Loading...
Logo TinLit
Read Story - Titik Kembali
MENU
About Us  

Bella keluar dari ruangan dosen dengan hela napas pendek dan senyum sumringah. Walaupun belum mendapat acc untuk Bab ketiganya, setidaknya revisian bimbingan kali ini tidak begitu banyak. Ia juga merasa kembali percaya diri akan segera melakukan penelitian secepatnya. 

Gadis itu menuruni anak tangga seraya merogoh ponsel di saku celana bahannya. Ketika sampai di anak tangga terakhir, Bella terkejut mendapati seseorang merebut paksa ponselnya. Ia pun mendongak, lalu menemukan wajah kesal Laksmana yang tengah memeriksa benda pipih itu. 

"Gue kirim pesan dari tiga puluh menit yang lalu, terus nunggu selama sepuluh menit, dan lo baru mau baca sekarang?" cecar lelaki itu. 

Bella merebut kembali ponselnya, menilik pop up pesan yang masuk. Ternyata bunyi notifikasi yang baru masuk itu dari operator, sedangkan pesan dari Laksmana sudah tiba tiga puluh menit yang lalu. 

"Ih, ya nggak tahu, kan dari tiga puluh menit yang lalu gue ada bimbingan, Mana!" 

"Bukan apa-apa, masalahnya gue risih nih dilihatin cewek-cewek."

Bella yang merasa harus meruntuhkan kepercayaan diri Laksmana pun hanya bisa memukul lengan lelaki itu agak kasar. "Yeu... Jangan kepedean gitu, Mana!"

"Emang fakta, coba lo lihat sekarang di sekeliling lo."

Dengan berat hati Bella melirik kanan kirinya. Memang benar dia akui Laksmana itu cukup tampan dan populer. Lelaki dari Fakultas Hukum itu bukan hanya dikenal karena rupanya saja, melainkan prestasinya selama ini. Laksmana itu mantan Presiden Mahasiswa dan pernah memenangkan lomba debat se-Indonesia. Jadi, Bella seharusnya tidak perlu meruntuhkan kepercayaan diri Laksmana, karena itu akan percuma saja. 

"Bye the way, lo ngapain segala jemput gue?"

"Sebagai sahabat yang baik hati, gue langsung keinget mau ajakin lo pulang bareng. Gue tahu hari ini lo ada bimbingan, terus kebetulan tadi pagi gue juga ada bimbingan dadakan."

Bella mengangguk-angguk. "Bagus, rezeki gue biar nggak keluar ongkos."

"Suka, kan, lo? Untung, kan, lo? Berhemat, kan, lo?"

"Ish!" Bella memukul kembali lengan Laksmana yang sekarang sudah tertawa. "Lo tuh ikhlas nggak sih, anjir?!"

"Hahaha... Iya ikhlas, Bella Sita Hanivia."

"Ya udah ayo ah, gerah nih!"

Bella melangkah lebih dulu meninggalkan Laksmana. Baru dua langkah tiba-tiba kepalanya mendadak berdenyut. Gadis itu bisa saja ambruk di tempat jika Laksmana tidak segera memegangi bahunya. 

"Eh, Bell, lo kenapa?" tanya Laksmana Panik. 

"Pusing sedikit tadi," jawab Bella seraya memposisikan dirinya untuk tegak kembali. 

"Lo nggak demam sih, tapi—" Laksmana memeriksa kening Bella. "Mau ke rumah sakit dulu nggak buat periksa?"

Melihat sahabatnya itu mengkhawatirkan dirinya, Bella tersenyum dengan lebar. "Jadi meleleh gue diperhatiin idola kampus."

"Idih, serius, nenek gayung!"

"Nggak usah, gue cuma pusing bentar tadi. Nah, sekarang udah nggak apa-apa tuh." Bella memutarkan tubuhnya sambil bergerak-gerak ke kanan dan kiri. 

"Ya sih, tapi perlu muter segala gitu ya kayak orang lagi nyobain baju?" sinis Laksmana. 

"Ya, biar lo percaya, kakek gayung!"

"Ya udah, ayo pulang. Kita perlu mampir ke tempat makan dulu, kayaknya lo belum makan deh sampai pusing begitu."

Cengiran terbit di bibir Bella. "Hehe, iya."

"Dasar."

Keduanya segera meninggalkan arena kampus dengan menaiki motor Laksmana. Tujuan pertama mereka adalah mampir ke restauran untuk makan siang bersama. Untung saja saat itu masih ada satu meja kosong tersisa, mengingat bahwa jam-jam krusial begitu pelanggan sedang banyak-banyaknya. 

"Makan yang banyak ya, buang dulu pikiran lo soal skripsi, biar kenyang," tutur Laksmana. 

"Ya, lo juga kali."

"Heh, itu sambalnya banyak amat?" seru Laksmana saat Bella menuangkan banyak sambal di ayam bakar pesanannya. 

"Nggak apa-apa biar pusing gue hilang, Mana."

"Pusing hilang terbitlah diare."

"Haha..."

Selesai makan siang, tujuan terakhir mereka adalah kembali ke rumah. Pemandangan ramai adalah hal yang masih menjadi ciri khas di pelataran rumah Laksmana. Besok akan ada acara pernikahan Rama, rumah itu pun terlihat dipenuhi keluarga besar lelaki itu. 

Motor Laksmana diparkir di tempat parkir yang sudah disediakan untuk para tamu undangan besok. Dia dan Bella berjalan beriringan mendekati kursi pengantin yang besok akan diduduki Rama dan calon istrinya. 

Bella menatap haru ke depan sana dengan intens. "Gue nanti pas nikahan juga pengin kayak Mas Rama, acaranya harus di rumah."

Laksmana menggeleng tidak terima. "Ribet bege, rumah juga jadi kayak supermarket."

"Justru dari situ banyak makna kebersamaannya, Mana."

"Kebersamaan bisa muncul di mana aja, nggak diukur dari tempat pernikahannya."

Bella mendengus sebal. "Ih, lo mah nggak ngerti. Kaum instan kayak lo mana paham begituan."

"Iya deh, apa kata lo," serah Laksmana. 

"Ya udah, gue balik duluan ya," pamit Bella. 

Laksmana mengangguk setuju. "Sana, istirahat ya, Bell. Janji lo besok pagi-pagi subuh ke rumah gue, jangan buat gue jadi sendiri banget besok. Ya... Lo tahu, kan, gue nggak begitu dekat sama keluarga besar Mama sama Papa."

"Iya, tenang aja. Dah, duluan."

Laksmana menatap lama punggung sempit Bella. Dia jadi orang yang berdiri kaku di tengah kesibukan orang-orang. Dan, ketika lelaki itu menoleh, dia menemukan foto pre-wedding kakaknya. Entah sihir dari mana foto itu berubah menjadi wajahnya dan Bella. 

"Wah, gue udah gila!" seru Laksmana sambil geleng-geleng kepala. Kemudian tanpa menunggu lama-lama dan menjadi gila, dia beranjak memasuki rumahnya. 

 

###

 

Sesuai janjinya pada Laksmana, seusai sholat subuh Bella bersama ibunya mendatangi rumah sang pengantin. Gadis itu mengetuk lama kamar Laksmana demi membantu lelaki itu bersiap. 

"Dasar kebo, yang lain udah pada siap, lo malah baru sadar dari mimpi!" omel Bella ketika Laksmana membuka pintu kamarnya dengan penampilan khas orang bangun tidur.

"Ngomel mulu, udah diam di sini. Lo tungguin gue mandi, ya?"

"Ogah, udah sana bersiap!" sentak Bella seraya melempar bantal. "Gue mau lihat Mas Rama aja!"

Bella keluar dari kamar Laksmana dan melenggang ringan menuju tempat pengantin pria bersiap. Ibunya juga ada di sana, sedang membantu Bu Salya yang tengah di make up

Namun, begitu dirinya memasuki ruang make up, suasana tegang langsung menelusup sampai ke kulit Bella. Keluarga besar Rama memasang berbagai wajah cemas, bahkan Mala yang hanya seorang tetangga pun nampak begitu. 

Bella mendekati ibunya dan berbisik rendah. "Ada apa, Bunda?" tanyanya. 

Mala menoleh pada Bella. "Keluarga calon besan baru saja mengabari kalau calon pengantin wanitanya hilang."

"What?!" teriak Bella. 

Seluruh pasang mata kini menatap gadis itu dengan sinis. Bisa-bisanya dia berteriak seheboh itu di tengah keadaan yang sedang tegang. 

"Maaf...," lirih Bella. Dia buru-buru sembunyi di balik punggung ibunya agar tak jadi pusat perhatian lebih lama. 

"Makanya Rama, kalau cari calon istri itu harus dilihat dari berbagai sisi. Jadinya begini, kan," ujar salah satu keluarga Rama. 

"Tante, Rama sudah sangat yakin sama Aqila. Rama sangat mengenal Aqila, dia tidak mungkin melakukan hal seperti ini," bela Rama. 

"Lalu, menurutmu dia benar-benar menghilang, Nak?" tanya nenek Rama. Bella pernah bertemu wanita tua itu saat menemani Laksmana menengoknya di rumah sakit. 

Rama mengangguk tanpa keraguan. "Semalam aku masih bertukar pesan sama Aqila. Dia sama sepertiku yang sangat menantikan pernikahan kami, Oma. Ini pasti ada yang tidak beres, keluarga Aqila bahkan bilang begitu, kan?"

"Benar," seorang pria paruh baya mengangguk setuju. "Saya setuju sama Rama, keponakan saya Aqila tidak mungkin melakukan hal seperti itu. Saya curiga kalau ada yang menculik Aqila."

"Hah, menculik?" dengus Tante Rama. 

"Jadi, apa keputusanmu, Nak?" Bu Salya mulai angkat bicara. 

Rama menggeleng pelan. "Aku akan mencari Aqila sampai ketemu."

"Dan mempermalukan keluarga dengan membatalkan pernikahan? Nanti, apa kata orang-orang?" sahut keluarga Rama yang lain. 

"Apa itu penting?" sinis Rama. Kenapa tiba-tiba mempersulit keadaannya dengan pertanyaan konyol seperti itu? 

"Penting, Rama." Oma Rama mulai menaikkan nada suaranya, serta memperdalam raut kecewanya. "Pernikahan yang batal itu pertanda buruk. Bukan hanya berdampak bagi diri kamu, tapi juga untuk keluarga kita."

"Bu, tapi bagaimana bisa pernikahan tetap berjalan kalau pengantin wanitanya saja tidak ada?" ujar Pak Danu.

"Dan, acara ijab qabul juga hanya tersisa dua jam lagi." Salah satu keluarga besar Rama yang masih belia ikut menyahut. 

"Ada dua solusi untuk masalah ini." Seluruh pasang mata menatap ke arah Oma Rama lagi. "Pertama, Rama harus pergi secara diam-diam tanpa diketahui siapapun. Kedua, pernikahan harus tetap dilangsungkan dengan mengganti calon pengantin wanitanya. Tetapi Oma tidak mengizinkan kamu memilih pilihan pertama, Rama. Karena itu sama saja dengan mencoreng nama baik keluarga kita."

"Ibu, kalau pernikahan tetap dilangsungkan, Rama akan sangat terluka," kata Bu Salya. 

Pak Danu masih bimbang dengan keputusan ibunya yang terus mendesak Rama. "Kita juga tidak bisa mendapatkan pengganti Aqila."

"Iya, Oma." Saudara Rama yang lain juga nampak tidak setuju. "Ini memberatkan Mas Rama."

Hanya Tante Rama yang setuju dengan pendapat Oma. "Itu perkara mudah. Rama hanya perlu menikah sementara, lalu dia bisa menceraikannya setelah Aqila kembali."

Oma mengangguki pendapat anak bungsunya. "Benar, itu maksud Oma, Rama."

"Bagaimana bisa, Oma?" tanya Rama sangat ragu.

"Ibu, pernikahan bukan sesuatu yang bisa dijadikan mainan seperti itu, Bu," tolak Pak Danu. 

"Sudahlah, Kak, memangnya Kakak punya solusi yang lain? Solusi yang bisa menyelamatkan harga diri keluarga kita?" tuntut Tante Rama. 

Bu Salya menyeka sudut matanya. "Lalu, memangnya ada yang akan bersedia menjadi pengantin pengganti?" 

Keadaan mendadak hening. Mereka semua memang tidak berpikir sampai ke sana. Hanya satu yang ada dipikiran semua orang, yaitu menyelamatkan aib keluarga. 

Rama mengusap wajahnya gusar. Dia tidak menyangka di hari pernikahannya, Aqila menghilang entah ke mana. Tetapi dia tidak percaya kalau gadis itu mengkhianatinya, Rama sangat yakin Aqila tidak mempunyai niat seperti itu. 

"Rama," panggil Bu Salya. "Keputusan tetap ada di tanganmu, Nak."

Rama menatap ibunya lamat-lamat, lalu beralih ke arah ayahnya yang kemudian mengangguk. Keluarganya yang lain nampak sama, hanya Oma dan Tante yang menyiratkan agar dia tetap melangsungkan pernikahan. 

"Kalau aku memang harus menyelamatkan harga diri keluarga, dan... dan ada yang bersedia menjadi pengantin penggantiku. Aku... a-aku akan... mene—"

"Saya bersedia!" Kala itu tanpa satu orang pun yang menyadari, Bella sudah melangkahkan kaki untuk berdiri di hadapan Rama. 

Gadis itu tersenyum lebar sekali, tanpa beban sedikitpun. Seluruh mata yang kini menatapnya tak membuat Bella gentar. Dia ingin mencobanya, dia ingin membantu Rama, serta membuat hidupnya menjadi berguna. 

 

 

 

 

###

Halo, terima kasih sudah membaca kisah ini, ya... 😍

Jangan lupa klik jempolnya, teman-teman πŸ€—

Silakan tinggalin komentar kalian juga, itu sangat memberikan dukungan semangat buat aku πŸ˜„

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (1)
  • aiana

    tanda-tanda bel takdir berbunyi ini mah

    Comment on chapter Prolog
Similar Tags
Bintang Sang Penjaga Cahaya
40      38     2     
Inspirational
Orang bilang, dia si penopang kehidupan. Orang bilang, dia si bahu yang kuat. Orang bilang, dialah pilar kokoh untuk rumah kecilnya. Bukan kah itu terdengar berlebihan walau nyatanya dia memanglah simbol kekuatan?
God's Blessings : Jaws
1753      811     9     
Fantasy
"Gue mau tinggal di rumah lu!". Ia memang tampan, seumuran juga dengan si gadis kecil di hadapannya, sama-sama 16 tahun. Namun beberapa saat yang lalu ia adalah seekor lembu putih dengan sembilan mata dan enam tanduk!! Gila!!!
Bimbang (Segera Terbit / Open PO)
5238      1809     1     
Romance
Namanya Elisa saat ini ia sedang menempuh pendidikan S1 Ekonomi di salah satu perguruan tinggi di Bandung Dia merupakan anak terakhir dari tiga bersaudara dalam keluarganya Tetapi walaupun dia anak terakhir dia bukan tipe anak yang manja trust me Dia cukup mandiri dalam mengurus dirinya dan kehidupannya sendiri mungkin karena sudah terbiasa jauh dari orang tua dan keluarganya sejak kecil juga ja...
Never Let Me Down
484      365     2     
Short Story
Bisakah kita memutar waktu? Bisakah kita mengulang semua kenangan kita? Aku rindu dengan KITA
SIREN [ RE ]
600      329     5     
Short Story
nyanyian nya mampu meluluhkan hati. namanya dan suara merdunya mengingatkanku pada salah satu makhluk mitologi.
The pythonissam
362      280     5     
Fantasy
Annie yang harus menerima fakta bahwa dirinya adalah seorang penyihir dan juga harus dengan terpaksa meninggalkan kehidupanannya sebagai seorang manusia.
Tsurune: Kazemai Koukou Kyuudoubu - Masaki dan Misaki dan Luka Masa Lalu-
3337      1079     1     
Fan Fiction
Klub Kyudo Kazemai kembali mengadakan camp pelatihan. Dan lagi-lagi anggota putra kembali menjadi 'Budak' dalam camp kali ini. Yang menjadi masalah adalah apa yang akan dilakukan kakak Masaki, Ren, yang ingin meliput mereka selama 3 hari kedepan. Setelah menjadi juara dalam kompetisi, tentu saja Klub Kyudo Kazemai banyak menjadi sorotan. Dan tanpa diketahui oleh Masaki, Ren ternyata mengundang...
Terpatri Dalam Sukma
670      441     0     
Short Story
Bukan mantan, namun dia yang tersimpan pada doa
BORU SIBOLANGIT
519      296     8     
Short Story
Dua pilihan bagi orang yang berani masuk kawasan Hutan Sibolangit, kembali atau tidak akan keluar darinya. Selain citra kengerian itu, Sibolangit dikaruniakan puncak keindahan alami yang sangat menggoda dalam wujud Boru Sibolangit -Imora dan Nale, tidak sembarang orang beruntung menyaksikannya.
Until The Last Second Before Your Death
456      326     4     
Short Story
β€œNia, meskipun kau tidak mengatakannya, aku tetap tidak akan meninggalkanmu. Karena bagiku, meninggalkanmu hanya akan membuatku menyesal nantinya, dan aku tidak ingin membawa penyesalan itu hingga sepuluh tahun mendatang, bahkan hingga detik terakhir sebelum kematianku tiba.”