"Nggak usah ikut, Kak. Aku bisa sendiri," tolak Dira lembut saat Marvin meminta untuk ikut bersamanya melakukan terapi trauma.
"Kenapa sih lo? Gue cuman mau ikut aja dilarang."
Wajah Marvin sudah berubah kesal karena Dira terus-terusan menahannya padahal pria itu sudah siap mengikuti Dira pergi.
"Terapinya lama, Kak. Nanti kakak bosen."
"Karena terapinya lama, jadinya gue mau ikut nemenin. Gue bosen kalau di sini sendirian."
Ruang rawat Dira memang amat sepi tanpa siapapun lagi, hanya ada mereka berdua dan jika Dira meninggalkannya, Marvin tidak akan terima apalagi tujuannya datang ke rumah sakit itu untuk menemui Dira.
Mata kecokelatan milik Dira menatap sekeliling kamar rawat yang sebentar lagi akan dia tinggalkan. Ada perasaan yang mengganjal di benaknya. Namun, dia tetap mau untuk hidup seperti semula.
"Ya udah deh, kakak boleh ikut," ucap Dira mengalah. Perempuan itu berjalan terlebih dahulu. Meninggalkan Marvin yang kesenangan karena diperbolehkan untuk ikut.
"Yes! Akhirnya gue bisa ikut," monolog Marvin yang membuatnya tidak langsung mengikuti Dira.
Di sisi lain, Dira yang merasa tidak ada Marvin di belakangnya, langsung menoleh dan mendapati pria yang di carinya tengah terdiam dengan kedua tangan yang mengepal. "Ngapain di sana, Kak? Ayuk, buruan!"
Sebagai jawaban, Marvin langsung mengejar Dira yang sudah cukup jauh darinya. Keduanya kemudian bersama-sama melangkah menuju ruang terapi yang berada di lantai dasar.
Sebelum masuk ke dalam ruang terapi, Dira menunjukkan gelang pengenalnya guna melakukan administrasi. Prosesnya cukup cepat, kurang dari 10 menit mereka bisa masuk ke dalam ruang terapi tersebut.
Saat masuk, Dira langsung melihat dokter yang biasa melakukan terapi padanya dan langsung menyapa dokter perempuan tersebut. "Siang, Dok."
Dokter Sasa yang sebelumnya sibuk menulis langsung mengalihkan pandangannya dan matanya bertemu dengan mata Dira yang terlihat antusias menemuinya. "Sore juga, Dir."
"Bagaimana kabar kamu? Hari ini, hari terakhir kamu terapi ya."
"Iya, Dok!" jawab Dira dengan semangat yang membuat Dokter Sasa tersenyum kecil.
Dari balik tubuh Dira, Marvin menggeser tubuhnya yang membuat Dokter Sasa menatap bingung ke arahnya. Belum sempat dokter muda tersebut bertanya, Dira langsung menjelaskan siapa Marvin sebenarnya.
"Dia Marvin, Dok. Kakak tingkat saya di sekolah, dia hari ini nemenin saya soalnya ibu saya lagi ada urusan," jelas Dira dengan gugup.
Di hadapannya, Dokter Sasa malah tersenyum menggoda yang membuat Dira salah tingkah. "Oh cuman kakak tingkat toh."
"Maunya sih lebih, Dok. Cuman ya gitulah, Dokter pasti paham," ucap Marvin tiba-tiba yang membuatnya mendapat pukulan pelan dari Dira.
"Apaan sih, Kak."
Setelah selesai saling menggoda, Dira akhirnya melakukan terapi trauma terakhirnya. Berbeda dari terapi sebelumnya, kali ini Dira lebih santai menjalaninya bahkan perempuan itu sering kali tersenyum yang membuat Dokter Sasa merasa bersyukur.
"Selamat ya karena kamu sudah bisa melewati semuanya. Ya walaupun belum sembuh secara penuh, tapi saya yakin kamu bisa menjalani kehidupan seperti sebelumnya."
Nasihat yang diberikan Dokter Sasa membuat Dira meneteskan air matanya, dia benar-benar bersyukur karena mendapatkan Dokter yang bisa memahaminya dan membuatnya sembuh.
"Makasih ya, Dok," ucap Dira sembari membawa Dokter Sasa ke dalam pelukannya, mereka terlihat seperti saudara apalagi Dira tidak memiliki Kakak sehingga hubungan mereka menjadi sangat manis.
"Iya, sama-sama. Kalau kamu butuh saya, kamu bisa hubungin saya ya, Dir. Saya siap membantu kamu."
Dira mengangguk pelan di dalam pelukannya dengan Dokter Sasa. "Iya, Dok."
Sembari keluar dari ruangan, Dokter Sasa dan Dira masih asyik berbincang. Keduanya juga saling merangkul layaknya saudara yang amat dekat. Melihat hal itu, Marvin yang sebelumnya tengah menunggu di depan ruangan langsung berdiri dan mendekat ke arah dua perempuan tersebut.
"Jadi gimana? Sudah aman, kan?" tanya Marvin tiba-tiba yang mengalihkan perhatian kedua perempuan di hadapannya.
"Aman kok, asal kamu tetap jaga Dira ya. Saya percaya kamu bisa jagain dia."
"Kalau itu, pasti kok, Dok," balas Marvin sembari mengangkat salah satu alisnya. Hal itu membuat Dira menggeleng pelan atas kelakuan kakak tingkatnya tersebut.
Saat perjalanan kembali ke kamar, Marvin dan Dira saling terdiam dengan pikiran mereka masing-masing. Beberapa kali Marvin melirik ke arah Dira yang sebenarnya tengah sedikit malu akan sikap kakak tingkatnya itu sebelumnya.
Tanpa sadar, keduanya tiba-tiba saling memanggil satu sama lain.
"Kak.
"Dir."
Setelahnya, mereka kembali terdiam dan Dira membuka suaranya terlebih dahulu. "Kakak duluan aja deh," ucap perempuan itu dengan sedikit malu.
"Nggak pa-pa, lo aja dulu."
Karena terlalu sibuk mengalah, keduanya tanpa sadar sudah sampai di depan ruang rawat Dira. Setelah saling bertatapan cukup lama, Marvin membuka pintu kamar rawat Dira secara perlahan. "Kita ngomongin di dalam aja ya."
Dira mengangguk pelan, menyetujui apa yang Marvin sampaikan. Namun, saat perempuan itu masuk ke dalam ruang rawatnya, tubuhnya menegang melihat sosok pria yang berdiri tak jauh darinya. Pria itu duduk di sisi sang ibu yang tersenyum kaku ke arahnya." Ayo, sini, Nak," panggil Fani yang nyatanya tak dapat terdengar oleh Dira. Perempuan itu benar-benar terkejut dengan kedatangan Bagas.
Perlahan, Marvin juga ikut masuk ke dalam ruang rawat Dira dan sedikit menggeser tubuh perempuan itu yang menghalanginya. Sama seperti Dira, Marvin juga amat terkejut dengan kedatangan Bagas. Namun, pria itu langsung mendatangi Bagas tanpa membuang waktu untuk terkejut akan kedatangan musuhnya tersebut.
"Ngapain lo ke sini!" tanya Marvin dengan tegas.
Bagas berdiri menyamakan tingginya dengan Marvin yang sebenarnya jauh lebih tinggi darinya. Sebelum menjawab, pria itu tersenyum kecil ke arah Marvin dan Dira yang masih berdiri kaku di depan pintu kamar rawatnya." Gue ke sini mau minta maaf secara langsung sama Dira."
"Nggak, gue nggak bakal izinin lo buat deket sama Dira lagi. Apapun alasannya."
"Kok lo yang ngatur sih? Nyokap ya aja bolehin gue," jawab Bagas yang membuat Marvin menoleh menatap Fani. Perempuan paruh baya itu segan untuk menolak keinginan Bagas walau tau putrinya baru sembuh dari traumanya.
"Oke, lo boleh ngomong sama Dira. Tapi, gue juga harus ikut."
Sebenarnya, Bagas ingin menolak keinginan Marvin. Namun melihat Dira yang masih terkejut saat melihatnya, pria itu enggan menolak dan setuju dengan ucapan Marvin. "Ya udah, gue setuju."
Marvin membalik tubuhnya dan membawa Dira bersamanya. Ketiga orang itu duduk bersama dengan Marvin yang ada di tengah-tengah Bagas dan Dira.
Karena tidak mau ikut campur, Fani memutuskan untuk duduk di dekat kasur Dira dan memperhatikan ketiga orang tersebut dari kejauhan.
Seakan tembok besar, tubuh besar Marvin sukses menutupi tubuh kecil Dira. Saat itu, Bagas mulai menyampaikan apa yang ingin dia utarakan pada Dira. "Hmm, gue ke sini cuman mau minta maaf sama lo, Dir. Gue tau, gue salah. Tapi, gue ngelakuin itu karena gue suka sama lo."
Marvin menoleh dan menatap tajam ke arah Bagas, bisa-bisanya pria itu masih mengatakan dia menyukai Dira padahal sudah membuat perempuan tersebut mengalami trauma.
"Gue tau, lo nggak bakal maafin gue. Tapi, setidaknya gue mau lo tau apa yang sebenarnya terjadi. Lagian, ini kali terakhir lo buat liat gue. Besok, gue bakal ke luar negeri. Jadi, lo nggak perlu takut buat ketemu gue lagi."
Ucapan Bagas mendadak membuat suasana kamar rawat Dira berubah, hati sang pemilik kamar juga sedikit bergetar mendengar ungkapan Bagas yang sebenarnya. Dia tau, Bagas salah. Namun, sikap tanggung jawab pria itu membuat Dira sedikit bangga.
"Hmm, aku udah maafin kakak kok," cicit Dira pelan yang membuat bola mata Bagas membulat. Pria itu bahkan bergerak maju agar bisa menatap Dira secara dekat. Sayangnya, perempuan itu malah memundurkan tubuhnya. "Tapi, maaf, Kak. Aku masih belum berani buat ngeliat kakak."
Bagas menghela napas pelan setelah mendengar ucapan Dira, pantas saja perempuan itu takut melihatnya setelah apa yang Bagas lakukan padanya. "Maaf, gue bener-bener minta maaf."
***
seru ni, menatikan playboy kena karma. wkakakka
Comment on chapter Chapter 1ada yang tulisannya Dio dan Deo,
mau berteman dan saling support denganku?