✓BAGIAN 1
**
Di suatu kampung kecil yang ada di bagian Jawa Barat, hiduplah seorang ABG ngegemesin yang masih sangat muda. Kalau begitu berarti umur 16-17 tahunan, tepatnya kelas 2 SMA. Ia memang sekolah di SMAN Pangkuan. Untuk membiayai sekolahnya sang ayah mencari uang di sebuah kantor milik pemerintah. Ibunya pun akan turut pembantu dengan cara nyuci-nyuci baju atau buka laundri. Nama anak itu adalah Alnara Dwialnara, nama yang sangat cantik, bahkan Alnara sendiri heran mengapa nama itu diberikan kepadanya yang notabennya anak kurang mampu.
Jadi ceritanya nama itu diberikan oleh pamanya yang dari Jakarta. Jadi nama itu dibuat sama kayak anak-anak kota. Biar mungkin nantinya Alnara bisa seperti mereka. Jelas Alnara senang sekali, ia ingin sekali menjadi anak kota yang suka baju-baju bagus dan pintar.
Tepat saat ini bel di SMAN 1 Pakuan berbunyi, berarti pagi ini gerbang akan segera ditutup untuk siswa yang masih di luar silahkan bersabar. Berbeda dengan Alnara yang duduk manis di bangkunya sambil menopang dagu. Dari tadi ia memang menunggu momen itu, lama kalau masih ditunda-tunda. Ia duduk di kelas 2 dengan nama IPS 1. Dengan kata lain IPS 1 adalah kelas IPS paling pintar seantero sekolah.
"Na!!!" Terdengar suara teriakan nyalang dari suara yang Alnara kenal adalah suara Naum. Naum teman sebangkunya. Naum saat ini lagi lari menghampiri Alnara dengan ngos-ngosan, jelas alasannya karena dia telat datang. Jam segini baru sampai.
"Na, inget ini sekolah gak boleh teriak-teriak." Ujar Alnara yang keheranan.
"Nara aku-kan mau ngasih info!!" Jawab Naum sambil membela diri, ia lalu duduk disebelah Alnara dengan wajah yang masih sama. Ia kecapean banget tahu.
"What are you kidding me? Information is setting." Tegas Alnara lalu kembali menopang dagu acuh, jelas ia kepengen banget Naum ngerti bahkan semakin hari kayaknya hidupnya semakin gak bener, apakah Naum mengerti.
"Kidding, sit aku itu mau ngasih tahu ajah kalau a-da cara buat gue ketemu sama idola gue lho." Kata Naum semakin menjadi-jadi, jelas Alnara mendengarnya meskipun tidak semua ia dengar.
"Masih jaman ngidolain cowok kayak dia." Komentar Alnara sambil mendelikan alis, jelas ya ia cemburu karena Naum lebih sayang sama idolanya bahkan bela-bela mau ketemu dia meskipun lewat hal sesulit apapun itu. Dan nantinya ia akan gagal dan berujung menangis.
"Gakpapa kali dia jugakan keren." Balas Naum sambil mengangkat bahu acuh tak acuh. Lala Alnara tersenyum mencemooh, "Dan loe mau ketemu sama dia dengan cara?" Tanya Alnara sambil menatap Naum lurus-lurus.
"Dianyasih yang mau ke kota Bekasi jadi gue bisa ketemu dia di fan meetingnya." Jawab Naum lalu tersenyum malu-malu.
"Dia bukan artis kali masa iya pake fan meting segala." Kata Alnara sambil tertawa mencemooh.
"Tapikan selebgram Nara!!! Ih masa sih aku ngefans sama cowok biasa. Mau ya aku rebus?" Tiba-tiba Naum marah sampai-sampai mau direbus segala, makannya Alnara berhenri tertawa dan mengangguk paham. Ia bahkan janji gak akan ngomong yang enggak-enggak lagi tentang Rendi. Iya Rendi si selebgram dari Jakarta.
Maka Alnara dan Naum berhenti berbicara setelah mendengar langkah kaki dari guru yang menuju ke kelas IPS 1, tandanya stok kata mereka sudah ambyar. Digantikan dengan pikiran-pikiran tentang sosiologi yang gak bikin jenuh, gitu sih kalau kata anak IPS.
"Selamat pagi anak-anak!" Sapa guru sosiologi dihadapan kelas Alnara, sebagian siswa memang hadir dan sudah datang hanya dua orang yang gak masuk.
"Pagi-buk!" Jawab anak-anak yang dimaksud serentak.
Mata Alnara yang sedang menghitung jumlah murid tiba-tiba bertemu tatap dengan Saefull, dia seolah memberi kode kalau nanti ada PR mau minta contekan Alnara. Alnara yang sitegas memolotinya, karena sudah berkali-kali Saeful bertingkah seperti itu, risih sekali jadi anak pintar kayak Alnara yang harus rela-rela aja ditiron.
Saeful menunduk malu, terdengar suara guru sosiologi memanggil nama Saeful dan Alnara, ia mungkin menyadarinya. Saeful dan Alnara langsung menatap guru sosiologi itu, "Sudah dibuka bukunya?" Tanya guru itu dengan tegas.
"Sudah." Jawab Alnara dan Saeful.
"Baik. Nah, Alnara kamukan ketua kelas ini, kamu pastinya tahu dong siapa yang gak hadir di hari ini, tolong sebutkan namanya!" Kata guru sosiologi yang membuat Alnara langsung berdiri tegak, sebagai seorang pemimpin ia memang harus menunjukan sikap kepemimpinannya. Meskipun kadang memang nyeleneh.
"Anda dan Bara, buk." Ujar Alnara dengan satu tarikan nafas, nafasnya ia tenangkan dulu lalu mengucapkannya dengan pelan tapi bervolume yang sopan.
"Baik, silahkan duduk." Ucap guru sosiologi yang langsung dituruti Alnara. Setelah duduk, seperti kebanyakan siswa lain Alnara melangsungkan pembelajaran dengan kidmat yang jelas materi sosiologi hari ini dicernanya dengan mudah.
Sekilas tentang Alnara sang juara kelas dari kelas IPS. Banyak sekali pendapat guru-guru tentang Alnara, menurut mereka prestasi Alnara itu 100 ditambah dengan prestasinya yang gak pernah turun dari 1-3 tahun demi tahun. Meskipun pendapat siswa-siswa tentang Alnara itu cewek cupu karena ia terlalu pintar dan pendiam juga hanya kenal sebagian orang saja. Dikelas mungkin hanya Naum dan Saeful yang cukup baik mengenalnya. Padahal dia bukan cewek biasa namun tidak semestinya berpikiran terlalu nerdgirl.
**
Sepulang sekolah Naum menarik tangan Alnara dari sekumpulan siswa OSIS, menariknya ketaman belakang sekolah. Alnara dari tadi komentar tapi ia gak bisa ngapa-ngapain kalau Naum sudah menyita waktunya. Naum berbalik menatap Alnara sambil tersenyum kecil, senyum bersalah andalannya yang kadang bikin Alnara kesal.
"Ngapain sih?" Komentar Alnara, lalu ia menatap balik Naum dengan tajam. Sedangkan yang ditatap hanya cengengesan saja.
"Gini Al- loe batalin aja acara OSIS loe ya!!" Kata Naum sambil menyatukan kedua telapak tangannya dengan rapat. Jelas Alnara tidak tahu maksud Naum mengatakannya.
"Lho kenapa memang?" Tanya Alnara sambil menyergit.
"Nggak cumaaaa." Balas Naum tidak jelas.
Alnara menyergitkan kening lagi, "Aku gak punya waktu buat kamu ya, jadi jangan gak jelas deh." Kekeuh Alnara membuat Naum mengerucutkan bibir.
"Kamu memangnya lupa ya?" Tanya Naum malah bulak-balik gak jelas. Lalu Alnara sekiranya mengingat-ngingat sekiranya ada yang perlu diingat, lalu ingatannya jatuh pada kenyataan Naum yang ngefans Rendi.
"Oh, jadi kamu mau nyita waktu aku buat Rendi lagi." Kata Alnara sambil mendapuk jidatnya kesal sekali. Masa iya Rendi lagi. Coba diingat-ingat oleh Alnara kelakuan Naum berapa kali ia lakukan, 1. Cuma buat kepengen ketemu Rendi, Naum menarik Alnara dari rapat OSIS yang ujungnya kabarnya itu cuma hoax, 2. Demi kepengen liat live Rendi sampai-sampai Naum memaksa Alnara untuk buka kode WiFi sekolah yang alhasil bikin Alnara gak datang rapat OSIS lagi.
"Ihh, bantuin lah." Kata Naum.
Terpaksa Alnara menurut ia yakin di pengrapatan Osis ia akan diam saja. Orang-orang yang lebih kaya darinya pasti mengralat semua ucapannya. Tapi karena dia adalah siswi pintar juga ketua kelas makannya dengan terpaksa ia menjadi OSIS, mau gak mau jadi panitianya.
Naum begitu senang pas tahu Alnara menurut, ia lalu menarik tangan Alnara keluar area sekolah. Terus mengajaknya naik angkot lalu berhenti di sebuah toko baju. Alnara menatapnya takjuk, buat apa datang kesini.
"Mau ngapain sih? Gue pulang ajadah." Kata Alnara, lalu berbalik namun Naum membalikannya lagi, jadi menghadapnya. Wajah Alnara teramat sangat datar.
"Eh entar dulu dong, loe belum juga tahu maksudnya apa," ucap Naum lalu terkikik geli. Kebiasaannya itu lho.
"Why?" Alnara menyergitkan dahi.
"Jadi gue mau beli-beli baju gitu buat pergi ke Bekasi, loe harus temenin gue dong," jelas Naum yang bikin Alnara salfok.
"Wah masa, lebay banget tahu." Komentar Alnara sambil memasang ekspresi terkejut.
"Jangan katain itu dihadapan gue langsung kek." Terlihat Naum marah, lalu Alnara tanpa berpikir panjang menarik tangan Naum masuk ke dalam toko. Karena semakin mereka berbincang waktu mereka semakin sedikit.
Di dalam toko.
"Memang baju apa yang mau kamu cari?" Tanya Alnara, memerhatikan Naum yang pilih-pilih baju. Bajunya itu banyak banget saling berjejeran.
"Kalau atasannya lebih ke crop. Kalau bawahannya rok pendek aja." Jawab Naum lalu menatap Alnara bingung.
"Na, gak sekalian pilih-pilih. Kamu memang gak akan ikut?" Tanya Naum yang membuat Alnara memelototkan mata. Jadi untuk ke Bekasi pun Alnara harus ikut, Alnara sungguh diambang kurang waras saat ini. Ditambah dimanakah ongkosnya.
"Ng- ngak deh." Jawab Alnara.
"Na." Naum merajuk, Alnara sebenarnya pengen banget hang out bareng Naum yang punya banyak uang jadi ia oke-oke aja. Kalau Alnara jelas ia tidak mampu, ia mungkin butuh waktu. Itupun kalau cukup.
"Naum kalau aku sih, gak ada ongkos," ucap Alnara dengan jujur.
"Udah aku yang ongkosin, sama baju juga aku yang beli." Kata Naum membuat Alnara berbinar, meski dalam hati Alnara merasa malu, atau lebih tepatnya iri dengan Naum yang segala punya itu. Di kampung memang gadis seperti Naumlah yang paling kaya dan sempurna. Ia juga cantik.
"Baik." Kata Alnara sambil menunduk, tapi ia mengangkatnya kembali.
"Dan kamu mau pake apa ke Bekasi?" Tanya Naum kepo.
"Atasannya aja beli kalau bawahannya aku punya rok yang masih baru di rumah." Jawab Alnara sengaja berbobong, mana mungkin Alnara punya rok baru di rumah. Rok pendek seperti itu mungkin rok belel bekas SMPnya.
"Bagus." Tanpa pikir panjang Naum dan Alnara segera memilih baju yang hendak mereka beli. Alnara begitupun Naum memang seolah tidak ada penghalang dari persahabatan mereka, seolah mereka memang sama dari kaum mampu.
Padahal jelas mereka beda.
Setelah puas berbelanja Naum dan Alnara keluar toko baju, diluar sedang hujan deras jadi ceritanya keduanya terjebak hujan. Naum dan Alnara kebingungan mau basah-basahan atau berteduh dulu. Dan akhirnya Alnara memilih untuk berteduh, berhubung waktu masih agak siang.
Keduanya duduk disalah satu kursi.
"Na, makasih ya." Kata Naum terharu.
"Sama-sama." Balas Alnara.
Bersambung..