Loading...
Logo TinLit
Read Story - Si 'Pemain' Basket
MENU
About Us  

"Nggak usah ikut, Kak. Aku bisa sendiri," tolak Dira lembut saat Marvin meminta untuk ikut bersamanya melakukan terapi trauma.

"Kenapa sih lo? Gue cuman mau ikut aja dilarang."

Wajah Marvin sudah berubah kesal karena Dira terus-terusan menahannya padahal pria itu sudah siap mengikuti Dira pergi.

"Terapinya lama, Kak. Nanti kakak bosen."

"Karena terapinya lama, jadinya gue mau ikut nemenin. Gue bosen kalau di sini sendirian."

Ruang rawat Dira memang amat sepi tanpa siapapun lagi, hanya ada mereka berdua dan jika Dira meninggalkannya, Marvin tidak akan terima apalagi tujuannya datang ke rumah sakit itu untuk menemui Dira.

Mata kecokelatan milik Dira menatap sekeliling kamar rawat yang sebentar lagi akan dia tinggalkan. Ada perasaan yang mengganjal di benaknya. Namun, dia tetap mau untuk hidup seperti semula.

"Ya udah deh, kakak boleh ikut," ucap Dira mengalah. Perempuan itu berjalan terlebih dahulu. Meninggalkan Marvin yang kesenangan karena diperbolehkan untuk ikut.

"Yes! Akhirnya gue bisa ikut," monolog Marvin yang membuatnya tidak langsung mengikuti Dira.

Di sisi lain, Dira yang merasa tidak ada Marvin di belakangnya, langsung menoleh dan mendapati pria yang di carinya tengah terdiam dengan kedua tangan yang mengepal. "Ngapain di sana, Kak? Ayuk, buruan!"

Sebagai jawaban, Marvin langsung mengejar Dira yang sudah cukup jauh darinya. Keduanya kemudian bersama-sama melangkah menuju ruang terapi yang berada di lantai dasar.

Sebelum masuk ke dalam ruang terapi, Dira menunjukkan gelang pengenalnya guna melakukan administrasi. Prosesnya cukup cepat, kurang dari 10 menit mereka bisa masuk ke dalam ruang terapi tersebut.

Saat masuk, Dira langsung melihat dokter yang biasa melakukan terapi padanya dan langsung menyapa dokter perempuan tersebut. "Siang, Dok."

Dokter Sasa yang sebelumnya sibuk menulis langsung mengalihkan pandangannya dan matanya bertemu dengan mata Dira yang terlihat antusias menemuinya. "Sore juga, Dir."

"Bagaimana kabar kamu? Hari ini, hari terakhir kamu terapi ya."

"Iya, Dok!" jawab Dira dengan semangat yang membuat Dokter Sasa tersenyum kecil.

Dari balik tubuh Dira, Marvin menggeser tubuhnya yang membuat Dokter Sasa menatap bingung ke arahnya. Belum sempat dokter muda tersebut bertanya, Dira langsung menjelaskan siapa Marvin sebenarnya.

"Dia Marvin, Dok. Kakak tingkat saya di sekolah, dia hari ini nemenin saya soalnya ibu saya lagi ada urusan," jelas Dira dengan gugup.

Di hadapannya, Dokter Sasa malah tersenyum menggoda yang membuat Dira salah tingkah. "Oh cuman kakak tingkat toh."

"Maunya sih lebih, Dok. Cuman ya gitulah, Dokter pasti paham," ucap Marvin tiba-tiba yang membuatnya mendapat pukulan pelan dari Dira.

"Apaan sih, Kak."

Setelah selesai saling menggoda, Dira akhirnya melakukan terapi trauma terakhirnya. Berbeda dari terapi sebelumnya, kali ini Dira lebih santai menjalaninya bahkan perempuan itu sering kali tersenyum yang membuat Dokter Sasa merasa bersyukur.

"Selamat ya karena kamu sudah bisa melewati semuanya. Ya walaupun belum sembuh secara penuh, tapi saya yakin kamu bisa menjalani kehidupan seperti sebelumnya."

Nasihat yang diberikan Dokter Sasa membuat Dira meneteskan air matanya, dia benar-benar bersyukur karena mendapatkan Dokter yang bisa memahaminya dan membuatnya sembuh.

"Makasih ya, Dok," ucap Dira sembari membawa Dokter Sasa ke dalam pelukannya, mereka terlihat seperti saudara apalagi Dira tidak memiliki Kakak sehingga hubungan mereka menjadi sangat manis.

"Iya, sama-sama. Kalau kamu butuh saya, kamu bisa hubungin saya ya, Dir. Saya siap membantu kamu."

Dira mengangguk pelan di dalam pelukannya dengan Dokter Sasa. "Iya, Dok."

Sembari keluar dari ruangan, Dokter Sasa dan Dira masih asyik berbincang. Keduanya juga saling merangkul layaknya saudara yang amat dekat. Melihat hal itu, Marvin yang sebelumnya tengah menunggu di depan ruangan langsung berdiri dan mendekat ke arah dua perempuan tersebut.

"Jadi gimana? Sudah aman, kan?" tanya Marvin tiba-tiba yang mengalihkan perhatian kedua perempuan di hadapannya.

"Aman kok, asal kamu tetap jaga Dira ya. Saya percaya kamu bisa jagain dia."

"Kalau itu, pasti kok, Dok," balas Marvin sembari mengangkat salah satu alisnya. Hal itu membuat Dira menggeleng pelan atas kelakuan kakak tingkatnya tersebut.

Saat perjalanan kembali ke kamar, Marvin dan Dira saling terdiam dengan pikiran mereka masing-masing. Beberapa kali Marvin melirik ke arah Dira yang sebenarnya tengah sedikit malu akan sikap kakak tingkatnya itu sebelumnya.

Tanpa sadar, keduanya tiba-tiba saling memanggil satu sama lain.

"Kak.

"Dir."

Setelahnya, mereka kembali terdiam dan Dira membuka suaranya terlebih dahulu. "Kakak duluan aja deh," ucap perempuan itu dengan sedikit malu.

"Nggak pa-pa, lo aja dulu."

Karena terlalu sibuk mengalah, keduanya tanpa sadar sudah sampai di depan ruang rawat Dira. Setelah saling bertatapan cukup lama, Marvin membuka pintu kamar rawat Dira secara perlahan. "Kita ngomongin di dalam aja ya."

Dira mengangguk pelan, menyetujui apa yang Marvin sampaikan. Namun, saat perempuan itu masuk ke dalam ruang rawatnya, tubuhnya menegang melihat sosok pria yang berdiri tak jauh darinya. Pria itu duduk di sisi sang ibu yang tersenyum kaku ke arahnya." Ayo, sini, Nak," panggil Fani yang nyatanya tak dapat terdengar oleh Dira. Perempuan itu benar-benar terkejut dengan kedatangan Bagas.

Perlahan, Marvin juga ikut masuk ke dalam ruang rawat Dira dan sedikit menggeser tubuh perempuan itu yang menghalanginya. Sama seperti Dira, Marvin juga amat terkejut dengan kedatangan Bagas. Namun, pria itu langsung mendatangi Bagas tanpa membuang waktu untuk terkejut akan kedatangan musuhnya tersebut.

"Ngapain lo ke sini!" tanya Marvin dengan tegas.

Bagas berdiri menyamakan tingginya dengan Marvin yang sebenarnya jauh lebih tinggi darinya. Sebelum menjawab, pria itu tersenyum kecil ke arah Marvin dan Dira yang masih berdiri kaku di depan pintu kamar rawatnya." Gue ke sini mau minta maaf secara langsung sama Dira."

"Nggak, gue nggak bakal izinin lo buat deket sama Dira lagi. Apapun alasannya."

"Kok lo yang ngatur sih? Nyokap ya aja bolehin gue," jawab Bagas yang membuat Marvin menoleh menatap Fani. Perempuan paruh baya itu segan untuk menolak keinginan Bagas walau tau putrinya baru sembuh dari traumanya.

"Oke, lo boleh ngomong sama Dira. Tapi, gue juga harus ikut."

Sebenarnya, Bagas ingin menolak keinginan Marvin. Namun melihat Dira yang masih terkejut saat melihatnya, pria itu enggan menolak dan setuju dengan ucapan Marvin. "Ya udah, gue setuju."

Marvin membalik tubuhnya dan membawa Dira bersamanya. Ketiga orang itu duduk bersama dengan Marvin yang ada di tengah-tengah Bagas dan Dira.

Karena tidak mau ikut campur, Fani memutuskan untuk duduk di dekat kasur Dira dan memperhatikan ketiga orang tersebut dari kejauhan.

Seakan tembok besar, tubuh besar Marvin sukses menutupi tubuh kecil Dira. Saat itu, Bagas mulai menyampaikan apa yang ingin dia utarakan pada Dira. "Hmm, gue ke sini cuman mau minta maaf sama lo, Dir. Gue tau, gue salah. Tapi, gue ngelakuin itu karena gue suka sama lo."

Marvin menoleh dan menatap tajam ke arah Bagas, bisa-bisanya pria itu masih mengatakan dia menyukai Dira padahal sudah membuat perempuan tersebut mengalami trauma.

"Gue tau, lo nggak bakal maafin gue. Tapi, setidaknya gue mau lo tau apa yang sebenarnya terjadi. Lagian, ini kali terakhir lo buat liat gue. Besok, gue bakal ke luar negeri. Jadi, lo nggak perlu takut buat ketemu gue lagi."

Ucapan Bagas mendadak membuat suasana kamar rawat Dira berubah, hati sang pemilik kamar juga sedikit bergetar mendengar ungkapan Bagas yang sebenarnya. Dia tau, Bagas salah. Namun, sikap tanggung jawab pria itu membuat Dira sedikit bangga.

"Hmm, aku udah maafin kakak kok," cicit Dira pelan yang membuat bola mata Bagas membulat. Pria itu bahkan bergerak maju agar bisa menatap Dira secara dekat. Sayangnya, perempuan itu malah memundurkan tubuhnya. "Tapi, maaf, Kak. Aku masih belum berani buat ngeliat kakak."

Bagas menghela napas pelan setelah mendengar ucapan Dira, pantas saja perempuan itu takut melihatnya setelah apa yang Bagas lakukan padanya. "Maaf, gue bener-bener minta maaf."

***

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (1)
  • aiana

    seru ni, menatikan playboy kena karma. wkakakka

    ada yang tulisannya Dio dan Deo,
    mau berteman dan saling support denganku?

    Comment on chapter Chapter 1
Similar Tags
Memeluk Bul(a)n
23097      3944     28     
Fantasy
Bintangku meredup lalu terjatuh, aku ingin mengejarnya, tapi apa daya? Tubuhku terlanjur menyatu dengan gelapnya langit malam. Aku mencintai bintangku, dan aku juga mencintai makhluk bumi yang lahir bertepatan dengan hari dimana bintangku terjatuh. Karna aku yakin, di dalam tubuhnya terdapat jiwa sang bintang yang setia menemaniku selama ribuan tahun-sampai akhirnya ia meredup dan terjatuh.
Mencari Virgo
497      352     2     
Short Story
Tentang zodiak, tentang cinta yang hilang, tentang seseorang yang ternyata tidak bisa untuk digapai.
Premium
Titik Kembali
6355      2015     16     
Romance
Demi membantu sebuah keluarga menutupi aib mereka, Bella Sita Hanivia merelakan dirinya menjadi pengantin dari seseorang lelaki yang tidak begitu dikenalnya. Sementara itu, Rama Permana mencoba menerima takdirnya menikahi gadis asing itu. Mereka berjanji akan saling berpisah sampai kekasih dari Rama ditemukan. Akankah mereka berpisah tanpa ada rasa? Apakah sebenarnya alasan Bella rela menghabi...
Denganmu Berbeda
11614      2910     1     
Romance
Harapan Varen saat ini dan selamanya adalah mendapatkan Lana—gadis dingin berperingai unik nan amat spesial baginya. Hanya saja, mendapatkan Lana tak semudah mengatakan cinta; terlebih gadis itu memiliki ‘pendamping setia’ yang tak lain tak bukan merupakan Candra. Namun meski harus menciptakan tiga ratus ribu candi, ataupun membuat perahu dan sepuluh telaga dengan jaminan akan mendapat hati...
Monoton
573      399     0     
Short Story
Percayakah kalian bila kukatakan ada seseorang yang menjalani kehidupannya serara monoton? Ya, Setiap hari yang ia lakukan adalah hal yang sama, dan tak pernah berubah. Mungkin kalian tak paham, tapi sungguh, itulah yang dilakukan gadis itu, Alisha Nazaha Mahveen.
Secret Melody
2312      815     3     
Romance
Adrian, sangat penasaran dengan Melody. Ia rela menjadi penguntit demi gadis itu. Dan Adrian rela melakukan apapun hanya untuk dekat dengan Melody. Create: 25 January 2019
MONSTER
6485      1773     2     
Romance
Bagi seorang William Anantha yang selalu haus perhatian, perempuan buta seperti Gressy adalah tangga yang paling ampuh untuk membuat namanya melambung. Berbagai pujian datang menghiasi namanya begitu ia mengumumkan kabar hubungannya dengan Gressy. Tapi sayangnya William tak sadar si buta itu perlahan-lahan mengikatnya dalam kilat manik abu-abunya. Terlalu dalam, hingga William menghalalkan segala...
Magelang, Je t`aime!
680      511     0     
Short Story
Magelang kota yang jauh itu adalah kota tua yang dingin dan tinggal orang-orang lebut. Kecuali orang-orang yang datang untuk jadi tentara. Jika kalian keluar rumah pada sore hari dan naik bus kota untuk berkeliling melihat senja dan siluet. Kalian akan sepakat denganku. bahwa Magelang adalah atlantis yang hilang. Ngomong-ngomong itu bukanlah omong kosong. Pernyatanku tadi dibuktikan dengan data-d...
Camelia
600      339     6     
Romance
Pertama kali bertemu denganmu, getaran cinta itu sudah ada. Aku ingin selalu bersamamu. Sampai maut memisahkan kita. ~Aulya Pradiga Aku suka dia. Tingkah lakunya, cerewetannya, dan senyumannya. Aku jatuh cinta padanya. Tapi aku tak ingin menyakitinya. ~Camelia Putri
Melody Impian
643      438     3     
Short Story
Aku tak pernah menginginkan perpisahan diantara kami. Aku masih perlu waktu untuk memberanikan diri mengungkapkan perasaanku padanya tanpa takut penolakan. Namun sepertinya waktu tak peduli itu, dunia pun sama, seakan sengaja membuat kami berjauhan. Impian terbesarku adalah ia datang dan menyaksikan pertunjukan piano perdanaku. Sekali saja, aku ingin membuatnya bangga terhadapku. Namun, apakah it...