Loading...
Logo TinLit
Read Story - LUKA TANPA ASA
MENU
About Us  

Hari pertamaku bersekolah diantar oleh papa. Setelah itu beliau meninggalkanku dengan kepala sekolah. Setelah terdengar bel berbunyi, aku mengikuti setiap langkah kepala sekolah menuju salah satu ruangan kelas. Di papan itu bertuliskan X-1. Ku tarik nafas panjang dan berusaha untuk tenang. ‘Jangan panik, Hana. Semua akan baik-baik saja.’

Kelas tampak tenang sebelumnya. Namun setelah melihat kedatanganku, suara agak menjadi riuh. Seorang guru yang berdiri di sampingku berusaha untuk menenangkan suasana. Setelah mengobrol berdua sebentar dengan guru itu, kepala sekolah meninggalkanku bersama guru tersebut.

“Adik-adik. Ada siswa baru pindahan dari Jepang,” suasana semakin riu setelah mendengarkan perkataan guru tersebut. Diriku sedikit terperangah. Mereka melihatku dengan wajah sumringah. Seakan-akan mereka akan menerimaku dengan tangan terbuka. “Silakan perkenalkan dirimu, dik.”

“Perkenalkan nama saya.. ano..,” dadaku mulai berdetak kencang. Aku menarik nafas lagi. Aku ingin membutuhkan lebih banyak oksigen. “Saya.. saya..,”

“Santai saja, Hana,” aku mendengar ke arah sumber suara. Ternyata ada Zeno di barisan bangku depan. Dia melambaikan tangannya sembari tersenyum.

“Kamu sudah kenal dengannya, Zeno?” tanya guru tersebut. Lalu ia mendekati bangku dimana Zeno duduk. “Pacarmu ya?” tanyanya dengan wajah iseng.

“CIYEEEE..,” seketika suasana semakin ramai. Guru yang memakai balutan kain di kepalanya mirip seperti bu Hermawan itu tertawa bersama dengan para siswa lainnya. Sementara wajah Zeno memerah. Tiba-tiba saja aku merasakan kehangatan dari kelas ini. Aku mencoba memberanikan diri untuk memperkenalkan diri sekali lagi.

Hai’! Perkenalkan nama saya Hana Asuka. Asal saya dari Nagoya, Jepang. Salam kenal semuanya!” aku sudah berlatih di depan kaca semalam. Rasanya tidak sia-sia aku mempelajarinya. Semoga aku bisa dengan mudah berbaur di sekolah ini. Kemudian suara tepuk tangan mulai terdengar. Tanganku tidak lagi gemetar. Tapi tengkuk kaki ku yang bergetar. Aku masih berusaha untuk tenang.

“Nah, Hana. Silakan duduk di sebelah Zuna ya,” kata guru tersebut seraya menunjuk seorang cewek yang berada di barisan tengah bangku paling belakang. Ah! Aku pun mengingat cewek itu juga! Dia adalah saudara kembar Zeno. Sepanjang aku berjalan, beberapa pasang mata memperhatikanku. Aku mencoba untuk terus menyunggingkan senyum. Setelah duduk di sebelah kanan Zuna, aku menoleh padanya. Aih, Zuna tersenyum manis padaku.

“Halo, Hana. Kita bertemu lagi. Semoga kita semakin akrab ya,” ucapannya membuat diriku sangat senang. Di hari pertama ini aku merasa sangat beruntung. Kedua gadis yang berada di depan membalikkan tubuhnya dan berkenalan juga denganku. Cowok-cowok yang berada di sebelah kanan juga. Rupanya perkenalanku dengan teman-teman baruku terdengar oleh guru tersebut.

“Hey, adik-adik. Perhatikan dulu pelajaran di depan. Kalian bisa berkenalan pada jam istirahat nanti.”

“Zuna, siapa nama guru itu?”

“Oh, itu bu Alea. Walaupun sudah tua, tapi bu Alea guru yang menyenangkan. Tapi bu Alea tidak segan-segan juga akan menghukum kita kalau kita tidak mengerjakan pe-er.”

“Pe-er? Apa itu?”

“Pekerjaan rumah. Mmm.. tugas yang diberikan untuk dikerjakan di rumah,” jelasnya. Aku menganggukkan kepala, memahami apa yang dikatakannya. “Oh ya, kamu pasti mengenal satu orang lagi di kelas ini.”

Zuna menunjuk seseorang yang duduk di meja belakang paling ujung sebelah kiri. Ia duduk sendiri. Wajahnya tidak begitu terlihat karena kepalanya tertutup oleh tudung jaket hoodie yang dikenakannya. Lambat laun aku baru tersadar, seseorang yang sedang tertidur itu adalah kak Haru. Ia juga satu kelas denganku!

***

Pada saat jam istirahat tiba, teman-teman satu kelas berkumpul mengajakku berbicara. Namun tidak hanya mereka saja yang berkumpul, para siswa dari kelas lain juga bertandang ke kelas ini. Aku merasa seperti selebriti saja. Kemudian Zuna membubarkan perkumpulan ini karena menurutnya hawanya begitu sesak untuk bisa bernafas. Zuna dan kedua gadis yang duduk di depanku tadi langsung menarikku keluar dari kerumunan.

“Ke kantin yuk! Perutku sudah lapar!” Zuna dan kedua temannya yang bernama Reta dan Kusniyah membicarakan apa yang harus mereka pesan di depan meja persegi panjang. Aku yang baru saja duduk mencoba berpikir keras makanan Indonesia aa yang aku tahu dan akan sesuai dengan seleraku.

“Kalau Hana pesan apa?” tanya Kusniyah.

“Eeng.. nasi goreng?” kataku gambling. Entah kenapa mereka bertiga malah tertawa cekikikkan. Aku merasa ada yang salah dengan apa yang aku katakan.

“Ternyata Hana orangnya sudah Indonesia banget ya. Sukanya nasi goreng. Tapi disini nggak ada nasi goreng,” mendengar perkataan Zuna membuatku terkekeh dengan canggungnya. “Umm.. gimana kalau bakso? Hana pasti suka! Kita juga pesan bakso deh ya?”

“Setuju! Setuju!” seru Reta. Kami pun mengumpulkan uang untuk membeli bakso. Lalu Zuna dan Reta pergi memasuki antrian dimana bakso berada. Hanya ada aku dan Kusniyah.

“Hana, kamu pindahan dari Jepang mana?” tanyanya kemudian.

“Nagoya,” kataku dengan nada tergagap. Aku sadari kalau aku kesulitan berkomunikasi dengan orang lain. Terutama dengan orang yang baru ku kenal.

“Aku kaget loh. Aku baru tahu dari Zuna kalau kamu adik tirinya Haru.”

“Kak Haru? Iya. Saya adik kak Haru,” tiba-tiba saja aku teringat kak Haru. Sepanjang pelajaran kan dia tertidur di dalam kelas. Dia sudah makan apa belum ya? “Reta, aku pergi dulu ya. Eeeng.. arah kelas dimana?”

Reta memberikan instruksi perjalanan ke kelas. Dia bermaksud untuk mengantarku kesana. Tetapi aku menolaknya. Ku coba untuk mengikuti arah perjalanan sesuai arahan Reta sebelumnya. Akan tetapi aku malah tersesat. Sayup-sayup ku dengar suara alunan musik. Aku mengintip dari balik kaca. Rupanya Zeno dan teman-temannya sedang bermain musik. Zeno bermain gitar dengan santainya. Aku jadi teringat perkataannya tadi pagi yang membuatku nyaman. ‘Santai saja, Hana,’ suaranya terngiang-ngiang di telingaku.

“Han.. Hana. Hana,” aku tersadar dari lamunanku. Ternyata Zeno sudah berdiri di depan kaca menghadapku. Ia menggunakan bahasa tubuhnya untuk menyuruhku masuk ke dalam ruangan. Aku pun menurut padanya.

“Maaf mengganggu.”

Aku melihat sekeliling ruangan. Sepertinya ruangan ini khusus digunakan untuk studio musik. Ketiga teman Zeno memperkenalkan dirinya masing-masing. Ada Iwan yang bermain alat musik organ. Ada juga Eldo yang memegang alat musik gitar seperti Zeno. Lalu ada Ridwan yang memainkan bagian drum.

“Oh, ini toh Hana yang sering diceritakan Zeno,” kata Ridwan. Zeno merangkul Ridwan dengan gemas. Melihat kedekatan mereka membuatku ikut senang. Andai saja aku melihat kak Haru menjadi bagian dari mereka juga.

“Oh ya, Hana bisa menyanyi?” tanya Zeno.

“Hee..,” aku agak terkejut mendengarnya. Mereka spontan tertawa secara bersamaan.

“Kagetmu lucu banget!” seru Iwan.

“Ayolah. Coba saja. Lagu Jepang nggak apa-apa kok.”

“Eeng.. lagu Chico with Honeyworks?” tanyaku agak ragu.

“Judulnya? Coba aku search deh!” Eldo mengambil ponsel dari dalam sakunya.

Sekai wa koi ni ochiteiru?”

“Ah! Aku tahu lagu itu! Ayo! Ayo, kita mulai!” aku tidak menyangka kalau Zeno juga tahu lagu itu. Kemudian mereka berkumpul sebentar memainkan musik untuk menyesuaikan nadanya. Setelah itu Zeno mengajakku untuk mulai bernyanyi.

Memang aku suka sekali menggambar manga dan merajut. Tetapi aku juga suka mendengar musik dan menyanyikannya. Aku tidak menyangka akan diminta Zeno untuk bernyanyi bersamanya dan teman-temannya. Musiknya mengalun sama persis dengan musik yang biasa aku dengar. Aku pun menyanyikannya dengan bersemangat sembari melihat Zeno dan teman-temannya. Entah kenapa muncul perasaan lega. Rasa canggung yang ku rasakan sedari pagi telah lenyap. Aku merasakan perasaan senang yang luar biasa.

“Wah, ternyata suaramu boleh juga, Han!”

“Memang mirip logat orang jepang asli!”

Usai bermain musik bersama, mereka memujiku terus-terusan. Aku hanya tersenyum sambil menggeleng-gelengkan kepala. Menurutku mereka terlalu berlebihan dalam memujiku. Aku merasa tidak sebagus itu. Tapi terus terang aku merasa senang bisa bermain dengan mereka. Andai saja...

“Pensi nya kan sebentar lagi ya! Eh, gimana kalau kamu jadi vokalis kami saja?”

 “Hee...,” aku terkejut mendengar ceplosan Eldo yang secara tiba-tiba. Zeno dan teman-teman lainnya menyetujuinya juga. Mereka pun menunggu persetujuanku juga. Baru saja aku bermimpi ingin bermain musik dengan mereka lagi. Ternyata itu bukanlah mimpi belaka.

“Boleh?” tanyaku.

“Kebetulan vokalis sebelumnya mengundurkan diri. Kita bisa juga kok memainkan lagu Jepang. Itu pun kalau kamu mau, Hana,” ucap Zeno sambil melepas kacamatanya. Ia mengambil kain di dalam saku seragamnya dan mengelap lensa kacamatanya dengan kain tersebut. Ia agak terkejut ketika diriku memegang lengan kanannya secara tiba-tiba.

“Aku mau.”

***

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Sebelas Desember
4701      1355     3     
Inspirational
Launa, gadis remaja yang selalu berada di bawah bayang-bayang saudari kembarnya, Laura, harus berjuang agar saudari kembarnya itu tidak mengikuti jejak teman-temannya setelah kecelakaan tragis di tanggal sebelas desember; pergi satu persatu.
Sekotor itukah Aku
22154      3792     5     
Romance
Dia adalah Zahra Affianisha. Mereka biasa memanggilnya Zahra. Seorang gadis dengan wajah cantik dan fisik yang sempurna ini baru saja menginjakkan kakinya di dunia SMA. Dengan fisik sempurna dan terlahir dari keluarga berada tak jarang membuat orang orang disekeliling nya merasa kagum dan iri di saat yang bersamaan. Apalagi ia terlahir dalam keluarga penganut islam yang kaffah membuat orang semak...
Perempuan Beracun
62      57     5     
Inspirational
Racuni diri sendiri dengan membawanya di kota lalu tersesat? Pulang-pulang melihat mayat yang memilukan milik si ayah. Berada di semester lima, mengikuti program kampus, mencoba kesuksesan dibagian menulis lalu gagal. Semua tertawa Semua meludah Tapi jika satu langkah tidak dilangkahinya, maka benar dia adalah perempuan beracun. _________
The Girl In My Dream
431      303     1     
Short Story
Bagaimana bila kau bertemu dengan gadis yang ternyata selalu ada di mimpimu? Kau memperlakukannya sangat buruk hingga suatu hari kau sadar. Dia adalah cinta sejatimu.
Air Mata Istri Kedua
152      135     0     
True Story
Menjadi istri kedua bukanlah impian atau keinginan semua wanita. Begitu juga dengan Yuli yang kini telah menikah dengan Sigit. Seorang duda yang dia kenal satu tahun lalu. Pernikahan bahagia dan harmonis kini justru menjadi bencana bagi Yuli saat dia mengetahui jika Sigit sebenarnya bukanlah seorang duda seperti yang dia katakan dulu. Pria yang diketahui bekerja sebagai seorang pelayan di seb...
Flyover
451      325     0     
Short Story
Aku berlimpah kasih sayang, tapi mengapa aku tetap merasa kesepian?
Langit Tak Selalu Biru
68      58     4     
Inspirational
Biru dan Senja adalah kembar identik yang tidak bisa dibedakan, hanya keluarga yang tahu kalau Biru memiliki tanda lahir seperti awan berwarna kecoklatan di pipi kanannya, sedangkan Senja hanya memiliki tahi lalat kecil di pipi dekat hidung. Suatu ketika Senja meminta Biru untuk menutupi tanda lahirnya dan bertukar posisi menjadi dirinya. Biru tidak tahu kalau permintaan Senja adalah permintaan...
Heavenly Project
506      350     5     
Inspirational
Sakha dan Reina, dua remaja yang tau seperti apa rasanya kehilangan dan ditinggalkan. Kehilangan orang yang dikasihi membuat Sakha paham bahwa ia harus menjaga setiap puing kenangan indah dengan baik. Sementara Reina, ditinggal setiap orang yang menurutnya berhaga, membuat ia mengerti bahwa tidak seharusnya ia menjaga setiap hal dengan baik. Dua orang yang rumit dan saling menyakiti satu sama...
Code: Scarlet
25216      4924     16     
Action
Kyoka Ichimiya. Gadis itu hidup dengan masa lalu yang masih misterius. Dengan kehidupannya sebagai Agen Percobaan selama 2 tahun, akhirnya dia sekarang bisa menjadi seorang gadis SMA biasa. Namun di balik penampilannya tersebut, Ichimiya selalu menyembunyikan belati di bawah roknya.
Search My Couple
552      315     5     
Short Story
Gadis itu menangis dibawah karangan bunga dengan gaun putih panjangnya yang menjuntai ke tanah. Dimana pengantin lelakinya? Nyatanya pengantin lelakinya pergi ke pesta pernikahan orang lain sebagai pengantin. Aku akan pergi untuk kembali dan membuat hidupmu tidak akan tenang Daniel, ingat itu dalam benakmu---Siska Filyasa Handini.