Loading...
Logo TinLit
Read Story - Si 'Pemain' Basket
MENU
About Us  

Di kantor polisi, Dira menjelaskan kejadian yang menimpanya. Dia juga mendapat beberapa pertanyaan dari pihak tersebut guna mendapatkan lebih banyak informasi atas laporan perempuan itu.

Berat, Dira merasa berat melakukan hal tersebut karena dia perlu mengingat kembali apa yang terjadi padahal lukanya di hatinya masih belum sembuh.

Beberapa kali, Dira meminum air yang disuguhkan untuk mengurangi rasa cemas yang tiba-tiba datang sehingga membuat sesi interogasi lebih lama dari biasanya.

Pihak kepolisian memahami hal tersebut karena kondisi Dira masih belum stabil. Terlihat dari wajahnya yang terus menunduk dengan raut wajah ketakutan.

"Laporannya sudah kami buat, Bapak dan Mbak bisa pulang sekarang. Kami akan mendalami kasusnya dan juga memanggil pihak yang terduga sebagai sangka."

Dira mengangguk pelan dan perlahan bangun dari duduknya. "Terima kasih, Pak," ucap perempuan itu dengan pelan.

Agus dan beberapa warganya mengantar Dira untuk pulang ke rumah dengan menggunakan mobil. Dia tau pasti bahwa Dira akan merasa takut jika harus pulang sendirian dan menjelaskan semuanya pada ibunya yang ternyata sudah menunggu di depan rumah.

"Dir, kok kamu baru pulang sekarang?" tanya Fani dengan wajah khawatir. Namun saat melihat kondisi putrinya tersebut, Fani terdiam.

Melihat situasi tegang yang ada, Agus pun mengeluarkan suaranya. "Biar saya yang jelaskan, Bu. Dira masuk ke rumah aja duluan."

Langkah kaki Dira membawa perempuan itu ke dalam kamarnya. Di sana, dia tiba-tiba menangis tanpa henti hingga kelelahan dan tertidur pulas.

"Jadi, apa yang anda mau jelaskan?" tanya Fani setelah membiarkan Agus juga beberapa warganya untuk masuk ke dalam rumah.

Mereka duduk di sofa panjang ruang tamu dan Fani duduk di sofa tunggal. Perempuan paruh baya itu terlihat begitu penasaran dengan apa yang ingin Agus jelaskan.

Dengan perlahan, Agus menjelaskan kejadian yang menimpa Dira. Fani yang mendengar hal itu hanya bisa diam dengan mata yang memerah.

"Jadi, anak saya menjadi korban pelecehan?" tanya Fani setelah satu tetes air mata lolos membasahi pipinya.

Agus mengangguk pelan walau agak berat meng-ia-kan apa yang disampaikan oleh Fani. "Iya, Bu. Dan pelakunya, satu sekolah dengan Dira."

Tidak menyangka dengan apa yang terjadi pada anaknya, Fani menutupi wajahnya dengan telapak tangan. Perempuan itu berusaha menutupi wajahnya yang kini menangis dalam diam.

Agus dan beberapa pria yang bersamanya hanya dapat menghela napas juga saling bertatapan saat melihat Fani yang terus menangis. "Saya turut berduka cita ya, Bu. Atas kejadian ya menimpa anak ibu. Tapi, saya sudah bantu Dira untuk melaporkan jadian ini dan secepatnya pelaku akan diperiksa."

Tangan Fani perlahan menjauh dari wajah. Sebelum membalas, perempuan paruh baya itu mengusap sisa air mata di pipinya." Terima kasih, Pak. Terima kasih, sudah bantu anak saya. "

" Iya, Bu. Sama-sama. Hanya itu yang bisa saya lakukan untuk Dira." Agus kemudian saling bertatapan dengan warga yang dia bawa. "Karena sudah sore, saya dan warga saya pamit pulang dulu ya, Bu. Saya juga sudah ngasih nomor telepon saya ke Dira. Kalau ada apa-apa, ibu atau Dira bisa hubungi saya."

"Baik, Pak. Makasih."

Setelah Agus dan warganya pulang, Fani segera pergi ke kamar Dira dan mengetuk pintu putrinya itu beberapa kali. "Dir, buka pintunya, Nak," ucap Fani.

Karena tidak mendapat jawaban dari Dira, Fani mencoba untuk membuka pintu putrinya itu. Namun sayang, pintu itu terkunci dari dalam. Walau begitu, Fani terus memanggil Dira beberapa kali hingga akhirnya perempuan paruh baya itu menyerah.

Saat malam tiba, Adil, ayah Dira mencari keberadaan putrinya itu yang tidak ikut makan malam bersama mereka. "Dira kemana? Kok nggak ikut makan?"

Fani yang tidak bisa menjawab pertanyaan suaminya mencoba untuk melakukan aktivitas lain dengan memberi lauk untuk kedua anak kembarnya. Melihat hal itu, Adil mengerutkan dahinya. "Kamu kenapa sih? Ada masalah?" tanya Adil seakan tau apa yang ada dipikirkan istrinya.

"Nggak kok, nggak ada," sanggah Fani yang terlihat begitu aneh di mata Adil.

"Terus, Dira sekarang dimana?"

"Ada di kamarnya, Mas."

"Terus, kenapa nggak ke sini?"

"Dia lagi nggak enak badan, sudah makan kok tadi dianya."

Tidak merasa curiga dengan jawaban sang istri, Adil mengangguk pelan dan kembali fokus pada hidangan makan malamnya.

Pagi harinya, Dira tiba-tiba demam dan tak sanggup untuk sekedar bangun dari tidurnya. Perempuan itu memutuskan untuk kembali tidur dan tidak turun bersekolah hari ini.

Saat bangun untuk kedua kalinya, Dira langsung keluar dari kamarnya dengan langkah tertatih. Matanya masih bengkak, bekas menangis semalam.

Sesampai di dapur, Dira segera mengambil segelas air putih dan meminumnya sampai habis. Entah kenapa, dia tiba-tiba merasa begitu haus.

Sebelum kembali ke kamar, Dira tak sengaja bertemu dengan ibunya yang baru saja masuk ke dalam rumah.

Sama seperti sikap Dira, Fani juga begitu terkejut saat melihat kondisi putrinya. "Gimana keadaan kamu, Nak?" tanya perempuan paruh baya itu dengan wajah khawatir.

Kresek di tangan Fani langsung dia lepaskan ketika bertemu dengan putrinya yang akhirnya dapat dia lihat lagi.

Belum sempat Dira menjawab, Fani menyadari bahwa suhu tubuh putrinya terasa hangat. "Kamu sakit?"

Tidak ada tenaga untuk menjawab, Dira hanya mengangguk pelan dan tiba-tiba pingsan. Untungnya, sang ibu dengan cepat menahan tubuh putrinya sehingga tidak langsung jatuh ke lantai.

Karena hanya Fani yang ada di rumah, perempuan paruh baya itu harus memapah Dira sampai ke kamarnya.

Sembari menangis, Fani mengurus Dira yang masih belum sadar setelah beberapa menit yang lalu pingsan. Dia mengompres dahi Dira dengan menggunakan air hangat dan mengganti baju putrinya itu yang belum juga berubah sejak kemarin.

Menunggu Dira sadar, Fani melakukan beberapa pekerjaan rumah. Walau begitu, dia beberapa kali terus melihat kondisi putrinya dan mengganti kompres yang ada di dahi Dira jika sudah tidak hangat lagi.

Sebelum kembali ke dapur, Fani duduk di sisi tubuh Dira. Tangan perempuan itu mengusap pipi putrinya yang semakin tirus. "Cepat sembuh ya, Nak," cicit Fani yang tiba-tiba membuat wajah Dira sedikit bergerak.

Fani terkejut akan hal itu dan perlahan mata Dira terbuka. "Ibu," panggil perempuan itu dengan pelan.

Air mata pun lolos dan membasahi bantal yang Dira gunakan. "Maafin Dira, Bu. Maafin, Dira," ucap Dira dengan penuh penyesalan.

Mendengar hal itu, Fani langsung memeluk tubuh putrinya dan berbisik, "enggak, Nak. Ini bukan salah kamu."

"Maafin Dira, karena nggak bisa jaga diri. Maafin," lanjut Dira di sela tangisnya.

"Nggak, Nak. Kamu nggak salah. Kamu nggak salah, Nak."

Keduanya hanyut dalam suasana haru. Dira yang begitu merasa bersalah terus meminta maaf pada ibunya. Dia tau, sang ibu pasti kecewa padanya.

***

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (1)
  • aiana

    seru ni, menatikan playboy kena karma. wkakakka

    ada yang tulisannya Dio dan Deo,
    mau berteman dan saling support denganku?

    Comment on chapter Chapter 1
Similar Tags
The Sunset is Beautiful Isn't It?
1068      646     11     
Romance
Anindya: Jangan menyukai bunga yang sudah layu. Dia tidak akan tumbuh saat kamu rawat dan bawa pulang. Angkasa: Sayangnya saya suka bunga layu, meski bunga itu kering saya akan menjaganya. —//— Tau google maps? Dia menunjukkan banyak jalan alternatif untuk sampai ke tujuan. Kadang kita diarahkan pada jalan kecil tak ramai penduduk karena itu lebih cepat...
Apakah kehidupan SMA-ku akan hancur hanya karena RomCom? [Volume 2]
1549      731     0     
Romance
Di jilid dua kali ini, Kisaragi Yuuichi kembali dibuat repot oleh Sakuraba Aika, yaitu ia disuruh untuk bergabung dengan klub relawan yang selama ini ia anggap, bahwa melakukan hal seperti itu tidak ada untungnya. Karena godaan dan paksaan dari Sakuraba Aika terus menghantui pikirannya. Akhirnya ia pun terpaksa bergabung. Seiring ia menjadi anggota klub relawan. Masalah-masalah merepotkan pun d...
Havana
771      372     2     
Romance
Christine Reine hidup bersama Ayah kandung dan Ibu tirinya di New York. Hari-hari yang dilalui gadis itu sangat sulit. Dia merasa hidupnya tidak berguna. Sampai suatu ketika ia menyelinap kamar kakaknya dan menemukan foto kota Havana. Chris ingin tinggal di sana. New York dan Indonesia mengecewakan dirinya.
Teman Berbagi
3105      1188     0     
Romance
Sebingung apapun Indri dalam menghadapi sifatnya sendiri, tetap saja ia tidak bisa pergi dari keramaian ataupun manjauh dari orang-orang. Sesekali walau ia tidak ingin, Indri juga perlu bantuan orang lain karena memang hakikat ia diciptakan sebagai manusia yang saling membutuhkan satu sama lain Lalu, jika sebelumnya orang-orang hanya ingin mengenalnya sekilas, justru pria yang bernama Delta in...
Premium
Cinta si Kembar Ganteng
3468      1049     0     
Romance
Teuku Rafky Kurniawan belum ingin menikah di usia 27 tahun. Ika Rizkya Keumala memaksa segera melamarnya karena teman-teman sudah menikah. Keumala pun punya sebuah nazar bersama teman-temannya untuk menikah di usia 27 tahun. Nazar itu terucap begitu saja saat awal masuk kuliah di Fakultas Ekonomi. Rafky belum terpikirkan menikah karena sedang mengejar karir sebagai pengusaha sukses, dan sudah men...
Creepy Rainy
427      285     1     
Short Story
Ada yang ganjil ketika Arry mengenal Raina di kampus. Fobia hujan dan bayangan berambut panjang. Sosok berwajah seperti Raina selalu menghantui Arry. Apakah lelaki itu jatuh cinta atau arwah mengikutinya?
I'm Growing With Pain
13176      1974     5     
Romance
Tidak semua remaja memiliki kehidupan yang indah. Beberapa dari mereka lahir dari kehancuran rumah tangga orang tuanya dan tumbuh dengan luka. Beberapa yang lainnya harus menjadi dewasa sebelum waktunya dan beberapa lagi harus memendam kenyataan yang ia ketahui.
Potongan kertas
846      427     3     
Fan Fiction
"Apa sih perasaan ha?!" "Banyak lah. Perasaan terhadap diri sendiri, terhadap orang tua, terhadap orang, termasuk terhadap lo Nayya." Sejak saat itu, Dhala tidak pernah dan tidak ingin membuka hati untuk siapapun. Katanya sih, susah muve on, hha, memang, gegayaan sekali dia seperti anak muda. Memang anak muda, lebih tepatnya remaja yang terus dikejar untuk dewasa, tanpa adanya perhatian or...
Hujan Paling Jujur di Matamu
7510      1809     1     
Romance
Rumah tangga Yudis dan Ratri diguncang prahara. Ternyata Ratri sudah hamil tiga bulan lebih. Padahal usia pernikahan mereka baru satu bulan. Yudis tak mampu berbuat apa-apa, dia takut jika ibunya tahu, penyakit jantungnya kambuh dan akan menjadi masalah. Meski pernikahan itu sebuah perjodohan, Ratri berusaha menjalankan tugasnya sebagai istri dengan baik dan tulus mencintai Yudis. Namun, Yudis...
LATE
505      309     1     
Short Story
Mark found out that being late maybe is not that bad