Gadis cantik bersurai panjang itu tersenyum menatap pantulan dirinya di cermin meja rias. Selesai membersihkan diri, dia menyempatkan diri memoles wajahnya agar tak terlihat pucat. Begitu dirasa cukup, dia segera menyambar tas dan keluar dari kamarnya.
Namun, di pertengahan tangga langkahnya terhenti demi menilik pesan yang masuk ke ponselnya. Sedetik kemudian wajah cantik itu berubah kesal.
"Pagi Bella sayang, ada bimbingan?"
Gadis itu mendongak ke arah sang ibu yang menyapanya. Dengan mengenyahkan rasa kesalnya, Bella tersenyum menatap wajah ibunya.
"Nggak jadi, Bunda. Aku baru saja dapat pesan dari dosen pembimbing, katanya beliau nggak bisa ngasih waktu hari ini, ada urusan mendadak."
"Ya sudah, ayo ikut Bunda saja ke rumah Bu Salya," ajak Mala—Bunda Bella.
Kening Bella mengkerut. "Ngapain, Bunda?"
"Bantu nyiapin ini-itu buat pernikahan putra sulungnya."
"Emang Bu Salya punya putra lain selain Laksmana?"
Mala menganggukinya. "Namanya Rama, emang jarang pulang ke rumah orangtuanya, jadi kamu nggak tahu. Dia itu tampan, mapan, mandiri, sama satu lagi—sayang keluarga."
"Emang ada ya yang kayak gitu di zaman sekarang?" Bella tergelak merespons ucapan Mala yang seolah hanya karangan.
"Ish, kamu ini. Sudah, ayo ikut Bunda saja."
"Oke, Bun."
Begitu keluar rumah, Bella menyapa orang-orang yang dilihatnya. Dari yang dia kenal sampai tak dikenal, bahkan orang-orang yang sibuk memasang tenda pun Bella sapa.
Sesampainya di rumah Bu Salya, Bella menghampiri wanita paruh baya itu dan menyalami tangannya. Dia langsung berkerumun dengan ibu-ibu lain dan membantu menyiapkan bahan-bahan masakan untuk prasmanan nanti.
"Bu Salya, calon mantunya kayak gimana kok nggak pernah lihat?" tanya Bu RT.
"Pasti cantik," cetus Bella.
Bu Salya terkekeh mendengarnya. "Cantik seperti kamu Bella."
"Ah, Bu Salya bisa aja."
"Bella," panggil seseorang. Bella menoleh cepat, lalu tersenyum seraya melambaikan tangan. "Sini sebentar, Bel."
Menurut, Bella bangkit dari duduknya. Dia menjauhi kerumunan untuk menghampiri Laksmana. "Ada apa?" tanyanya.
"Nih, bantuin pilih tas." Laksmana menyerahkan ponselnya ke tangan Bella.
"Buat siapa?"
"Buat hadiah kakak ipar gue, masa buat lo. Udah buruan pilihin ya, gue mau ke dapur dulu ambil minum."
"Oke."
Bella masih berdiri di tempat untuk memilih tas yang ada di layar ponsel Laksmana. Dalam beberapa detik memilih, gadis itu kemudian menemukan satu yang menurutnya sangat cantik.
Ketika merasa ada yang menghampiri, Bella pun menoleh. "Nih, gue udah pilih satu."
"Maaf?"
Mata Bella membola saat tak mengenali sosok di hadapannya. Dia pikir itu Laksmana yang telah kembali dari dapur, ternyata orang lain. Wajah yang asing, Bella tidak mengenalnya.
"Maaf, tadinya saya pikir Laksmana."
"Saya kakaknya, tidak apa-apa."
Bella menggigit bibir bawahnya mengamati wajah rupawan itu. Wah, ternyata Laksmana yang tampan itu tidak ada apa-apanya dibandingkan kakaknya.
"Mas ini Mas Rama ya?" tanya Bella.
"Iya."
"Saya tetangga Bu Salya, juga temannya Laksmana. Nama saya Bella, anaknya Ibu Mala."
Tanpa diduga Rama kemudian tersenyum. Senyum terindah yang belum pernah Bella lihat dari siapapun. Selang tiga detik kemudian Rama mengulurkan tangan kanannya yang langsung disambut baik oleh Bella.
"Salam kenal, Bella."
"Woy, Bell!"
Bella dan Rama sama-sama terkejut mendapati teriakan dari Laksmana yang datang tanpa diduga.
"Apa sih lo teriak-teriak?" kesal Bella.
"Ngapain lo salaman segala sama kakak gue?"
"Kenalan doang, Mana. Ya, kan, Mas Rama?"
Rama mengangguk untuk pembelaan tersebut. Namun, Laksmana tetaplah Laksmana yang tak percaya pada Bella.
"Lo pasti modus doang, Bel. Gue mah udah nebak."
"Nggak ya," elak Bella.
"Kakak juga, jangan dekat-dekat sama Bella, Kak. Pokoknya gue nggak mau kalau sampai si nenek gayung ini jadi kakak ipar gue."
Bella menoyor kening Laksmana sedikit kasar. "Hati-hati kejadian, bego!"
Sementara kedua sahabat itu tengah berdebat, Rama justru tertawa dibuatnya. Hingga ketika Bella menoleh pada laki-laki itu, sudut-sudut bibirnya terangkat. Dia seperti terhipnotis oleh tawa paling indah itu.
"Tuh, kan, modus sampai mimisan gitu!" seru Laksmana.
Bella buru-buru menutup hidungnya. "Permisi ke kamar mandi, Mas!"
Seperginya Bella, Rama menatap Laksmana dengan raut cemas. "Itu... Dia nggak apa-apa?"
"Nggak apa-apa, Kak. Dia emang kalau lihat orang genteng gitu, pasti mimisan kayak yang di komik-komik."
tanda-tanda bel takdir berbunyi ini mah
Comment on chapter Prolog