Loading...
Logo TinLit
Read Story - LUKA TANPA ASA
MENU
About Us  

Sebuah luka yang tergores di tubuh tidaklah terasa sakit jika dibandingkan luka batin yang aku rasakan selama ini. Entah mengapa luka itu sudah lama menganga lebar dan diriku tidak mampu menjahitnya lagi. Sisa-sisa jahitan yang telah terputus itu terlihat menyedihkan. Ingin rasanya aku berteriak keras menunjuk ke atas langit untuk menurunkan keajaiban padaku. Mungkin doa ku telah didengar. Mama telah memutuskan untuk menceraikan orang itu dan kami berdua akan menjalani hidup baru di Indonesia. Tiada lagi orang itu. Tiada lagi orang-orang pembuli yang seharusnya aku anggap sebagai teman. Mereka semua adalah para iblis yang selalu menyiksaku. Menjadikanku sebagai seorang remaja pemurung seperti ini.

Akan tetapi hari ini tidaklah lagi. Keajaiban telah meruntuhkan penderitaanku. Untuk kesekian kalinya aku harus bisa bangkit kembali untuk menyongsong kehidupan baruku di Indonesia. Aku akan mengusir jauh-jauh kehidupan yang membosankan itu dan memiliki kehidupan yang bahagia disana. Walaupun sebenarnya aku merasa ragu, tetapi aku akan tetap melakukannya! Demi diriku sendiri dan juga demi malaikat bersayap yang selalu berada di sampingku, mama.

“Hana, sudah siap menyapa papa Adiguna?” mama mengulurkan tangannya di depanku. Aku pun tersenyum lebar dan meraih tangannya. Kami berjalan sembari mencari kertas bertuliskan nama kami di depan segerombolan banyak orang.

“Mama! Itu!” aku segera menunjuk kertas yang diangkat tinggi-tinggi oleh seorang pria bertubuh tinggi semampai. Kertas itu bertuliskan nama kami, Hana Asuka dan Nobuko Asuka. Kami pun melambaikan tangan secara bersamaan. Pria itu juga membalas lambaian kami dengan wajah cerah.

Tak ku sangka mama mempercepat langkahnya. Kemudian ia berpelukan erat dengan pria itu. Padahal baru dua minggu tidak bertemu tetapi mereka tampak merindukan satu sama lain. Dari mama, aku mengetahui nama pria itu. Namanya Muhammad Adiguna. Nama yang masih cukup sulit ku ucapkan dengan lidah orang Jepang sepertiku. Sebenarnya aku sudah mengenalnya sebelumnya. Biasanya aku memanggilnya paman. Beliau adalah teman ayah semasa kuliah. Saat berkunjung ke rumah dan mengetahui kondisi di rumah kami, beliau menyarankan mama untuk bercerai dengan ayah dan menikah dengannya. Mungkin kisah itu terlihat kejam bila didengarkan oleh orang lain. Tetapi mama punya alasan tersendiri kenapa ia memutuskan untuk berpisah dengan ayah. Iya, seorang ayah yang sudah aku anggap sebagai orang asing. ‘Orang itu’ sebutannya. Akhirnya mereka menikah secara sederhana di Nagoya, tempat kelahiranku. Kemudian paman kembali ke Indonesia dan menunggu kami membereskan barang-barang di Jepang untuk dibawa ke rumah paman Adiguna.

“Loh, mana itu.. siapa namanya. Aku lupa,” aku hampir tertawa mendengar mama berbicara bahasa Indonesia dengan fasih tapi masih dengan logat khasnya.

Yap, mama memang fasih berbahasa Indonesia karena pernah menikahi orang Indonesia juga. Yang aku maksud adalah ‘orang itu’. Aku sendiri sudah lupa kapan terakhir ‘orang itu’ mengajarkanku berbahasa Indonesia. Saking muaknya aku pun tidak pernah ingin menggunakan bahasa itu lagi. Karena bahasa itu akan selalu mengingatkanku akan kenangan dengan ‘orang itu’. Tetapi sekarang berbeda. Mau tidak mau, aku harus menggunakannya. Kamus saku yang ku bawa ini mungkin akan berguna. Aku sudah mempelajarinya selama beberapa hari ini.

“Oh, Haru! Itu dia sudah menunggu disana,” telunjuk paman mengarah kepada seorang cowok yang berdiri sambil bersandar di tembok. Tubuhnya juga cukup tinggi. Lebih tinggi daripada aku. Dia seperti remaja pada umumnya. Tetapi menurutku dia remaja dalam versi keren. Jaket hoodie yang dikenakannya juga tampak cocok dengannya. Rambutnya terurai berantakan dan berjatuhan menutupi sebagian dahinya. Membuatku berpikir bahwa dia memang cukup keren. Aku segera berlari kecil menghampirinya.

Cowok itu melihatku sekilas. Lalu matanya kembali ke arah ponsel yang tengah dimainkannya. Aku harus mengesankannya. Aku ingin lebih dekat dengan kakak tiriku ini. Dengan segera ku buka kamus dan mencari halaman yang aku butuhkan.

“Onii.. ekhem! Kakak!” aku mencoba membacanya dengan lugas. “Perkenalkan.. nama saya adalah.. Hana Asuka. Senang berkenalan denganmu.”

Aku kembali melihatnya lagi. Akan tetapi dia malah melihatku dengan tatapan yang aneh. Seperti tatapan tidak suka. Oh tidak! Aku harus tersenyum padanya! Ayo, Hana! Kamu harus berpikir positif! Kamu pasti bisa! Dengan segera kuulurkan tanganku, berharap ia menerima salamku dengan tatapan ramah. Aku pun mencoba tersenyum seramah mungkin. Cowok itu malah tampak semakin tidak suka melihatku. Lalu dia mengenakan headphone-nya dan berjalan pergi meninggalkanku. Aku hanya terbengong-bengong melihat kepergiannya.

Seseorang menepuk pundakku pelan. Aku pun berbalik dengan wajah sedih.

“Maaf ya, Hana. Anak papa sikapnya memang kurang baik. Namanya Haru Einstein. Kamu bisa memanggilnya kak Haru ya,” perasaanku terasa tenang kembali mendengar perkataan paman. Sementara mama mengusap kepalaku dengan lembut.

“Ya, paman.”

“Eits, mulai sekarang kamu juga harus memanggil papa. Paaa..,”

“Pa. Papa,” sambungku kemudian. Kami pun tertawa kecil secara bersamaan.

Sesampainya di mobil, ternyata kak Haru sudah berada disana duluan. Aku pun mencoba tersenyum lagi kepadanya. Tetapi dia malah mengacuhkanku dan masuk ke dalam mobil. Sepanjang perjalanan aku hanya mendengarkan obrolan papa dan mama. Sementara kak Haru yang duduk di sampingku terus saja diam sembari memainkan ponselnya.

Berapa lama kalian berada di pesawat, sayang?” tanya papa pada mama yang sedang menikmati pemandangan di depan.

“Uhmm.. kira-kira enam belas jam lebih. Ini kita langsung ke Gresik?”

“Iya dong. Dari bandara Juanda langsung pulang ke rumah. Aku akan mengajak kalian berkeliling sepanjang perjalanan juga. Hitung-hitung buat cuci mata. Tapi setelah itu kita harus segera pulang ke rumah. Kalian kan pasti kecapekan karena perjalanan jauh.”

Aku pun menengok kaca di sebelah kanan. Tampak pemandangan bangunan-bangunan yang cukup tinggi. Suasananya juga sangat ramai. Banyak kendaraan mobil dan motor yang lalu-lalang. Suasananya sungguh menakjubkan!

***

“Hana, bangun sayang,” mataku terbuka secara perlahan. Rasa kantuk masih menyerang. Setelah menguap, aku berusaha untuk turun dari mobil dengan dibantu oleh mama. Aku melongok ke dalam mobil kembali.

“Kak Haru mana, ma?” tanyaku bingung.

“Kak Haru sudah masuk ke rumah duluan, sayang,” ucap papa. Kedua tangannya membawa tas-tas serta koper kami. “Ayo, Hana. Bantu papa bawa koper ini.”

Aku pun menganggukkan kepala sembari tersenyum padanya. Mendengar kata-katanya yang begitu halus mengingatkanku akan ‘orang itu’ yang dulu. Kulihat mama sedang mengobrol dengan seorang ibu dan dua remaja disampingnya. Aku pun menghampirinya sembari menyeret tas koper. Kurasa kedua remaja itu berusia tidak jauh dariku. Yang satu cowok berkacamata dengan helaian rambut yang rapi. Sementara yang satu lagi seorang cewek berambut keriting sebahu dengan bandana berwarna pink yang modelnya hampir sama seperti yang aku kenakan sekarang.

“Nah, kalau yang di sebelah bu Nobuko ini siapa? Cantik sekali,” ucap seorang bibi yang mengenakan sesuatu seperti kain yang menutupi kepalanya. Mama segera menarikku sembari mengelus bahuku.

“Dia anakku. Namanya Hana Asuka,” aku segera membungkukkan tubuh dan menyalaminya. Begitu pula dengan kedua remaja di sampingnya.

“Aduh manis sekali. Oh ya. Perkenalkan juga kedua anak saya. Anak yang laki-laki namanya Zeno dan yang satunya namanya Zuna. Mereka kembar. Kalau ada apa-apa bilang saja. Jangan sungkan bertamu di rumah saya. Hana juga. Mampir ke rumah. Main dan ngobrol bareng anak-anak saya,” bibi itu terus saja berbicara dan berakhir menatapku. Aku berusaha mencerna kata-katanya. Aku rasa beliau terlalu cepat dalam berbicara.

Seorang cowok yang berkacamata tadi berjalan mendekatiku dan berdiri disampingku sembari membungkukkan setengah tubuhnya untuk menatapku, “Hana, mama saya bilang kalau kamu bisa bermain bersama saya dan adik saya kapan pun.” Aku pun langsung memahami apa yang diucapkannya.

“Ohh.. hai’! Terima kasih, bibi..,”

“Panggil saja aku bibi Hermawan. Bibi Her deh ya Hana!” ucapan bibi Her membuatku tersenyum seketika. Aku tidak menyangka bahwa aku menemui orang-orang ramah seperti mereka.

Obrolan kecil itu pun berakhir. Mama pamit untuk masuk ke dalam rumah. Saat berjalan hendak masuk ke dalam rumah, aku mengangkat wajah ke atas. Aku merasa seolah-olah ada yang sedang memperhatikan kami dari jauh. Benar saja! Aku melihat kak Haru seperti mengintip kami dari sana. Saat aku memergokinya, ia segera menutup tirainya. Hmm, sepertinya kamar kak Haru berada di lantai dua. Aku penasaran dimana dan seperti apa ruangan kamarku.

Saat berjalan masuk ke dalam rumah, aku kembali dibuat takjub dengan ruangan tamu yang begitu rapi, luas, dan bersih. Ada beberapa lukisan yang terpajang disana. Salah satunya menarik mataku untuk terus melihatnya. Lukisan yang tampak seperti keluarga kecil. Ada gambaran seorang pria yang berwujud seperti papa dan anak cowok yang wajahnya begitu mirip dengan kak Haru. Satu lagi seorang wanita yang duduk di depan keduanya. Raut wajahnya tampak lembut dan cantik.

“Cantik sekali,” gumamku kemudian.

“Hmm.. cantik, bukan? Dia mama Haru yang sudah meninggal,” aku agak sedikit terkejut melihat kehadiran papa di sampingku. “Kalau pria itu adalah papa dan anak laki-laki di sebelah papa adalah Haru.”

“Sudah saya duga. Mirip sekali,” kataku.

“Oh ya, ayo papa tunjukkan kamarmu sekarang. Kopernya jangan lupa dibawa.”

“Oh ya! Hehehe..,” hampir saja aku melupakan tas koperku. Ternyata kamar yang akan aku tempati berada di lantai dua. Karena aku agak keberatan mengangkat tas koperku, papa ikut membantuku untuk membawanya sampai ke lantai atas. “Terima kasih, papa.”

“Sama-sama. Nah, ini dia kamarmu.” Papa membuka pintu kamar berwarna merah muda. Ternyata nuansa kamarku begitu cerah. Bagaimana tidak? Dinding berwarna merah muda, tirai berwarna merah muda, kasurnya pun juga berwarna yang sama. Ada meja belajarnya juga!

“Terima kasih, pa!” seruku kemudian. Papa langsung tertawa sembari menepuk pundakku. Aku pun juga ikutan tertawa. Walaupun aku tidak tahu apa yang ditertawakannya.

“Anak papa lucu sekali. Sedikit-sedikit bilang terima kasih. Haru pasti senang memiliki adik yang lucu dan cantik seperti dirimu,” ucapan papa membuatku teringat kembali dengan kak Haru. Dimana ya kamarnya?

“Kamar.. kak Haru?”

“Oh, kamarnya tepat berada di depan kamarmu. Ya, sudah. Kamu istirahat dulu ya.” aku pun menganggukkan kepala.

Setelah papa pergi, aku berjalan mendekati kamar kak Haru. Entah kenapa ada yang begitu misterius darinya. Pertemuanku dengan kak Haru tidak begitu baik. Aku merasa bahwa perkenalan kita harus diperbaiki. Ku ketuk pintu kamarnya. Hening. Ku ketuk lagi. Kali ini pintu kamarnya terbuka. Aku kembali dihadapkan dengan wajah masamnya. Kenapa ia tidak berkata apapun?

“Eeeng, kak Haru.. ano..,” aku bingung kenapa aku datang menghampirinya. Ku coba untuk berpikir keras. Belum sampai berbicara lebih lanjut, kak Haru malah menutup pintu kamarnya dengan keras sampai menimbulkan suara nyaring. Aku pun terkejut dibuatnya.

‘Huaaahhh.. sepertinya aku harus berusaha lebih keras untuk bisa lebih dekat dengan kak Haru! Ayo, Hana! Kamu harus berjuang! Kamu sudah memiliki kehidupan yang baru! Jadi kamu juga harus berubah menjadi lebih ceria dan bersemangat! Lupakan yang dulu dan gapailah mimpimu yang sekarang! Demi Kehidupan yang lebih baik! SEMANGAT!’

***

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Love Never Ends
11755      2472     20     
Romance
Lupakan dan lepaskan
Tumpuan Tanpa Tepi
10887      3039     0     
Romance
Ergantha bercita-cita menjadi wanita 'nakal'. Mencicipi segala bentuk jenis alkohol, menghabiskan malam bersama pria asing, serta akan mengobral kehormatannya untuk setiap laki-laki yang datang. Sialnya, seorang lelaki dewasa bermodal tampan, mengusik cita-cita Ergantha, memberikan harapan dan menarik ulur jiwa pubertas anak remaja yang sedang berapi-api. Ia diminta berperilaku layaknya s...
Kama Labda
546      341     2     
Romance
Kirana tak pernah menyangka bahwa ia bisa berada di jaman dimana Majapahit masih menguasai Nusantara. Semua berawal saat gadis gothic di bsekolahnya yang mengatakan bahwa ia akan bertemu dengan seseorang dari masa lalu. Dan entah bagaimana, semua ramalan yang dikatakannya menjadi kenyataan! Kirana dipertemukan dengan seseorang yang mengaku bahwa dirinya adalah raja. Akankah Kirana kemba...
Unexpected You
487      347     0     
Romance
Pindah ke Indonesia dari Korea, Abimanyu hanya bertekad untuk belajar, tanpa memedulikan apapun. tapi kehidupan tidak selalu berjalan seperti yang diinginkannya. kehidupan SMA terlalu membosankan jika hanya dihabiskan untuk belajar saja. sedangkan Renata, belajar rasanya hanya menjadi nomor dua setelah kegemarannya menulis. entah apa yang ia inginkan, menulis adalah pelariannya dari kondisi ke...
Tetesan Air langit di Gunung Palung
443      308     0     
Short Story
Semoga kelak yang tertimpa reruntuhan hujan rindu adalah dia, biarlah segores saja dia rasakan, beginilah aku sejujurnya yang merasakan ketika hujan membasahi
Words Unsaid
620      358     2     
Short Story
For four years, I haven’t once told you my feelings. There are words still unsaid that I have always wanted to tell you.
Ruang Suara
186      130     1     
Inspirational
Mereka yang merasa diciptakan sempurna, dengan semua kebahagiaan yang menyelimutinya, mengatakan bahwa ‘bahagia itu sederhana’. Se-sederhana apa bahagia itu? Kenapa kalau sederhana aku merasa sulit untuk memilikinya? Apa tak sedikitpun aku pantas menyandang gelar sederhana itu? Suara-suara itu terdengar berisik. Lambat laun memenuhi ruang pikirku seolah tak menyisakan sedikitpun ruang untukk...
Gue Mau Hidup Lagi
431      286     2     
Short Story
Bukan kisah pilu Diandra yang dua kali gagal bercinta. Bukan kisah manisnya setelah bangkit dari patah hati. Lirik kesamping, ada sosok bernama Rima yang sibuk mencari sesosok lain. Bisakah ia hidup lagi?
Last October
1879      747     2     
Romance
Kalau ada satu yang bisa mengobati rasa sakit hatiku, aku ingin kamu jadi satu-satunya. Aku akan menunggumu. Meski harus 1000 tahun sekali pun. -Akhira Meisa, 2010. :: Terbit setiap Senin ::
Chahaya dan Surya [BOOK 2 OF MUTIARA TRILOGY]
11487      2118     1     
Science Fiction
Mutiara, or more commonly known as Ara, found herself on a ship leading to a place called the Neo Renegades' headquarter. She and the prince of the New Kingdom of Indonesia, Prince Surya, have been kidnapped by the group called Neo Renegades. When she woke up, she found that Guntur, her childhood bestfriend, was in fact, one of the Neo Renegades.