Aku dan Reyhan resmi berpacaran saat itu. Dan sekedar info saja, Kak Radit menyusul Kak Ara ke Amerika untuk sama-sama bersekolah di luar negeri. Sedih sih sebenarnya, karena Kak Radit yang notabenenya adalah sahabat baiknya Reyhan, malah harus pergi jauh. Reyhan bilang, dia seneng ngelihat perjuangan cinta Radit yang bisa di bilang melebihi batas nalar. Tapi kalau untuk kebaikan sih, kayanya oke saja!
Keadaan hubungan aku dan Reyhan bisa di bilang baik-baik saja bahkan sampai dua tahun berlalu. Aku bisa lulus di SMA Sagara Nusantara dengan nilai yang cukup baik. Walaupun impianku untuk masuk ke Universitas Negeri gagal, tapi Reyhan dan kedua orang tuaku selalu memberikan aku support agar aku tak terpuruk. Kata Papa, semua Universitas sama, kita sama-sama belajar. Dan akhirnya aku diterima di salah satu Universitas Swasta kota Bandung. Aku mengambil jurusan Bisnis di sana.
Setelah satu setengah tahun aku kuliah, keadaan Papa mulai menunjukkan penurunan drastis. Membuat Papa akhirnya harus berhenti kerja lebih cepat. Aku memutuskan untuk membantu Ibu mencari penghasilan tambahan. Sampai pada akhirnya Papa bilang, kalau anak dari bos-nya di restoran Papa dulu sedang mencari pegawai untuk cafe barunya. Katanya dia sedang mencari pembuat pastry. Kebetulan sekali aku lumayan bisa membuat kue-kue karena diajarkan sama Ibu.
Papa mempertemukan aku dengan anak bosnya, yang usianya dua tahun lebih tua dariku. Atau lebih tepatnya seumuran dengan Reyhan.
“Pak Kais-“ Belum sempat Papa melanjutkan kata-katanya, orang itu menengok lalu tersenyum lepas kala melihat Papa ada di depannya. Dia langsung menyerbu ke arah Papa dan memeluk Papa.
“Pak Adam. Apa kabar? Sehat?” ucap lelaki itu.
“Alhamdullilah, saya baik, Pak!” ucap Papa. “Saya denger Bapak sedang mencari pembuat pastry untuk cafe baru Bapak ini, ya?”
“Iya. Gimana, bapak ada orang?”
“Saya, Ayyana!” aku langsung memperkenalkan diriku. “Saya yang akan mengisi posisi itu kalau Bapak tidak keberatan!”
“Ayyana?” dia memperhatikan aku dari ujung kaki sampai ujung kepala. Lalu mengulurkan tangannya. “Saya Kaishar. Kamu bisa bikin pastry?” aku mengangguk mantap.
“Oke, kamu saya terima di sini. Selamat bekerja.” Katanya sambil tersenyum. Lelaki yang menyebut namanya Kaishar itu benar-benar lelaki dengan tampang elegan. Bahkan kemeja biru dengan kedua bagian lengannya di lipat-lipat sampai ke bagian siku, serta kemejanya ditutupi dengan apron coklat terang itu, tak membuat dia kehilangan kharismanya sebagai seorang bos yang merangkap juga sebagai peracik kopi. Apa itu namanya, ba... barista! Ya, barista!
“Kamu kerja saat pulang kuliah saja. Tenang, kamu di sini hanya perlu membuat resep. Karyawan-karyawan di sini yang akan membuat resep kamu. Oke?”
Aku mengangguk. Akhirnya aku bisa bekerja Part time untuk membantu Papa. Walaupun sebenarnya Papa dan Ibu tidak setuju aku harus bekerja juga untuk mereka. Tapi seriusan, aku sama sekali tidak keberatan. Aku justru bahagia bisa membantu kedua orang tuaku.
***
“Kamu beneran harus banget kerja, Ayy?” ucap Reyhan yang nampak masih sangat tidak setuju kalau aku harus bekerja setelah selesai jam kuliah. Aku melirik ke dia sambil tersenyum kecil. Dia kalau sudah khawatir membuat aku gemas sendiri.
“Aku gak apa-apa kok, Rey.” Ucapku.
“Pulang nanti aku jemput kamu ya.” Kata Reyhan sambil mengelus lembut rambutku yang hari ini aku biarkan terurai. Aku mengangguk kecil padanya. Wajah kekasihku yang selalu bisa mendamaikan.
“Kalau gitu, aku masuk dulu. Bye.” Kataku lalu keluar dari dalam mobil Reyhan.
Aku melangkahkan kakiku masuk menuju ke tempat kerjaku itu. Green and Beans Cafe. Tempat nongkrong anak muda yang dikelola juga oleh anak muda seperti Kaishar.
“Pacar kamu, Ayy?” suara itu tiba-tiba menyambar ke arahku, saat aku baru saja masuk ke dapur pastryku. Aku tersenyum kecil sambil mengangguk. Kaishar tak lagi menanyaiku macam-macam dan kembali fokus akan pekerjaannya meracik kopi. Aku sangat senang tiap kali memperhatikan Kaishar sedang bekerja dengan celemek coklatnya itu. Apalagi saat dia sedang memberikan pengarahan pada barista-barista lain. Memberikan pengetahuan lebihnya soal kopi yang menurutnya bagaikan sebuah dunia. Dunia lain dari seorang Kaishar.
“Bu, hari ini mau bikin resep yang mana?” seorang pegawai mendatangiku dengan menyerahkan beberapa lembar buku resep buatanku. Aku menengok ke arahnya dengan ramah.
“Hari ini kita coba bikin Croissant ya!” kataku.
Croissant adalah sejenis roti dengan adonan berlapis (Flaky bread) yang berasal dari Perancis. Disebut Croissant karena bentuknya yang mirip dengan bulan sabit. Dibuat dari adonan tepung terigu, mentega, telur dan ragi. Karena itu adonannya berlapis tipis karena lemak digilas berlapisan dengan adonan tepung. Untuk isiannya juga berbagai macam, bisa coklat, keju bahkan almond. Pokoknya kue itu enak banget!
***
Jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Sudah waktunya untuk pulang. Aku bisa melihat kalau mobil Reyhan sudah terparkir di luar cafe.
“Rey.” Ucapku menyapanya. Dia yang tadinya bersandar di mobilnya langsung berbalik lalu menyerbu ke arahku, lalu memelukku tanpa tahu malu. Aku agak risi sendiri karena ada beberapa pasang mata yang melihat.
“Ih kamu apaan sih, Rey! Malu tahu.” Ucapku protes sambil melepaskan pelukan Reyhan.
“Aku kan kangen, sayang!” ucapnya dengan tampang manja. Bikin aku eneg saja!
“Ih apaan sih, Rey! Geli!” aku menimpuk kepala dia sekenanya. Lalu terkekeh sambil geleng-geleng kepala. Saat aku akan membuka pintu mobil, tiba-tiba suara seseorang menyahut, menyebut nama Reyhan.
“Reyhan?”
Aku melirik ke sumber suara. Itu Kaishar! Aku melihat ke arah Reyhan, dan aku bisa melihat dari ekspresinya, kalau Reyhan juga mengenal Kaishar sepertinya,
“Ini beneran lo? Reyhan?” ucap Kaishar melangkah mendekati kami.
“Kai!” ucapan Reyhan agak bergetar. Dan tak lama, dia menyerbu memberikan sebuah pelukan hangat untuk Kaishar. “Lo pulang ke Bandung? Lo ngapain di-“ tiba-tiba Reyhan menghentikan ucapannya. “Tunggu deh, jangan bilang, lo yang punya tempat ini?” ucap Reyhan menebak-nebak sambil menunjuk ke cafe yang baru saja tutup di belakang kami.
“Rey, kamu kenal sama bos aku?” kataku.
“Bos?” Reyhan melirik kepadaku. “Lo bos di sini, bro? Anjritttt, lo!” ucap Reyhan dengan mata berbinar jelas terpancar. Sambil menggelitik kecil pada Kaishar.
“Jadi cowok kamu si berandalan brengsek ini, Ayy?” kata Kaishar sambil terkekeh,
“Kampret lo! Masih aja lo ngatain gue berandalan. Taiy!”
Oh aku bisa mengerti sekarang. Jadi mereka itu adalah teman lama. Aku tersenyum bahagia, karena setelah kepergian Kak Radit ke Amerika kala itu, Reyhan tak punya teman dekat lagi. Dia sangat fokus dengan kuliahnya dan bisa jadi juga terlalu fokus padaku sampai-sampai dia tak berniat mencari teman dekat lagi seperti Kak Radit.
***
Kaishar tenyata juga pernah sekolah di SMA Sagara Nusantara. Tapi dia di drop out oleh pihak sekolah, karena nunggak bayar SPP selama empat bulan. Katanya sih waktu itu usaha orang tuanya sedang krisis. Membuat seorang Kaishar terpaksa harus tinggal bersama neneknya di desa dan sekolah di sana.
Tapi aku jadi ingat soal perkataan Kak Ira tiga tahun lalu. Mengenai Papanya Reyhan yang memaksa pihak sekolah untuk men-drop out seseorang yang dekat sekali dengan Reyhan. Yang menurut Papanya Reyhan, orang itu tak cocok bergaul dengan anaknya. Benar aku ingat sekarang. Itu adalah Kaishar. Dia adalah korban dari kesadisan Papa Reyhan yang sangat selektif mengatur dengan siapa saja Reyhan boleh bergaul.
Aku jadi melihat pada diriku sendiri. Sudah hampir empat tahun, aku menjalin hubungan dengan Reyhan. Dan selama itu pula, aku belum pernah bertemu dengan orang tua Reyhan. Bahkan sematan Reyhan adalah tunangan Kak Ira masih berlaku sampai detik ini. Kadang aku takut, kalau Papa-nya Reyhan tahu aku pacaran dengan anaknya, apa jadinya nasib kami selanjutnya? Apakah aku masih bisa tetap di sana, di hatinya Reyhan? Ataukah aku akan disingkirkan juga? Hal-hal itulah yang membuat aku semakin ingin terus bersama dengan Reyhan. Aku sudah terlalu jatuh cinta padanya. Bahkan orang tuaku juga sudah sangat menyayangi Reyhan!
“Kalau punya anak nanti kamu mau kasih nama siapa?” kata Reyhan di sela-sela makan malam kami di sebuah kedai pinggiran langganan kami. Aku menerka seakan memikirkan nama yang pas. Yang ingin aku pakai sebagai nama anakku kelak.
“Eh, jangan di jawab dulu!” kata Reyhan. “Gimana kalau kita jawabnya pas aku selesai sidang aja?”
“Apaan sih, Rey!”
“Benerannya. Aku ingin kamu nyari nama yang pas buat anak kita nanti!”
Uhuk! Uhuk! Seketika itu juga aku tersedak kala mendengar Reyhan mengatakan kata ‘anak kita’. Dia udah beneran sakit jiwa kayanya!
“Mau mati lo?” kataku kesal.
“Loh, emangnya kenapa? Kamu gak mau nikah sama aku emangnya, Ayy?”
Aku terdiam. Bodoh! Gimana mau nikah kalau sampai saat ini saja aku terlalu takut menghadapi Papamu, Rey!
“Rey, jangan kejauhan! Kamu fokus saja dengan sidang skripsimu. Aku ingin kamu bisa lulus tepat waktu!”
“Untuk pacarku yang judes ini, segalanya akan aku penuhi!” ucap Reyhan sambil mencubit gemas kedua pipiku sampai-sampai pipiku memerah dibuatnya.
Dasar!
Wow spechless
Comment on chapter Bab 6 : Bagian 1