Semilir angin sore yang begitu sejuk menerpa wajahku, menyibak rambut panjang pirangku. Ku pandangi langit jingga di ufuk barat diiringi suara-suara deru angin pedesaan yang menenangkan jiwaku. Kini aku kembali ke kampung halamanku. Kembali ke sebuah gubuk kecil tempat aku singgah bersama kedua orang tuaku dan kakak kandungku. Walau tak seindah tempat singgah yang lainnya, namun ini terasa nyaman dan penuh kehangatan. Seperti saat ini, aku yang sedang duduk santai di sebuah rumah pohon kecil samping rumahku dan megingat masa laluku. Rumah pohon itu aku buat bersama teman masa kecilku. Teman yang selalu ada kapanpun aku membutuhkannya, menyayangiku apa adanya, menjagaku dengan penuh rasa ikhlasnya. Dialah teman dan sahabat baikku sejak kecil, Angga, panggilan akrabnya. Kami mengukir kenangan-kenangan manis di rumah pohon ini. Bahkan ketika kami berumur 5 tahun kami berjanji untuk saling menyayangi hingga akhir dan dia mengatakan akan menikahiku. Ya…aku berpikir itu hanyalah sebuah candaan masa kecil. Kami selalu bersekolah di tempat yang sama, mulai dari TK, SD, SMP dan SMA. Orang tua kami sangat dekat, merekapun tak mempersalahkan kami untuk bermain bersama. Kami menjalani kehidupan sekolah dan sehari-hari hanya sebagai sahabat biasa tanpa ikatan apapun. Menginjak kelas 1 SMA kami jarang menghabiskan waktu bersama, karena kami memiliki kesibukan masing-masing. Aku mengikuti organisasi Palang Merah Remaja yang sebagian besar kegiatannya di luar. Sementara dirinya berkecipung di organisasi Pecinta Alam. Waktu kami untuk sekedar bercanda berdua pun berkurang semenjak dia punya kekasih, Ranti namanya. Aku pun lebih dulu memiliki seorang kekasih, namanya Rehan. Naik kelas 2 SMA, Angga tidak lagi satu kelas denganku. Aku mengambil bidang Ilmu pengetahuan Alam (IPA), sedangkan dia bidang Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Hanya itu yang ku tahu tentang Angga saat itu. Tak terasa waktu membatasi ruang temu kami berdua.
Saat ini aku menjadi mahasiswa salah satu universitas ternama di Indonesia mengambil Ilmu Kedokteran Hewan. Namun, aku merasa ada yang ganjil di hatiku, semenjak aku putus dari kekasihku, Rehan. Sejak itu akupun tak kunjung membuka hatiku untuk orang lain, karena aku takut akan pengkhianatan. Dinding hatiku telah tergores kepingan-kepingan pengkhianatan. Aku pun menjalani hari-hariku bersama teman-temanku tanpa seorang kekasih. Hampa….ya aku merasa kosong. Tiba-tiba……’PRANG’ tanpa sengaja aku menjatuhkan album foto di meja rumah pohonku. Seketika membuyarkan lamunanku. Ku ambil album itu dan dan ku buka satu per satu. Album itu, berisi foto-foto diriku dan Angga. Foto di salah satu taman bermain yang cukup indah saat itu. Aku tersenyum meilhat foto-foto itu, mulai dari foto jelek kami berdua hingga foto-foto yang menurutku sangat narsis. Namun, ada satu hal yang membuatku terkejut. Bagian akhir album terdapat sebuah amplop merah muda berpita. Ku buka amplop itu dan betapa terkejutnya, ini adalah surat dari Angga. Dalam surat itu tertulis tanggal 29 Juli 2012 dan sekarang tanggal 29 Juli 2107. Sudah 5 tahun surat itu Angga selipkan di album ini dan 5 tahun pula aku baru menemukannya. Hari itu, 29 Juli 2012, tepat saat aku naik kelas 2 SMA dan saat itu pula aku meraih peringkat 1 pararel. Dan hari itu pula terakhir kali aku berkomunikasi dengan Angga. Aku merasa hati ini sakit, sedih, takut dan rindu.
“Angga aku merindukanmu, maafkan aku yang terlalu sibuk hingga aku mengesampingkanmu. Dimanakah kamu sekarang?”
“Aku sangat merindukanmu, merindukan waktu bercanda kita berdua, merindukan pertengkaran berdua dan semua tentangmu”.
“Akankah aku bertemu denganmu”?. Aku bertanya pada angin yang berhembus, suara burung yang merdu, dan gemericik air yang mengalir. Namun mereka hanya membisu.
Tak sempat aku membaca isi surat itu, aku telah menangis. Menangisi betapa bodohnya aku yang dulu. Yang tak pernah meluangkan waktu tuk sekedar bercanda dengan sahabatku. Surat itu, aku peluk erat, seakan surat itu adalah Angga. Menggumamkan kata-kata rindu disela-sela tangisanku. Perlahan aku buka kembali surat itu dan mulai membacanya.
“Hai Anggun,…ini aku Angga. Teman sekaligus sahabatmu sampai kapanpun. Hari ini aku sengaja tidak datang ke perayaan keberhasilanmu memperoleh peringkat 1 pararel di SMA. Tapi, jujur aku sangat bahagia dan bangga memiliki teman sepertimu. Aku mengucapkan selamat atas keberhasilanmu melalui pesan singkat yang akan kamu terima.
Anggun…jangan membenciku karena aku tidak datang ke tempat bahagiamu. Kamu berhasil meraih kepingan mimpimu. Dan kini aku juga ingin meraih kepingan mimpiku. Aku akan pergi ke suatu tempat yang sangat jauh bersama kedua orang tuaku. Mereka bilang aku mengalami suatu gangguan serius di tubuhku dan itu menggangguku menggapai kepingan mimpiku. Orang tuaku pun membawaku ke tempat yang akan membuatku sehat dan bisa tertawa bersamamu kembali”.
“Hmmm….lucukan, kamu pasti akan berpikir bahwa aku tampak sehat-sehat saja selama bersamamu, tapi mengapa demikian? Ha ha ha ha...., aku bahkan juga tidak tahu tentang tubuhku. Yang aku tahu sejak aku kelas 1 SMA aku sering merasa pusing dan kelelahan. Ku pikir itu karena aktivitasku di organisasi pecinta alam. Tapi semakin lama aku semakin merasa pusing dan pingsan. Dengan terpaksa aku mengikuti saran kedua orang tuaku. Sebenarnya, aku menolak karena aku tahu kamu akan sangat merindukanku. Begitu juga aku akan sangat merindukanmu. Jadi, untuk mengobati sejenak rasa rinduku, aku melihat dari jauh ketika perayaan itu. Kamu terlihat memakai gaun yang cantik dan tersenyum bahagia bersama teman-teman dan kedua orang tuamu. O ya….. aku juga melihat kamu tersenyum manis di hadapan ke kasihmu. Jadi aku rasa kamu akan hidup bahagia tanpaku, karena masih ada orang-orang di sekelilingmu yang sangat menyayangimu”.
“Taukah kamu, sebenarnya di malam itu pula, aku putus dengan kekasihku. Dia selingkuh di hadapanku dan pergi bersama pria lain ketika aku sangat membutuhkannya. Waktu dimana aku pingsan dan di larikan ke rumah sakit, tak sengaja aku melihat mereka berdua berpegangan tangan di taman rumah sakit. Saat itu, hatiku terasa teriris dan denyut nadiku terasa akan terhenti. Hingga aku sadar aku masih memiliki orang lain yang akan terus menyayangiku, di samping kedua orang tuaku, kaulah yang akan terus menyayangiku….Anggun, karena kau sahabatku”.
“Sahabat…..ya kau sahabatku satu-satunya. Meski sebenarnya aku meminta lebih dari sekedar sahabat. Lebih dari sekedar teman. Aku jatuh cinta padamu sejak kita menginjak kelas 2 SMP. Waktu itu, aku tersentuh dengan sikap baikmu terhadap kakek-kakek tua yang kamu bantu. Bersamaan dengan itu pula jantungku terasa berdegup kencang ketika kau melemparkan senyum manismu. Meski hanya 5 detik, namun mampu membuat jantungku berdebar-debar tak beraturan. Dan selama 5 menit aku melihatmu membantu kakek itu, aku merasa mulai menemukan teman hidupku. Menemukan kembali kepingan impianku. Kepingan impian yang ingin ku satukan menjadi sebuah mimpi besar yang akan kugapai bersamamu. Maafkan aku karena diam-diam menyukaimu. Bahkan hingga saat ini aku masih sangat menyukaimu”.
“Anggun…aku akan berjuang keras melawan parasit di tubuhku. Aku akan segera mengejar mimpiku setelah aku berhasil melawannya. Maafkan aku jika aku harus pamit melalui surat ini, karena aku tidak mampu bertemu denganmu, aku tak mampu memandang matamu. Anggun…tunggulah aku yang akan kembali sebagai sahabatmu, sebagai temanmu dan jika kamu bersedia tunggulah aku sebagai kekasihmu. Aku akan mengejarmu sebagaimana aku mengejar mimpiku, karena kamu juga mimpiku”.
“Anggun…ketika kamu membaca surat ini kuharap kamu memaafkanku. Surat ini sengaja aku taruh di album foto kita, karena aku yakin kamu akan menemukan dan membacanya. Aku masih ingat kebiasaanmu dulu. Ketika kamu merasa sedih, pasti akan pergi ke rumah pohon ini. Kamu selalu pergi ke rumah pohon jam 10 pagi hingga jam 3 sore. Lima jam kamu habiskan di rumah pohon ini hanya untuk mengutarakan kekesalanmu, keluh-kesahmu, mengukir dan melukis kebahagiaanmu. Aku mengingat semuanya. Jadi aku yakin kamu juga akan menemukan surat ini dalam selang waktu 5 jam yang sering kamu gunakan. Setelah jam 3 sore, kuharap kamu tidak segera pulang. Tunggulah 5 menit, karena aku akan datang padamu. Aku janji”. Angga-29 Juli 2012-“.
Aku mematung melihat tulisan terakhir Angga. Tanpa sadar aku melihat waktu telah menunjukkan pukul 3 sore. Segera aku turun ke bawah dan bersiap-siap pulang, karena aku tidak percaya dengan ungkapan terakhir di surat Angga. Hatiku telah remuk, rasa rindu yang semakin menjadi, dan kini aku mulai menemukan rasa yang lain, yakni rasa cinta untuk Angga. Dari hati yang paling dalam, aku sangat ingin menunggu hingga 5 menit, namun aku terlalu bingung dan takut. Bagaimana jika Angga tak datang dan bagaimana bila harapan kosong yang aku temui. Aku tidak ingin terluka lagi……….
Lima menit telah berlalu, aku bergegas turun dari rumah pohon dan kembali ke tempat singgahku. Baru tiga langkah aku menuju rumah, aku melihat siluet seseorang berjalan kearahku. Pandanganku tidak begitu jelas karena terpaan sinar mentari sore yang menyilaukan. Semakin lama langkah kaki seseorang itu semakin dekat, kakiku bergetar karena takut. Akupun membalikkan tubuhku ketika langkah itu semakin dekat dan bersiap untuk berlari. Namun apa daya, langkah itu telah begitu dekat dan ia berhasil menggenggam tanganku lalu memelukku dari belakang. Tubuhku bergetar ketakutan, hingga aku merasakan deru nafasnya di ceruk leherku. Nafas hangat yang membuatku cukup merasa nyaman. Ia membisikkan sesuatu di telingaku, meski lirih namun aku mendengarnya, karena jarak kami sangat dekat.
“Jangan takut,..aku akan melindungimu, menjagamu, karena kamu adalah mimpiku”.
Tubuhku kembali normal dan hanya sedikit rasa takut yang masih tersisa, namun tidak dengan jantungku. Jantungku terus berdebar, hatiku terasa nyaman begitu mendengar suara itu. Suara yang terasa familiar di telingaku, dan kalimat yang terakhir ia ucapkan “karena kamu adalah mimpiku”, aku mengingatnya. Kalimat yang sama persis dalam surat dari Angga.”Mungkinkah”? tanyaku dalam hati.
Aku segera membalikkan tubuhku, betapa terkejutnya aku melihat orang yang selama ini selalu aku rindukan. Orang yang selalu menjagaku dalam diam, orang yang selalu tertawa bersamaku dan orang yang telah membuat hatiku bimbang. Dialah Angga yang sekarang ada di hadapanku.
“Hai…Anggun. Lima tahun tidak berjumpa. Ku rasa kamu tambah cantik dan manis”.
Aku meneteskan air mata mendengar ucapannya. Aku merasa bahagia karena ini bukan mimpi. Dia benar-benar Angga yang aku rindukan.
“Hei…mengapa menangis? Apa kamu tidak ingin bertemu denganku? Tidak merindukanku? Atau kamu telah melupakanku? Dan kau sudah membaca suratku??”
Rentetan pertanyaan darinya aku hiraukan dan hanya senyuman yang bisa aku berikan. Aku terlalu bahagia hingga aku tak tahu bagaimana aku mengungkapkannya.
“Baiklah,..aku anggap kamu telah membaca surat dariku dan kamu kecewa padaku. Kalau begitu aku harus pergi, senang bertemu lagi denganmu…Anggun”.
“Jangan”, jawabku.
“Aku…a..aku..telah membaca suratmu. Aku sangat merindukanmu, tiap hari aku selalu menginginkamu hadir dalam hidupku. Aku telah menunggumu selama 5 tahun ini, berharap kamu akan hadir meski tidak mungkin. Aku bahagia melihatmu. Maafkan aku yang baru menyadari jika aku juga mengagumimu selama ini, maafkan aku yang mengesampingkanmu. Sebagai sahabat aku sungguh minta maaf karena aku tidak tahu apa yang terjadi pada dirimu. Maafkan aku yang tidak peka”
“Anggun…..sudahlah jangan menyalahkan dirimu terus-menerus. Semua yang terjadi adalah takdir. Ini akan menjadi kenangan indah kita berdua selamanya. Lalu bagaimana? Apakah kamu menungguku sebagai teman, sahabat, atau lebih dari keduanya?”
“Ya, aku menunggumu sebagai teman, sahabat dan…..aku menyukaimu, aku menunggumu sebagai kekasihku, Angga”.
“Terimakasih…Anggun, aku akan selalu berada disampingmu, menjagamu, melindungimu, membahagiakanmu dan tak akan membiarkanmu lepas dari hidupku, karena kaulah mimpiku. Anggun…aku butuh 5 tahun, 5 jam, 5 menit 5 detik untuk membuat aku sadar bahwa aku mencintaimu. Maukah kau menjadi kekasihku?”
“Angga…aku butuh waktu 5 tahun, 5 jam 5 menit 5 detik untuk menunggumu menjadi kekasihku dan sekarang aku ingin menjadi kekasihmu, karena kamulah bintang hidupku”
I LOVE YOU, AGGUN……I LOVE YOU TOO,… ANGGA
---------------------------------------------------