Loading...
Logo TinLit
Read Story - Lazy Boy
MENU
About Us  

Definisi istirahat menurut gue adalah tidur dengan senyenyak-nyenyaknya. Makanya hampir setiap jam istirahat, gue tidur. Ya, kecuali gue lapar. Eh, kali ini ada yang mengusik gue.

 

Gue yang setengah terpejam bisa mendengar ada suara sayup-sayup yang menyebutkan nama gue. By the way, gue tidur ya, bukan mati. Jadinya masih bisa dengar.

 

"Ada Ray?"

 

"Ray?"

 

"Ya ampun! Udah setengah tahun sekelas, masa enggak tahu siapa Ray?"

 

Gue tebak yang teriak tadi si Cutbray. Suara melengkingnya khas, tapi kalau nyanyi dia enggak terlalu terdengar secempreng ini. Gue pernah lihat dia tampil diAassembly tahun lalu. Walaupun gue nontonnya sambil nguap-nguap.

 

"Oh, si pelor?"

 

Yap, itu panggilan lain gue. Anak kelas bakal berkerut kening saat ada yang menyebutkan nama Ray. Mereka biasa memanggil gue 'pelor' alias nempel dikit molor. Terus mereka akan menunjuk ke pojokan. Jarang sih ada yang nyariin gue.

 

Sampai ada guru yang memanggil gue Rayi malah dikoreksi, "Pelor, Mister! Nggak ada yang namanya Rayi." Emang kampreto orang-orang ini.

 

Gue sebenarnya bisa aja mengangkat tangan dan mengarahkan orang yang bertanya itu kepada keberadaan gue. Ah, tapi males. Ngapain coba? Kayaknya itu si cewek jahanam. Apalagi gue ingat kejadian di angkot kemarin. Untung aja dia cewek. Kalau cowok, udah gue pites.

 

Suara derap langkahnya terdengar mendekati gue. Enggak lama kemudian dia bilang, "Ray. Ini gue Kinan."

 

"Siapa?" kata gue, tapi masih dengan posisi telungkup di atas meja.

 

"Ini gue, Kinan. Yang kemaren di angkot bareng lo.”

 

“Yang nanya.”

 

“Ray! Plis! Gue mau minta maaf soal kemaren.”

 

Akhirnya gue mengangkat kepala dan menatap dia. Kalau di depan gue ada kaca, pasti muka gue kelihatan sepet. Kerennya, cewek yang namanya ... Kinan ya? Dia tetap senyum aja gitu. Jangan-jangan?

 

"Ya, dimaafin deh." Sebenarnya biar dia nggak lama-lama di depan gue.

 

"Makasih ya. Oh iya, Ray. Gue mau nanya-nanya. Lo katanya mau kuliah di luar negeri ya?”

 

Kedua alis gue bertaut. "Tahu dari mana?”

 

"Soalnya gue lihat lo minta koreksiin personal statement sama Mrs. Zalina."

 

"Terus?"

 

"Ya, makanya gue nanya. Ih!"

 

"Apa hubungannya sama lo?”

 

Eh, dia malah bercerita panjang lebar. Malah wajahnya sok minta dikasihani sewaktu cerita kegagalannya olimpiade dan nasibnya dieliminasi untuk tahun ini. Heh, lo cuma kalah olimpiade, bukan tinggal di jalanan! Drama banget!

 

"Lo nggak punya temen untuk dicurhatin?” Terpaksa gue menginterupsi. Maap-maap ye, gue nggak sudi waktu tidur gue diganti sama curhatannya dia.

 

"Gue belum selesai!” Eh, dia malah cerita lagi. Kali ini bawa-bawa nama Mrs. Shelly.

 

“Terus lo mau jadi tutor belajar gue?”

 

Dia mengangguk semangat. “Waktunya terserah elo. Pokoknya nggak dipungut biaya, lo tinggal—" 

 

“Lo yakin bisa naikin nilai gue? Olimpiade aja kalah tahun lalu. Nggak usah belagu.” Gue bisa melihat wajahnya memerah. Tapi kali ini bukan karena malu kayaknya, tapi dia marah. Sengaja gue memancing amarahnya, hahaha.

 

“Tapi gue juga menang di beberapa kompetisi. Gue juga juara kelas bertahan. Nih, tahun lalu gue juara kompetisi essay nasional.” Dia menyodorkan berita di website sekolah.

 

“Lo kan mau ngejar Russelia GTC, kenapa nggak masuk aja?”

 

“Kan masuk Russelia GTC itu bayar. Walaupun bayarannya nggak segede kalau kita ikut tutor di luar sekolah, tetep aja mahal menurut gue. Tapi gue mau beasiswanya!”

 

Lagi-lagi kedua alis gue bertaut. "Ya udah, ngepet dulu aja. Biar jadi kaya." Terus gue lanjut menelungkupkan kepala di atas meja.

 

Gue cuma bisa dengar decakan kesalnya dan gue tebak dia marah. Kedengaran dari hentakan kakinya. Akhirnya gue bisa membalaskan dendam. Hahaha.

 

***

 

Entah gue yang lebay atau terlalu paranoid, tapi pas keluar dari sekolah, gue sampai berkali-kali menengok ke belakang. Gue takut cewek yang namanya Kinan mengikuti gue. Gue bisa bernapas lega. Dia juga enggak kelihatan satu angkot sama gue.

 

Baru kali ini gue melek sewaktu di angkot. Mungkin merayakan kemerdekaan setelah sebelumnya gue dituduh mesum dan celana gue dibasahin.

 

"Kiri, Bang!"

 

Setelah gue kasih beberapa lembar ribuan, gue mampir dulu ke warung dekat rumah. Emak nitip dibeliin tepung sama gula. Paling buat kue pesanan. Kemarin ada yang ke rumah pesan kue banyak buat acara lamaran anaknya.

 

Sehabis itu gue buka pagar rumah yang udah lumayan macet. Lupa terus mau gue olesin pakai oli. Gue biasa naruh sepatu gue di rak dekat pintu, karena kasihan Emak kebanyakan ngomel. Jadi lebih baik gue sisihkan sedikit waktu buat membenarkan letak sepatu.

 

"Assalamualaikum, Bun!"

 

"Waalaikumussalam. Pesenan Bunda nggak lupa, kan?" tanyanya ketika gue menghampirinya yang berada di dapur, tepat di samping ruang tengah. Gue pun menyalaminya.

 

"Ini. Bener, kan? Kalau salah, berarti Bunda yang salah ngetik pesan." Padahal karena ponsel gue dimatiin. Takut Emak kirim pesan baru dan enggak kebaca. Sengaja dimatiin, karena gue bolos les. Biar nggak dicariin.

 

"Iya, iya. Kamu makan dulu gih. Tempat makannya nggak ketinggalan lagi di sekolah, kan?"

 

"Nggak, Bun. Mau mandi dulu. Gerah," ujarku sambil masuk ke dalam kamar.

 

"Ya udah, nanti ke sini. Makan. Bunda lagi packing pesanan."

 

Biasanya kalau Emak banyak pesanan, gue ikutan lembur sampai malam. Makanya gue suka ngantuk di kelas. Eh, tapi nggak selalu karena alasan itu sih. Gue juga suka nge-game sampai kemalaman. Ya, itu lebih baik daripada nge-dugem. Benar, kan?

 

"Ray, gimana sekolah kamu?" tanya Emak waktu gue mengambil piring untuk makan.

 

"Ya, gitu-gitu aja, Bun. Kepala Sekolahnya masih Pak David. Kolam renangnya masih ada, gedungnya juga enggak roboh—"

 

"Ray!" Emak memelotot.

 

"Lagian, yang spesifik dong, Bun," protes gue sambil menggigit ayam goreng.

 

"Malam ini kamu nggak usah ikut lembur bantuin Bunda deh. Pokoknya Bunda nggak mau dapat laporan lagi dari wali kelas kamu soal kamu sering tidur di kelas."

 

"Tapi, Bun, Ray kan laki-laki. Masa ngebiarin Bunda—"

 

"Nggak ada negosiasi! Kamu itu tanggung jawab Bunda. Ngerti, kan?"

 

Ah, Emak tahu Nggak sih apa alasan sebenarnya gue suka tidur di kelas?

 

***

 

Gue sempat ketemu lagi sama Kinan, si cewek gila itu sewaktu masuk ke musala yang ada di gedung satu. Musalanya kecil, karena memang cuma sedikit murid yang muslim di sini. Mayoritas agama di sini adalah Budha. Makanya ada vihara di samping tempat latihan wushu, dekat kolam renang.

 

Untung aja gue buru-buru ke tempat wudu buat cowok, jadinya dia nggak bisa mencegah gue. Setelah salat zuhur, gue agak bersantai dikit di dalam musala supaya nggak ketemu si cewek gila. Habis itu gue keluar musala, belok ke kiri menuju lorong kecil di samping Music Room. Terkadang gue suka di situ atau di depan Music Room.

 

Kebetulan gue nggak ikut katering sekolah, jadi gue bawa bekal. Sebenarnya nggak ikut katering, nggak masalah. Boleh makan di dining room, tapi gue malu. Jarang cowok yang bawa bekal. Kebanyakan cewek. Lagian gue nggak punya teman. Ada sih, si Gamal. Masalahnya tuh bocah tukang boker. Males gue nungguinnya. Dia juga makan pakai katering.

 

Makanya gue makan di lorong ini. Kebetulan sepi, soalnya di lantai empat gedung satu enggak ada ruang kelas. Di lantai-lantai bawahnya ruang kelas untuk Elementary dan Pre-school.

 

Sayup-sayup gue dengar suara dentingan keyboard dari dalam Music Room. Memang terkadang suka ada yang main keyboard atau piano di dalam. Cuma biasanya pas istirahat pertama atau kedua, kalau kebetulan gue nggak tidur dan ke sini. Tumben, ada yang main di siang bolong. Biasanya semua murid ada di rooftop.

 

Gue mau memastikan sebelum makan. Takut yang main kuntilanak. Soalnya Mr. Asep tadi keluar dari ruangan. Kayaknya mau makan siang. Pas gue melihat lewat jendela, ada cewek yang setengah rambutnya diikat ke belakang.

 

Tadinya gue kira yang main itu si Bunga bangkai. Eh tapi dari suara permainan yang agak kesendat-sendat, jadinya nggak mungkin si sok jago piano. Terus itu cewek juga main keyboard, bukan piano.

 

Nggak sengaja pas cewek itu menengok ke arah jendela, gue langsung narik kepala gue ke bawah. Sekilas tadi gue bisa lihat siapa dia. Ya, dia si cewek gila itu. Mungkin dia malu takut ada yang mendengar. Soalnya tadi sempat kedengaran dia nyanyi. Suaranya kayak tikus kejepit.

 

***

 

Aduh, gue paling males yang namanya ekskul. Mau gimana lagi? Gue udah dua minggu bolos. Gue pun mengambil kaus buat latihan dari loker dengan malas-malasan.

 

Sebelum keluar gedung, gue sempat melihat tas buluk punya Gamal diselipin di antara loker. Pasti kerjaannya si Upin dan Ipin bongsor. Gamal punya kebiasaan boker di saat waktunya pulang sekolah. Dia hari ini nggak ekskul, karena badminton jadwalnya besok.

 

Si Gamal suka naruh tas ransel hitamnya di bawah tangga dekat toilet. Gue sering lihat dua cecunguk itu mengambil dan menyembunyikannya sambil ketawa cekikikan. Makanya sebelum pergi, gue ambil tas Gamal dan menuju toilet. Gue gedor satu-satunya pintu yang ketutup. Dari luar kecium aroma nggak sedap.

 

"Mal, jangan naroh sembarangan tasnya, napa sih? Gue taroh di bawah wastafel!"

 

Setelah itu baru gue keluar gedung dan jalan melewati kolam renang. Waktu gue ke tempat latihan wushu di samping vihara, udah ada beberapa murid di sana. Ruangannya berbentuk setengah indoor, sebagian dilapisi karpet, dan ada tempat untuk bertanding wushu sanda.

 

Coach Liam atau kita biasa manggil Jiaolian melirik gue tajam. "Rayi! Ke mana aja kamu?"

 

"Maaf, Coach- eh, Jiaolian. Saya beberapa hari yang lalu nggak enak badan." Pastinya gue bohong.

 

"Ya sudah, pemanasan. Sekarang kamu keliling lapangan dua kali. Otot kamu bakal kaku semua gara-gara lama nggak latihan."

 

Gue cuma mendengkus kesal sambil lari keliling lapangan bersama dua cowok anak kelas sepuluh. Sementara, Jiaolian sedang fokus kepada tiga siswa yang katanya akan diseleksi untuk Sirkuit Nasional Wushu Taolu yang diselenggarakan oleh Pengurus Besar Wushu Indonesia. Katanya lomba itu buat persiapan PON sama Sea Games.

 

Kalau gue? Ya, gue nggak terlalu jago. Lah, gue aja sering bolos. Berhubung wushu bikin badan gue jadi bugar dan melek, ya udah lah nggak apa-apa.

 

Kaki gue kerasa kram. Emang benar, gue udah lama nggak olahraga, jadinya begini. Pas pelajaran PE aja gue malas-malasan.

 

Buset dah, Jiaolian masih menyuruh gue pemanasan lagi. Push up. Napas gue udah nggak keruan. Habis itu handstand. Kayaknya habis ini gue minta diurut sama Emak.

 

Belum aja gue berhasil handstand dengan baik, tiba-tiba tangan gue kepelitek. Badan gue limbung dan mengikuti arah gravitasi bumi. Kaki gue menabrak bangku kayu yang nggak jauh dari gue. "Aarrgghh! Siapa yang naroh bangku di sini?! Kampreto!"

 

Ada beberapa yang membantu gue, tapi muncul salah satu cewek yang narik tangan gue yang enggak cedera. Ternyata si cewek gila itu. Tanpa basa-basi dia bantuin gue jalan, karena kaki gue juga agak sakit habis menabrak bangku. Dia kayaknya mau membawa gue ke klinik yang ada di gedung satu, lantai paling bawah.

 

"Oii."

 

Dia menoleh ke arah gue.

 

"Lo naksir ya sama gue?"

 

Dia langsung melepas tangan gue, dan memandang gue dengan jijik.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Melepaskan
463      318     1     
Romance
Ajarkan aku membenci tawamu, melupakan candamu. Sebab kala aku merindu, aku tak bisa lagi melihatmu..
Sacred Sins
1570      683     8     
Fantasy
With fragmented dreams and a wounded faith, Aria Harper is enslaved. Living as a human mortal in the kingdom of Sevardoveth is no less than an indignation. All that is humane are tormented and exploited to their maximum capacities. This is especially the case for Aria, who is born one of the very few providers of a unique type of blood essential to sustain the immortality of the royal vampires of...
Forbidden Love
10013      2136     3     
Romance
Ezra yang sudah menikah dengan Anita bertemu lagi dengan Okta, temannya semasa kuliah. Keadaan Okta saat mereka kembali bertemu membuat Ezra harus membawa Okta kerumahnya dan menyusun siasat agar Okta tinggal dirumahnya. Anita menerima Okta dengan senang hati, tak ada prangsaka buruk. Tapi Anita bisa apa? Cinta bukanlah hal yang bisa diprediksi atau dihalangi. Senyuman Okta yang lugu mampu men...
Million Stars Belong to You
502      270     2     
Romance
Aku bukan bintang. Aku tidak bisa menyala diantara ribuan bintang yang lainnya. Aku hanyalah pengamatnya. Namun, ada satu bintang yang ingin kumiliki. Renata.
LOVEphobia
418      277     4     
Short Story
"Aku takut jatuh cinta karena takut ditinggalkan” Mengidap Lovephobia? Itu bukan kemauanku. Aku hanya takut gagal, takut kehilangan untuk beberapa kalinya. Cukup mereka yang meninggalkanku dalam luka dan sarang penyesalan.
April; Rasa yang Tumbuh Tanpa Berharap Berbalas
1523      648     0     
Romance
Artha baru saja pulih dari luka masa lalunya karena hati yang pecah berserakan tak beraturan setelah ia berpisah dengan orang yang paling ia sayangi. Perlu waktu satu tahun untuk pulih dan kembali baik-baik saja. Ia harus memungut serpihan hatinya yang pecah dan menjadikannya kembali utuh dan bersiap kembali untuk jatuh hati. Dalam masa pemulihan hatinya, ia bertemu dengan seorang perempuan ya...
Segaris Cerita
533      296     3     
Short Story
Setiap Raga melihat seorang perempuan menangis dan menatap atau mengajaknya berbicara secara bersamaan, saat itu ia akan tau kehidupannya. Seorang gadis kecil yang dahulu sempat koma bertahun-tahun hidup kembali atas mukjizat yang luar biasa, namun ada yang beda dari dirinya bahwa pembunuhan yang terjadi dengannya meninggalkan bekas luka pada pergelangan tangan kiri yang baginya ajaib. Saat s...
Iskanje
5586      1520     2     
Action
Dera adalah seorang mahasiswa pindahan dari Jakarta. Entah takdir atau kebetulan, ia beberapa kali bertemu dengan Arif, seorang Komandan Resimen Mahasiswa Kutara Manawa. Dera yang begitu mengagumi sosok lelaki yang berwibawa pada akhirnya jatuh cinta pada Arif. Ia pun menjadi anggota Resimen Mahasiswa. Pada mulanya, ia masuk menwa untuk mencari sesuatu. Pencariannya menemui jalan buntu, tetapi ia...
Abnormal Metamorfosa
2374      852     2     
Romance
Rosaline tidak pernah menyangka, setelah sembilan tahun lamanya berpisah, dia bertemu kembali dengan Grey sahabat masa kecilnya. Tapi Rosaline akhirnya menyadari kalau Grey yang sekarang ternyata bukan lagi Grey yang dulu, Grey sudah berubah...Selang sembilan tahun ternyata banyak cerita kelam yang dilalui Grey sehingga pemuda itu jatuh ke jurang Bipolar Disorder.... Rosaline jatuh simpati...
Lalu, Bagaimana Caraku Percaya?
143      111     0     
Inspirational
Luluk, si paling alpha women mengalami syndrome trust issue semenjak kecil, kini harus di hadapkan pada kenyataan sistem kehidupaan. Usia dan celaan tentangga dan saudara makin memaksanya untuk segera percaya bahwa kehidupannya segera dimulai. "Lalu, bagaiamana caraku percaya masa depanku kepada manusia baru ini, andai saja jika pilihan untuk tak berkomitmen itu hal wajar?" kata luluk Masal...