhirnya sama-sama membuang muka. “Ya, aku percaya Yasmine memiliki hati yang cantik. Elea selalu bilang kalau Yasmine penuh kasih sayang, tulus, dan tidak berprasangka buruk terhadap orang-orang di sekitarnya.”

    “Apa kamu bisa dan sanggup mendidik Yasmine sebagai istri kamu?”

    Pertanyaan Abi Emran yang satu ini berhasil membuat semua orang menahan napas. Bukan hanya Adam, semua orang yang sedari tadi hanya menjadi pendengar pun melayangkan tatapan tak menyangka pada lelaki bersahaja itu. Belum sempat mereka meredakan keterkejutan itu, Abi emran sudah melayangkan pertanyaan lain.

    “Nak Yasmine,” panggilnya dengan nada lembut. “Apa Nak Yasmine bersedia menjadi istri Adam?”

    Yasmine menutup mulutnya. Tolong, katakan bahwa semua ini hanya mimpi buruk. Tolong, segera bangunkan Yasmine dan tarik dia pada kenyataan yang baik-baik saja.

How do you feel about this chapter?

3 0 1 0 0 0
Submit A Comment
Comments (1)
  • darmawati

    Oh ternyata Yasmin cuman anak sambung toh....dan ibu tirinya memberikan perlakuan yang berbeda

    Comment on chapter 1. Kehidupan Yasmine
Similar Tags
Karena Aku Bukan Langit dan Matahari
664      469     1     
Short Story
Aku bukan langit, matahari, dan unsur alam lainnya yang selalu kuat menjalani tugas Tuhan. Tapi aku akan sekuat Ayahku.
Jangan Datang Untuk Menyimpan Kenangan
528      377     0     
Short Story
Kesedihan ini adalah cerita lama yang terus aku ceritakan. Adakalanya datang sekilat cahaya terang, menyuruhku berhenti bermimpi dan mencoba bertahan. Katakan pada dunia, hadapi hari dengan berani tanpa pernah melirik kembali masa kelam.
ZAHIRSYAH
6619      1946     5     
Romance
Pesawat yang membawa Zahirsyah dan Sandrina terbang ke Australia jatuh di tengah laut. Walau kemudia mereka berdua selamat dan berhasil naik kedaratan, namun rintangan demi rintangan yang mereka harus hadapi untuk bisa pulang ke Jakarta tidaklah mudah.
The Arcana : Ace of Wands
172      149     1     
Fantasy
Sejak hilang nya Tobiaz, kota West Montero diserang pasukan berzirah perak yang mengerikan. Zack dan Kay terjebak dalam dunia lain bernama Arcana. Terdiri dari empat Kerajaan, Wands, Swords, Pentacles, dan Cups. Zack harus bertahan dari Nefarion, Ksatria Wands yang ingin merebut pedang api dan membunuhnya. Zack dan Kay berhasil kabur, namun harus berhadapan dengan Pascal, pria aneh yang meminta Z...
AKU BUKAN ORPHEUS [ DO ]
736      415     5     
Short Story
Seandainya aku adalah Orpheus pria yang mampu meluluhkan hati Hades dengan lantutan musik indahnya agar kekasihnya dihidupkan kembali.
Titip Salam
3947      1498     15     
Romance
Apa kamu pernah mendapat ucapan titip salam dari temanmu untuk teman lainnya? Kalau pernah, nasibmu hampir sama seperti Javitri. Mahasiswi Jurusan Teknik Elektro yang merasa salah jurusan karena sebenarnya jurusan itu adalah pilihan sang papa. Javitri yang mudah bergaul dengan orang di sekelilingnya, membuat dia sering kerepotan karena mendapat banyak titipan untuk teman kosnya. Masalahnya, m...
KESEMPATAN PERTAMA
538      374     4     
Short Story
Dan, hari ini berakhir dengan air mata. Namun, semua belum terlambat. Masih ada hari esok...
My Doctor My Soulmate
120      107     1     
Romance
Fazillah Humaira seorang perawat yang bekerja disalah satu rumah sakit di kawasan Jakarta Selatan. Fazillah atau akrab disapa Zilla merupakan seorang anak dari Kyai di Pondok Pesantren yang ada di Purwakarta. Zilla bertugas diruang operasi dan mengharuskan dirinya bertemu oleh salah satu dokter tampan yang ia kagumi. Sayangnya dokter tersebut sudah memiliki calon. Berhasilkan Fazillah menaklukkan...
Ojek
854      591     1     
Short Story
Hanya cerita klise antara dua orang yang telah lama kenal. Terikat benang merah tak kasat mata, Gilang dihadapkan lagi pada dua pilihan sulit, tetap seperti dulu (terus mengikuti si gadis) atau memulai langkah baru (berdiri pada pilihannya).
Peneduh dan Penghujan
320      265     1     
Short Story
Bagaimana hujan memotivasi dusta