Loading...
Logo TinLit
Read Story - LUKA TANPA ASA
MENU
About Us  

Haru merasa tidak bisa tidur dengan tenang. Seakan-akan ada yang mengawasinya dalam tidur. Terasa sesuatu yang dingin menyentuh pipinya berkali-kali. Ia langsung menangkapnya. Setelah itu ia membuka matanya. Dilihatnya ia sedang memegang tangan Hana. Ia agak terkejut dengan kehadiran adik tirinya itu.

“Yaa.. ketahuan deh! Padahal sedang asik-asiknya melihat kakak tidur,” ucapnya sambil terus menatapnya. Haru langsung bangun dari tidurnya.

“Apa yang perlu kamu lihat. Dasar psikopat!”

“Hah, apa kata kak Haru? Psikopat?”

“Iya, apa lagi coba! Diam-diam masuk ke kamar kakaknya. Lalu ngeliatin kakaknya lagi tidur! Dasar psikopat!” olok Haru sampai mendekati wajah Hana yang hanya  berjarak beberapa senti. Keduanya saling bertatapan. Keduanya merasakan getaran yang sama di dalam dada. Hana menjadi salah tingkah. Dia pun berdiri dan membuka tirai jendela yang tertutup.

“Aduh, silau, Han!” seru Haru sembari memicingkan matanya. “Lagipula ini kan hari minggu. Kamu ganggu banget deh!”
Hana meletakkan kedua tangannya di pinggang. Cahaya yang masuk ikut menerangi keberadaannya. Seakan-akan ia tampak begitu bersinar. Haru agak terperangah karena baru menyadari kalau Hana mengenakan jaket rajut peplum knit berwarna cream dan dikombinasikan dengan rok mid-length berwarna cream dan bermotif bunga. Hana juga mengenakan bandana simpul twist berwarna merah. Perpaduan itu membuatnya tampak manis di mata Haru.

“Mau kemana kamu? Mau pacaran sama Zeno ya? Rapi amat!” mendengar hal itu, Hana langsung cemberut. Ia menggoncang-goncangkan tubuh Haru.

“Kak, sadar dong! Hari ini adalah hari ulang tahun kakak!”

“U- ulang tahunku?” Haru mencoba untuk mengingat. “Kok kamu tahu?”

“Emm.. rahasia deh!” ucap Hana sambil tersenyum misterius. Padahal sebenarnya ia mengetahuinya dari papa Haru. Hana mencoba menarik kedua tangan Haru. Tetapi Haru masih malas untuk bangkit. “Ayo kak, bangun! Aku ingin merayakan ulang tahunmu denganku!”

Mendengar perkataan Hana membuat Haru langsung berdiri tegak. Hana tidak dapat menyeimbangkan tubuhnya dan hampir terlempar ke belakang. Namun Haru langsung menangkapnya. Mereka saling beradu pandang. Namun tidak lama, Haru menyadari hal itu dan membantu Hana untuk berdiri kembali. Keduanya menjadi agak salah tingkah.

“Jadi.. kamu yakin ingin merayakan ulang tahun denganku?” tanyanya. Hana menganggukkan kepalanya. ‘Jadi dia dandan hari ini untuk pergi denganku?’ ujar Haru merasa senang di dalam hati.

“Oke, tunggu aku di ruang tamu. Aku bersiap-siap dulu!”

Haru mendorong Hana samai keluar ruangan kamar. Setelah pintu kamarnya ditutup, keduanya melampiaskan rasa senang mereka dengan melonjak kegirangan. Hana takut ketahuan bahwa suara kesenangannya akan terdengar Haru. Maka dia segera masuk ke dalam kamar untuk mengambil tas dan menuruni tangga dengan tidak hati-hati.

Sesampainya di lantai bawah, ia melihat suasana di sekitar. ‘Papa masih pergi ke luar kota dan mama masih belanja di pasar. Makanya sepi, fhuh. Padahal aku ingin membagi kebahagiaan ini dengan mereka.’

Hana mengetik sesuatu di ponselnya. Tidak lama Haru menuruni tangga sambil melihat Hana yang baru saja memasukkan ponselnya di dalam tas serutnya. Hana melihat penampilan kakaknya dari atas sampai bawah. Hari ini rambut Haru lebih rapi daripada biasanya.Padahal biasanya acak-acakan. Hanya satu permasalahannya, outfit Haru tidak begitu terlihat karena dia tetap mengenakan jaket hoodie kelabunya.

“Kak, hari ini hari yang spesial loh. Kakak yakin masih pakai jaket itu?” tanyanya pelan.

“Emangnya kenapa? Aku jadi kurang keren?” Haru berbalik tanya padanya. Hana menelan ludah sesaat.

“Dimataku kak Haru selalu keren sih,” jawabnya lirih sembari melirik ke arah lain. haru tersenyum puas mendengar jawabannya. Ia sengaja mengacak-acak poni rambut Hana dengan gemas. Hana langsung cemberut.

“Pagi-pagi begini kita mau kemana sih?” tanya Haru. Mendengar pertanyaan kakak tirinya, membuat wajah Hana ceria lagi. dia menunjukkan buku memo yang baru saja dikeluarkan dari tasnya. “Buku apa itu?” Hana membuka beberapa lembar halaman. Setelah itu dia menunjukkan buku memo yang sudah terbuka itu di depan wajah Haru. Cowok yang memakai jaket hodie itu membacanya dengan seksama.

“Jadi ini jadwal kegiatan kita hari ini!”

“Banyak banget! Kamu yakin kita bisa melakukan itu semua hari ini? Jangan-jangan bisa sampai besok selesai!” Hana tertawa mendengar keluhan kakaknya.

“Aku ingin melakukan semuanya dengan kakak! Karena hari ini kakak ulang tahun, kak Haru akan aku ijinkan untuk mencoret beberapa list kegiatan ini,” diberikannya pulpen pada kakak tirinya itu. Haru mencabut tutup pulpen dengan giginya.

Lalu ia mencoret beberapa list yang dirasanya tidak terlalu penting. Karena banyak list yang terus saja dicoret oleh Haru, Hana berusaha merebut kembali buku memonya. Tapi Haru langsung sigap membelakanginya.

“Sudah nih!” dilemparkannya buku beserta pulpen pada gadis itu. setelah itu ia berjalan meninggalkan Hana yang masih kesal karena corat-coret kakaknya. Hana membaca memo itu kembali. Dia menarik nafas dengan wajah kesal karena merasa tidak banyak tempat yang akan didatanginya. Padahal ia ingin sekali ke semua tempat bersama dengan Haru hari ini. Tanpa sengaja ia menemukan beberapa huruf kapital di lembar bagian bawah yang bertuliskan ‘THANK YOU’. Hana tersenyum saat membaca tulisan itu. Mendengar suara bel motor dari luar, Hana segera bergegas keluar rumah.

***

Sesuai dengan list keinginan adik tirinya, Haru membawa Hana di Wisata Bahari Lamongan. Hana sangat takjub dengan berbagai wahana yang ada disana. Dia menyeret Haru kesana-kemari. Haru menarik kembali tangan Hana hingga gadis itu jatuh ke pelukan kakak tirinya. Keduanya saling beradu pandang. Haru menjitak kening adiknya.

“Kenapa harus terburu-buru? Waktu kita masih panjang disini. Kita ikuti saja petunjuk perjalanannya.”

Hana baru menyadari kalau ada beberapa papan petunjuk di setiap tempat. Saking senangnya dia sampai tidak memperhatikan itu. haru pun berjalan mengikuti arah petunjuk sambil tetap memegang tangan Hana. Awalnya mereka berdua berjalan dengan malu-malu. Namun tidak lama setelah menemukan beberapa wahana lagi yang menurutnya seru, membuat Hana lupa akan kecanggungannya. Dia kembali menarik kakaknya dan menikmati bermain berbagai wahana disana. Haru tertawa melihat Hana yang berteriak ketakutan saat mereka naik wahana space shuttle.

Padahal sebelumnya Hana excited sekali ingin segera bermain di wahana tersebut. Saat di istana boneka, Hana tidak melewatkan kesempatan untuk memotret boneka-boneka yang ada disana. Haru yang melihatnya langsung merebut ponselnya dan memotret mereka berdua.

Mereka berdua terus saja bermain hingga sampailah mereka keluar dari rumah hantu. Hana terus saja memegang erat lengan Haru dengan wajah ketakutan. Karena sudah lelah, Haru memutuskan untuk mengajak Hana duduk. 

“Tunggu sebentar ya, Han,” saat beranjak, Hana menarik jaket hoodienya.

“Kakak mau kemana?” tanyanya dengan wajah agak ketakutan.

“Beli air minum untuk kita.”

“Kak Haru nggak meninggalkan aku seperti waktu itu kan?” pertanyaan Hana membuatnya teringat kembali kejadian dimana Haru meninggalkannya sendirian di pasar. Ada perasaan bersalah menyelimuti diri Haru. Dia merutuki dirinya sendiri kenapa dia bisa setega itu pada adik tirinya. Haru mengusap-usap rambut Hana dan menatapnya lembut.

“Aku janji nggak akan pergi ninggalin kamu lagi,” ucapnya. Hana pun percaya padanya dan melepaskan pegangannya pada jaket Haru. Selang beberapa menit, Haru kembali lagi dengan membawa dua botol air minum. Dia duduk di sebelah Hana dan memberikannya botol air minum yang baru saja dibukanya. Setelah diminum, Haru menutup botol itu kembali. Hana menghela nafas panjang. “Kamu capek?” tanya Haru.

“Capek sih. Tapi menyenangkan karena aku menjalaninya bersama dengan kakak. Kita bersenang-senang dan uhmm.. bahkan kita berfoto bersama! Aku ingin melihat fotonya lagi deh!” Hana membuka galeri foto di ponselnya dengan bersemangat.

Haru tersenyum melihat kebahagiaan terpancar dari wajah Hana.
Tanpa sengaja dia melihat kaki Hana yang menggunakan sepatu high heels. Terlihat seuntai luka lecet di kaki Hana. Haru langsung melepaskan sepatu yang dikenakan adik tirinya. Hana yang kebingungan menuruti saja apa yang dilakukan oleh kakak tirinya itu. benar saja! Kaki hana agak kemerahan dan penuh lecet.

“Kenapa tadi kamu nggak pakai sepatu ajah sih? Luka begini kan jadinya.”

“Oh, makanya aku merasa ada yang salah pada kaki ku. Ternyata..,”

“Hana, apa kamu tidak sadar kalau kaki kamu terluka?”

Hana tidak sanggup menatap mata elang Haru. Ia merasa ingin menutupi kenyataan bahwa ia tidak pernah merasakan rasa sakit semenjak penyiksaan yang dialaminya dulu. Tetapi Haru malah menyadari bahwa ada yang salah padanya.

“Waktu itu juga! Tanganmu terluka parah saat tergores di meja belajarku. Tapi kamu berlagak seperti orang yang tidak merasakan kesakitan apapun.”

Hana tetap terdiam sembari menunduk. Tidak lama tetesan air mata mengalir dari pipinya. Haru mencoba menenangkannya dengan memeluknya erat. Cowok itu mulai memahami apa yang pernah dikatakan oleh Nobuko kalau Hana dan dirinya memiliki luka yang sama. Luka batin yang selama ini ditimbun dalam-dalam hingga tidak terasa lagi bagaimana rasa sakit itu sebenarnya. Seonggok luka yang dirasakan tanpa lagi berharap ada orang yang menolongnya. 

“Hana, aku mengerti apa yang kamu rasakan. Luka kita sama. Mengingat papa dan ibu yang selalu bertengkar selalu membuatku muak. Namun seusai bertengkar, ibu selalu berusaha menutupinya dengan tersenyum didepanku. Tanpa disangka senyum terakhir yang kulihat adalah hari dimana kecelakaan itu terjadi. Walaupun ibu sudah bersimbah darah, tetapi ibu tetap menunjukkan senyumannya. Seakan-akan semuanya baik-baik saja. Melihat kecelakaan yang terjadi pada orang yang aku sayangi dengan mata kepalaku sendiri membuatku merasa tersiksa. Kenapa hari itu aku membiarkannya tertabrak begitu saja? Kenanganku dengan ibu hanyalah jaket hoodie ini yang pernah dia belikan ini untukku. Begitu juga luka yang kamu rasakan. Mungkin kamu memang sudah merelakan semua itu terjadi. Tapi tidak dengan tubuhmu sendiri yang masih tidak menerima siksaan itu terjadi. Tapi satu hal yang harus kamu tahu, Han. Kamu tidak sendirian. Jadi jangan lagi bersikap sok kuat. Sesekali rapuh itu tidak apa-apa. Semua akan baik-baik saja. Ada aku di sisimu.”

Hana melepaskan pelukan Haru. Dia mengusap air matanya yang masih belum kering.

“Aku bukan malaikat seperti apa yang kakak pikirkan. Aku masih membenci ‘orang’ yang pernah kusebut ayah. Aku tahu itu. tetapi aku akan menciut jika bertemu dengannya lagi. kebencian itu semakin menguat setiap harinya.

Makanya aku berusaha untuk hidup lebih baik lagi setiap harinya untuk menghapus kenanganku dengannya. Tapi terkadang kenangan buruk itu masih terus membayangiku. Aku takut. Tapi aku terus mencoba untuk bangkit..,” tiba-tiba saja Hana mengerti apa maksud kakak tirinya itu. Hana selalu terlihat sok kuat, walaupun batinnya sudah hancur sekalipun. Dia menatap Haru sembari tersenyum kecil. “Ternyata kakak lebih tahu semuanya daripada aku.”

“Ngg, nggak semua sih,” ucap Haru sambil salah tingkah. “Buktinya aku pernah menganggapmu muka dua. Yaa.. memang sedikit benar sih.”

Hana memukul lengan kakak tirinya pelan dengan wajah kesal. Haru pun tertawa.

“Maafkan aku ya, Hana. Kalau selama ini aku selalu bersikap kasar padamu.”

Tanpa disangka, Hana mencium pipinya. Kemudian keduanya menjadi agak salah tingkah. Baik Haru dan Hana langsung melihat ke arah yang berlawanan.

“Ano..,”

“Anu..,”

Keduanya hendak berbicara, namun kedua mata mereka yang saling bertemu membuat mereka semakin gugup. Haru mempersilakan Hana untuk berbicara duluan.

“Selamat ulang tahun, kakakku sayang,” ucapnya lirih. Haru merasa senang mendengarnya. Ia memegang tangan Hana dan mengajaknya pergi. Hana melihat genggaman tangan kakak tirinya itu. Ia merasa nyaman dengan genggaman tangan itu. dia pun membiarkan Haru kemana akan membawanya pergi.

***

“Ibu, aku datang,” kata Haru sambil tetap menggandeng tangan Hana. Mereka berdua sedang berada di depan pusara ibu Haru. Hana membaca nama pusara tersebut dalam diam. Ia agak terkejut karena Haru membawanya ke tempat yang begitu asing. Namun setelah tahu bahwa tempat itu adalah tempat pemakaman ibu Haru, membuatnya agak sedikit lega sekaligus merasa gugup karena baru pertama kalinya ia berhadapan dengan mendiang ibu dari kakak tirinya. “Aku kesini bersama dengan Hana. Dia adalah adik tiriku.”

Sungguh nyeesss rasanya dada Hana karena hanya dianggap sebagai adik tiri oleh Haru. Entah kenapa di hatinya yang terdalam, ia menginginkan status yang lebih dari ini. Namun Hana langsung sadar diri. Mamanya menikah dengan ayah Haru. Sudah pasti Haru hanya menganggapnya sebagai adik seorang. Hana menunduk dengan wajah lesu. Ia berpikir untuk tidak membawa perasaan aneh yang ia rasakan pada Haru melangkah lebih jauh lagi.

“Hana, sapalah ibuku.”

Hana menganggukkan kepala dan duduk di sebelah pusara ibu Haru. Ia menyentuh dan mengusap-usap pusara yang terasa dingin itu. Hana membayangkan seperti apa wajah ibu Haru melalui lukisan dan foto yang pernah ia lihat sebelumnya.

“Halo, ibu. Tidak apa-apa kan jika aku juga memanggilmu ibu? Ibu kak Haru jugalah ibuku. Aku cukup senang kak Haru membawaku untuk bertemu denganmu. Oh ya, aku pernah melihat foto ibu loh. Aku bisa merasakan kasih sayang dari mata ibu. Pasti memelukmu rasanya begitu hangat. Bahagialah di surga ya, bu. Tidak usah terlalu mencemaskan kak Haru. Kak Haru sudah menemukan kebahagiaannya lagi. Ibu pasti juga mengamatinya di atas sana kan? Kak Haru adalah kakak kesayanganku. Jadi tenang saja, bu. Aku janji akan selalu berada di sisi kak Haru. Aku sayang ibu,” dikecupnya pusara itu. Haru mengulurkan tangannya untuk membantu Hana berdiri. Hana menerima uluran tangan kakak tirinya itu.

“Mari kita berdoa untuk ibu,” Haru menengadahkan kedua tangannya dan berdoa sambil menutup mata. Begitu pula dengan Hana yang berdoa dengan khidmat sambil mengatupkan kedua tangannya. Usai berdoa, Haru menaburkan bunga di atas makam ibunya. Hana yang melihatnya langsung meniru apa yang dilakukan oleh Haru. Hana melihat wajah sedih dari kakak tirinya. Matanya mulai berkaca-kaca. Sepertinya ia hampir menangis. Hana sedikit menghiburnya dengan mengusap-usap bahu Haru.

“Apa katamu? Kakak kesayangan, ha?” tawa kecil mulai terdengar dari mulut Haru. Wajahnya mulai cerah kembali. Ia melihat Hana yang agak malu. Haru menggandeng tangan Hana lagi. Wajah Hana semakin bersemu merah.

“Ayo.”

“Kemana lagi, kak?”

“Beli sandal lah. Kakimu lecet-lecet begitu.”

“Tapi kan nggak sakit.”

“Ssshhh... ayok ah!”

***

Hari ini kak Haru bersikap manis sekali padaku. Padahal hari ini adalah hari ulang tahunnya. Tapi dia malah yang membelikanku sandal untuk dipakai. Sesampainya di rumah, kak Haru memarkir sepeda motornya di dalam halaman rumah. Ia menahanku untuk memasuki rumah.

“Kenapa, kak?”

“Aku.. ingin berbicara sesuatu..,”

“Berbicara tentang apa?” ia masih tidak melepaskan pegangan tangannya. Suasana ini membuat jantungku berdegup kencang.

“Ini tentang kita.”

“Kita?”

“SURPRISEEE!!!!” aku dan kak Haru terkejut mendengar suara papa dan mama yang sudah berdiri di depan pintu rumah yang setengah terbuka. Mereka berdua memakai topi ulang tahun dan membawa bersama kue ulang tahun yang agak tinggi menjulang. Kak Haru langsung melepaskan tangannya dariku. Aku agak sedikit sedih sih. Padahal momen tadi lagi manis-manisnya. Papa dan mama menyanyikan lagu selamat ulang tahun. Aku pun segera mengindahkan rasa sedihku dengan ikut menyanyikan lagu ulang tahun untuk kak Haru. 

“Tiup lilinnya dong, sayang,” kata mama. Kak Haru meniup api dari lilin-lilin yang berjumlah enam belas buah. Setelah api di lilin sudah mati, aku segera menyalakan lampu depan dari dalam rumah. Mereka bertiga bertepuk tangan. Mama membawa masuk kue ulang tahun ke dalam rumah. Sementara papa dan kak Haru saling melihat dengan canggung.

“Selamat ulang tahun ya, nak. Semoga kamu tumbuh dewasa dengan baik,” tanpa disangka, kak Haru langsung memeluk papa. Agak kaku memang. Tetapi aku bisa melihat kedamaian diantara mereka. ‘Bu, lihatlah. Papa dan kak Haru saling berpelukan. Kasih mereka semakin kuat,’ ujarku dalam hati. Diriku hampir menangis melihat adegan itu. Aku pun berjalan ke ruang dapur untuk menemui mama. Beliau sedang menyiapkan beberapa peralatan makan. Aku terkejut dengan banyaknya hidangan di meja makan.

“Ma, makanan ini mewah sekali! Baunya hmm.. sedaappp!” ujarku senang. Mama hanya tersenyum melihat diriku yang takjub dengan berbagai makanan di meja makan. Berbagai makanan seperti kue tar, sushi, mie ramen, ayam goreng, nasi rawon, teh hijau dan minuman sirup yang menyegarkan. Aku tidak sabar makan bersama dengan keluarga.

“Makan malam hari ini untuk merayakan ulang tahun kakakmu, Han.”

“Tapi.. apa kak Haru mau makan bersama dengan kita?” tanyaku ragu.

“Tentu saja dong! Haru adalah bagian dari keluarga ini. Dia pasti akan makan dengan kita. Ya kan, Haru?!” kulihat papa sedang merangkul erat kak Haru. Keduanya tampak akur sekali. Kak Haru juga terlihat senang sekali hari ini. Kuharap ini bukanlah mimpi!

Kami duduk beremat di meja makan. Mama menuangkan nasi untuk papa dan Haru. Saat giliranku mengambil centong nasi, kak Haru menahan tanganku. Aku tidak mengerti apa maksudnya. Dia mengambil nasi dan menuangkannya di piringku. Aku merasa seperti dimanjakan oleh seorang kakak. Aku pun tersenyum melihatnya.

“Makan yang banyak ya, Hana. Biar cepat gendut,” bisik kak Haru. Aku langsung mencubit lengannya dengan gemas. Masih saja dia iseng padaku. Yah, tapi aku cukup bahagia dengan merasa seperti ini saja. Aku akan mengubur dalam-dalam perasaan konyolku pada kak Haru. Cukup seperti ini saja aku sudah merasa bahagia. Aku harap kebahagiaan yang kami rasakan ini bisa berlangsung selamanya.

***

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Paragraf Patah Hati
5825      1894     2     
Romance
Paragraf Patah Hati adalah kisah klasik tentang cinta remaja di masa Sekolah Menengah Atas. Kamu tahu, fase terbaik dari masa SMA? Ya, mencintai seseorang tanpa banyak pertanyaan apa dan mengapa.
IMAGINE
381      271     1     
Short Story
Aku benci mama. Aku benci tante nyebelin. Bawa aku bersamamu. Kamu yang terakhir kulihat sedang memelukku. Aku ingin ikut.
Campus Love Story
8312      1901     1     
Romance
Dua anak remaja, yang tiap hari bertengkar tanpa alasan hingga dipanggil sebagai pasangan drama. Awal sebab Henan yang mempermasalahkan cara Gina makan bubur ayam, beranjak menjadi lebih sering bertemu karena boneka koleksi kesukaannya yang hilang ada pada gadis itu. Berangkat ke kampus bersama sebagai bentuk terima kasih, malah merambat menjadi ingin menjalin kasih. Lantas, semulus apa perjal...
(L)OVERTONE
2363      830     1     
Romance
Sang Dewa Gitar--Arga--tidak mau lagi memainkan ritme indah serta alunan melodi gitarnya yang terkenal membuat setiap pendengarnya melayang-layang. Ia menganggap alunan melodinya sebagai nada kutukan yang telah menyebabkan orang yang dicintainya meregang nyawa. Sampai suatu ketika, Melani hadir untuk mengembalikan feel pada permainan gitar Arga. Dapatkah Melani meluluhkan hati Arga sampai lela...
The Girl In My Dream
431      303     1     
Short Story
Bagaimana bila kau bertemu dengan gadis yang ternyata selalu ada di mimpimu? Kau memperlakukannya sangat buruk hingga suatu hari kau sadar. Dia adalah cinta sejatimu.
graha makna
5556      1802     0     
Romance
apa yang kau cari tidak ada di sini,kau tidak akan menemukan apapun jika mencari ekspektasimu.ini imajinasiku,kau bisa menebak beberapa hal yang ternyata ada dalam diriku saat mulai berimajinasi katakan pada adelia,kalau kau tidak berniat menghancurkanku dan yakinkan anjana kalau kau bisa jadi perisaiku
Our Tears
3004      1338     3     
Romance
Tidak semua yang kita harapkan akan berjalan seperti yang kita inginkan
Redup.
682      410     0     
Romance
Lewat setiap canda yang kita tertawakan dan seulas senyum yang kerap dijadikan pahatan. Ada sebuah cerita yang saya pikir perlu kamu dengarkan. Karena barangkali saja, sebuah kehilangan cukup untuk membuat kita sadar untuk tidak menyia-nyiakan si kesayangan.
Aldi. Tujuh Belas. Sasha.
506      290     1     
Short Story
Cinta tak mengenal ruang dan waktu. Itulah yang terjadi kepada Aldi dan Sasha. Mereka yang berbeda alam terikat cinta hingga membuatnya tak ingin saling melepaskan.
Reandra
1535      1027     66     
Inspirational
Rendra Rangga Wirabhumi Terbuang. Tertolak. Terluka. Reandra tak pernah merasa benar-benar dimiliki oleh siapa pun. Tidak oleh sang Ayah, tidak juga oleh ibunya. Ketika keluarga mereka terpecah Cakka dan Cikka dibagi, namun Reandra dibiarkan seolah keberadaanya hanya membawa repot. Dipaksa dewasa terlalu cepat, Reandra menjalani hidup yang keras. Dari memikul beras demi biaya sekolah, hi...