Loading...
Logo TinLit
Read Story - Are We Friends?
MENU
About Us  

BEL berdenting tanda istirahat telah usai. Semua siswa kembali ke kelasnya masing-masing. Dinda dan Ryo sudah duduk bersebelahan di kursinya masing-masing.

"Din, kamu ngerti enggak soal matematika yang ini?" Ryo menunjukkan salah satu soal di buku LKS-nya. Soal itu tampak mudah untuk dikerjakan oleh Ryo.

"Loh, ini, kan, mudah banget, Yo. Tumben kamu gak ngerti yang kayak gini?"

"Engak konsen, nih."

"Ih, seorang Ryo bisa enggak konsen belajar juga?"

"Maksud lo? Aku juga manusia kali, Din. Bisa jenuh juga."

"Oh, ya?" balas Dinda.

"Eya, dong. Kamu itu gimana, sih. Kayak gak pernah jenuh aja," ucap Ryo sambil menjitak lembut jidat Dinda.

"Heh, kalian ini. Jangan pacaran mulu, dong." Yani yang duduk di meja depan mereka berbalik sambil menepuk halus LKS di hadapan Ryo.

Ryo dan Dinda mematung sesaat. Entah kenapa, sekarang kata 'pacaran' mengandung makna berbeda untuk mereka.

Ryo terlebih dahulu menyadari keheningan yang tercipta di antara mereka. "Elah, Yan, asal amat, sih, lo ngucap."

"Ya, makanya, jam pelajaran, tuh, jangan malah ngobrol. Ntar lagi Bu Siska masuk. Susah, loh, bikin beliau reda marahnya, tuh." Cici yang duduk di samping Yani ikut menceramahi mereka.

"Ih, serius, loh. Aku, tuh, sama Ryo ga ada apa-apa. Cuma temenan aja. Kita udah bareng dari umur lima tahun, gimana enggak deket?"

"Iyelah, dari temen jadi demen." Yani menambahi sambil tertawa.

"Eh, eh, udah, Bu Siska udah masuk, tuh," ucap Ryo membuat Cici dan Yani yang tertawa langsung menatap ke arah jendela. Terlihat di sana Bu Siska dengan wajahnya yang sangat serius bergerak mendekat ke arah pintu masuk kelas.

"Iya, bahaya. Entar kalau beliau marah, kota Hiroshima meledak lagi," bisik Yani berbalik arah membenarkan posisi duduknya.

"Hush, guru, tuh." Dinda melirik ke Bu Siska sambil tersenyum. Sebentar diliriknya Ryo yang juga sedang meliriknya.

Entah apa yang mereka berdua sedang pikirkan. Yang jelas, apapun itu, ada yang berbeda dari pandangan keduanya.

* * *

Dinda masuk ke kamarnya dengan pikiran yang sedikit kacau. Seragamnya sudah berantakan ke sana ke mari. Ia melempar tas selempangnya ke tempat tidur, begitu pun tubuhnya. Matanya melirik ke arah jendela kamar yang masih terbuka.

Bukan jendela itu sebenarnya yang ditujunya, tapi pemilik kamar yang ada di seberang jendela itu. Ryo. Tadi setelah pulang sekolah mereka sempat mampir ke tukang bakso langganan mereka. Ini pertama kalinya dalam dua belas tahun pertemanan mereka, suasana makan lebih banyak heningnya dari pada bertengkarnya.

Dinda menggaruk kepalanya frustrasi. "Ini bukan pertama kalinya kami digosipin begini. Kenapa, sih, mesti kepikiran gini?"

Dinda bangkit dari posisi tidurnya. Tas yang tadi dilemparkannya begitu saja, dia ambil kembali.

"Mending ngecek pe-er, deh," gumamnya sambil membuka dan mengecek buku-buku di dalam tasnya.

Tidak sengaja tangannya menyentuh selebaran promosi ekstrakulikuler musik yang diberikan oleh Levi tadi siang. Ia termenung.

Rasanya aneh. Mungkin gak, ya, Kak Levi cuma asal tebak?

* * *

Sementara itu, di lapangan basket sekolah. Ryo sedang mendrible bola di tangannya. Bola itu ia pantul-pantulkan begitu saja tidak kunjung ia lemparkan ke ring di depan sana.

Ryo kepikiran dengan kejadian siang tadi. Kata-kata Levi dan teman-temannya benar-benar mengganggunya. Pacaran? Aku sama Dinda?

Sebenarnya, kata kalimat 'kenapa tidak pacaran dengan Dinda' bukan pertama kali dia dengar. Dia yakin, Dinda pun sama. Pertemanan mereka dan keakraban mereka yang semakin menjadi dari hari ke hari memang mencurigakan untuk semua pihak. Apalagi ditambah dengan kenyataan bahwa mereka tidak berpacaran dengan siapa pun.

Tepukan pelan mengembalikannya di dunia nyata. "Eh, Yo. Kenapa lo? Jangan ngelamun, dong."

"Eh, Kak, enggak. Ngelamunin apa sambil natap boleh gini?"

"Cewek? Apalagi?" balas cowok itu pada Ryo, membuat wajah Ryo memanas. Untung saja keadaan saat ini sudah mulai gelap, jadi perubahan warna wajahnya itu tidak begitu kentara.

Ryo melempar bola basket di tangannya ke ring. Satu kali tembakan dan ... meleset.

"Lemparan apaan itu, Kunyuk?!" ledek cowok itu ke Ryo.

"Lemparan dari orang galau," balas Ryo sambil menggaruk kepalanya yang tak gatal. Ryo berjalan ke pinggir lapangan, tempat dia menaruh tasnya. Dia kemudian mengambil botol minum dan menenggak air di dalamnya. Temannya tadi menggantikannya bermain bola basket di tengah lapangan.

"Eh, Chard, lo kenal Levi enggak?" teriak Ryo pada Richard, kakak kelasnya di klub.

Richard yang baru saja megambil bola yang dilemparnya menatap ke Ryo dengan bingung. "Levi?"

"Iya. Kenal enggak?"

"Pahlevi Angkasa maksud lo?" balasnya lagi sambil bergerak mendekati Ryo setelah melempar kembali bola basket di tangannya ke ring. Bola itu masuk dengan mulus di belakangnya.

Itu nama aslinya? Pahlevi Angkasa? "Mungkin. Gue enggak tahu nama aslinya."

"Anak basket juga?" tanya Richard lagi sambil duduk di samping Ryo dan menenggak air dari botol minum di sampingnya, entah punya siapa.

"Ih, jorok lu," komentar Ryo melihat kelakukan seniornya itu.

"Yang penting bisa diminum, men."

"Kalau air kencing gimana?"

"Vitamin C tambahan, mana tahu yang pipis di sini kebanyakan makan buah," jawabnya lagi sambil menenggak kembali air dari botol yang sama.

Ryo merinding mendengar jawaban temannya itu.

"Jadi, si Levi ini anak basket juga?" tanya Richard lagi mengulang pertanyaannya.

"Iya, harusnya. Dia tadi nyebarin brosur klub basket. Lo kenal?" Ryo berusaha sekuat tenaga menghilangkan jijiknya.

"Kenal, lah. Cuma satu Levi yang ikut basket di sekolah ini. Si Pahlevi Angkasa itu. Dia ketua tim basket kita."

"Ketua?" Ryo menatap ke Richard tidak percaya.

Richard membalasnya dengan mengangguk. Seakan mengerti isi pikiran Ryo, Richard kembali melanjutkan. "Dia orang sibuk, men. Mungkin baru akan bisa perkenalan tim minggu depan. Jam segini dia ngurusin klub basket luar."

"Oh."

"Kenapa emang lo nanyain dia?"

"Enggak, gue penasaran aja. Dia tahu sesuatu yang cuma gue yang tahu."

Richard sukses melongo mendengar pernyataan Ryo barusan. "Lo udah kayak tokoh utama cowok di drama korea aja, lo. Sok misterius."

"Anggap aja gue emang tokoh misterius dari Korea. Kayak Brad Pitt gitu," balas Ryo sekenanya, tidak tahu dengan benar siapa Brad Pitt itu.

"Eh, Kunyuk, Brad Pitt itu aktor laga di holywood. Pegimane ceritanya dia jadi aktor Korea, elah."

Ryo terdiam sejenak begitu mengetahui kesalahannya. Lalu, mereka berdua tertawa terbahak-bahak membahas betapa bodohnya kesalahan Ryo itu.

"Eh, Yo?" tanya Richard di tengah tawanya.

"Apa?"

"Kenalin, lah, sama temen elo itu."

"Siapa? Kana? Yani?"

"Bukan, yang sering bareng lo ke mana-mana itu."

Ryo tersentak. Tubuhnya menegang. Teman yang dimaksud Richard adalah Dinda. Entah kenapa, mengenalkan Dinda ke Richard terasa seperti ide buruk di pikiran Ryo saat ini.

"Eh, pacar lo?"

Ryo diam lagi. Pacar lagi.

"Bukan." Richard menyimpulkan sendiri. "Tapi, dari pandangan lo yang tiba-tiba kosong, lo suka sama dia, ya?"

"Enggak. Ya kali," jawab Ryo cepat, menghindari kemungkinan kesimpulan lain yang muncul dari mulut kakak kelasnya itu.

"Kalau enggak suka, kok, lo sobatan segitu lama sama dia?"

"Sumpah, Kak. Aku enggak suka sama dia." Khawatir ada orang yang malah salah paham sama jawaban-jawaban yang dia berikan.

"Heh, kalau enggak suka, kok, sobatan lu?" Tampaknya Richard mulai senang sendiri menggoda Ryo.

"Ah, sialan lo, Kak!"

"Lo ngisengin gue, yak?" balas Ryo begitu melihat ekspresi Richard yang menahan tawa di sampingnya.

"Ya lagian lo panik banget. Kalau enggak ada apa-apa ya, santuy aja mamen."

Ryo melempar botol kosong di sampingnya ke arah Richard. "Sialan!"

"Yo, yo, namanya suka, ya suka aja. Mau suka sebagai teman, pacar, adik, idola, semuanya itu suka, Yo. Bentuknya aja yang beda. Kalau suka jangan ngelak," sindir Richard sebelum akhirnya dia bangkit dari duduknya. "Udah, ah. Lapangan dulu, ya. Udah lama enggak main, nih. Main enggak?"

"Ntar deh. Lo lanjut aja!"

* * *

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Kungfu boy
3155      1199     2     
Action
Kepalanya sudah pusing penglihatannya sudah kabur, keringat sudah bercampur dengan merahnya darah. Dirinya tetap bertahan, dia harus menyelamatkan Kamalia, seniornya di tempat kungfu sekaligus teman sekelasnya di sekolah. "Lemah !" Musuh sudah mulai menyoraki Lee sembari melipat tangannya di dada dengan sombong. Lee sudah sampai di sini, apabila dirinya tidak bisa bertahan maka, dirinya a...
graha makna
5853      1833     0     
Romance
apa yang kau cari tidak ada di sini,kau tidak akan menemukan apapun jika mencari ekspektasimu.ini imajinasiku,kau bisa menebak beberapa hal yang ternyata ada dalam diriku saat mulai berimajinasi katakan pada adelia,kalau kau tidak berniat menghancurkanku dan yakinkan anjana kalau kau bisa jadi perisaiku
Kenapa Harus Menikah?
92      86     1     
Romance
Naisha Zareen Ishraq, seorang pebisnis sukses di bidang fashion muslimah, selalu hidup dengan prinsip bahwa kebahagiaan tidak harus selalu berakhir di pernikahan. Di usianya yang menginjak 30 tahun, ia terus dikejar pertanyaan yang sama dari keluarga, sahabat, dan lingkungan: Kenapa belum menikah? Tekanan semakin besar saat adiknya menikah lebih dulu, dan ibunya mulai memperkenalkannya pada pria...
Listen To My HeartBeat
586      357     1     
True Story
Perlahan kaki ku melangkah dilorong-lorong rumah sakit yang sunyi, hingga aku menuju ruangan ICU yang asing. Satu persatu ku lihat pasien dengan banyaknya alat yang terpasang. Semua tertidur pulas, hanya ada suara tik..tik..tik yang berasal dari mesin ventilator. Mata ku tertuju pada pasien bayi berkisar 7-10 bulan, ia tak berdaya yang dipandangi oleh sang ayah. Yap.. pasien-pasien yang baru saja...
Salju yang Memeluk Awan [PUBLISHING IN PROCESS]
14442      2526     4     
Romance
Cinta pertamaku bertepuk sebelah tangan. Di saat aku hampir menyerah, laki-laki itu datang ke dalam kehidupanku. Laki-laki itu memberikan warna di hari-hariku yang monokromatik. Warna merah, kuning, hijau, dan bahkan hitam. Ya, hitam. Karena ternyata laki-laki itu menyimpan rahasia yang kelam. Sebegitu kelamnya hingga merubah nasib banyak orang.
TENTANG WAKTU
2107      899     6     
Romance
Elrama adalah bintang paling terang di jagat raya, yang selalu memancarkan sinarnya yang gemilang tanpa perlu susah payah berusaha. Elrama tidak pernah tahu betapa sulitnya bagi Rima untuk mengeluarkan cahayanya sendiri, untuk menjadi bintang yang sepadan dengan Elrama hingga bisa berpendar bersama-sama.
Melihat Tanpamu
165      129     1     
Fantasy
Ashley Gizella lahir tanpa penglihatan dan tumbuh dalam dunia yang tak pernah memberinya cahaya, bahkan dalam bentuk cinta. Setelah ibunya meninggal saat ia masih kecil, hidupnya perlahan runtuh. Ayahnya dulu sosok yang hangat tapi kini berubah menjadi pria keras yang memperlakukannya seperti beban, bahkan budak. Di sekolah, ia duduk sendiri. Anak-anak lain takut padanya. Katanya, kebutaannya...
Kani's World
1849      805     0     
Inspirational
Perjalanan cinta dan impian seorang perempuan dari desa yang bernama Kani. Seperti halnya kebanyakan orang alami, jatuh bangun dihadapinya. Saat kisah asmaranya harus teredam, Kani dituntut melanjutkan mimpi yang sempat diabaikannya. Akankah takdir baik menghampirinya? Entah cita-cita atau cinta.
Katamu
3060      1163     40     
Romance
Cerita bermula dari seorang cewek Jakarta bernama Fulangi Janya yang begitu ceroboh sehingga sering kali melukai dirinya sendiri tanpa sengaja, sering menumpahkan minuman, sering terjatuh, sering terluka karena kecerobohannya sendiri. Saat itu, tahun 2016 Fulangi Janya secara tidak sengaja menubruk seorang cowok jangkung ketika berada di sebuah restoran di Jakarta sebelum dirinya mengambil beasis...
Pilihan Terbaik
4929      1490     9     
Romance
Kisah percintaan insan manusia yang terlihat saling mengasihi dan mencintai, saling membutuhkan satu sama lain, dan tak terpisahkan. Tapi tak ada yang pernah menyangka, bahwa di balik itu semua, ada hal yang yang tak terlihat dan tersembunyi selama ini.