Read More >>"> Unexpected You (Gadis Berseragam) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Unexpected You
MENU
About Us  

Abimanyu

"Waduh, mas! Kita kena macet!" 

Aku melongok ke depan di mana barisan mobil sedang berbaris rapi tanpa ada yang bisa bergerak. Aku tidak menyangka, Surabaya bisa semacet ini di jam-jam krusial seperti ini. Aku memeriksa jam tanganku. "Saya sudah hampir terlambat, pak! Bapak tidak tahu jalan pintas apa gitu?" kataku mencoba mencari solusi. Murid baru terlambat? Tidak. Seumur-umur, aku tidak pernah mempermalukan diriku dengan datang terlambat ke sekolah. Sembari menatap barisan mobil yang sibuk meneriakkan klakson, aku melihat seorang siswi SMA yang berlari melewati mobil yang kami kendarai. Seragamnya sama sepertiku. Sepertinya dia satu sekolah denganku. Aku melihatnya berbelok di tikungan kecil di depan kami. "coba belok di tikungan itu pak! Kira-kira bisa sampai di sekolahan nggak?" kataku sambil menunjuk sebuah jalan yang cukup sempit yang kanan-kirinya banyak penjual asongan.

"baik mas!" katanya sambil banting setir dengan cepat.

Aku masih bisa melihat gadis berseragam itu berlari dengan cepat. Ia hampir menabrak sebuah gerobak ketika ia berbelok tanpa mengurangi kecepatannya.

"oh, kalau jalan ini saya tahu mas. Bisa ini, bisa tembus ke SMA Nusa Bangsa Mas!"

Yes! Aku mengangguk dan bersorak dalam hati "Ayo cepat pak!" aku menyuruhnya menambah kecepatan sedikit.

Ketika mobil kami berbelok ke sebuah belokan yang tadi dilalui gadis itu, aku melihat sebuah keributan di ujung jalan sana. Seorang ibu-ibu sedang marah-marah karena sayurannya jatuh ke jalanan. Tak lama kerumunan itu bubar dan aku melihat gadis itu lagi. Dia tersenyum sambil menunduk kepada para warga yang mengelilinya. Dia merapikan rambutnya yang berantakan dan tas punggungnya. Kemudian ia menghilang.

Tidak sampai sepuluh menit, mobil sudah berhenti di depan gerbang sekolah. 06.55. 5 menit lagi gerbang di tutup. Aku melihat gadis itu lagi, dia melewati gerbang ketika aku menutup pintu mobil. Baru seminggu aku menjadi murid di sekolah ini. Aku mulai bisa menghafal bagian-bagian dari gedung sekolah. Sepadan dengan namanya yang cukup terkenal untuk ukuran sekolah swasta, gedung sekolah ini cukup besar. Aku juga mulai terbiasa dengan model pembelajarannya. Sangat berbeda dengan korea memang, tapi aku bisa mengikutinya dengan baik. Meski ritme belajarnya sedikit lambat, semua pelajaran disampaikan dengan baik. Aku juga mulai bisa mengerjakan tugas-tugas sekolahku tanpa bantuan tutor bahasaku lagi. Entah bagaimana dengan Adi. Aku khawatir dia tidak terbiasa dengan semua perubahan yang mendadak ini.

Sepertinya dia nyaman di sini. Baru saja, aku melihatnya bercanda tawa dengan teman sekelasnya. Ya, dia memang seseorang yang mudah berbaur dan bisa terbuka dengan siapa saja, kecuali denganku. Tawa itu, aku sangat ingin mendengar suara tawanya di rumah. Aku tidak memperhatikan jalanku ketika sebuah tubuh menabrakku dengan sangat keras.

"Ups, Sorry sorry! Maaf nggak sengaja!" katanya dengan serba salah sambil menatap seragamku yang basah karena air minumnya. Gadis berseragam yang tadi. Aku bertemu dengannya lagi. "aduh, basah! Gimana nih?" aku bisa mendengar gumamannya. Aku memperhatikan poninya yang masih basah. Apakah itu karena ia berlari sepanjang jalanan tadi? "sebentar ya, aku cari tissu dulu" katanya dengan wajah panik. Ia meletakkan botolnya sembarangan dan meminta tissu pada teman-temannya. "maaf ya, seragammu basah." katanya lagi sambil mengusap seragamku yang basah beberapa kali.

Aku mundur selangkah dan memberikannya isyarat bahwa aku tidak apa-apa. Dia memperhatikanku sejenak hingga bel masuk terdengar, kemudian dia tersadar dan aku pergi melewatinya. Kejadian yang mengejutkan di pagi hari. hampir 3 kali aku melihat gadis berseragam itu. Aku melirik seragamku yang basah. tidak terlalu basah seperti tadi, sebentar lagi pasti akan mengering. Tidak butuh waktu lama agar aku bisa beradaptasi dengan pelajaran di sekolah ini. Materinya tidak terlalu banyak, dan kita tidak ditekan dengan peringkat atau apapun seperti di korea. Aku mulai menyukai indonesia. Pelajaran pagi ini adalah ilmu ekonomi, Aku memasuki kelas ketika sisi kelas sedang membuat kerumunan-kerumunan kecil. Aku mengacuhkan mereka dan membuka tasku. Aku masih ingin membaca lagi materi yang kubaca tadi malam.

Renata

Aku kacau hari ini. Apakah aku harus menuliskan kecerobohanku sejak pagi? Mas Bayu marah-marah karena aku membuat telurnya gosong tadi pagi. aku hampir menabrak gerobak es dawet ketika berangkat dan menyerempet ibu-ibu penjual sayur di dekat sekolahan. Belum sampai di sana, aku hampir lupa di mana aku menaruh kunci kantor ekskul ketika Kak Salman memintanya. Dan sekarang ketika kelas hampir dimulai, aku menumpahkan air minumku ke seragam seseorang. Fiuh.... Sudah cukup kesialanku pagi ini. Aku hanya ingin berdiam di perpustakaan sekarang. Tapi itu tidak mungkin, sekarang jam pelajaran Fisika, dan kelompokku sedang melakukan presentasi tentang hukum pascal. Tidak mungkin aku melarikan diri dari sini.

Aku mulai mengantuk ketika Silvia, salah satu siswa cerdas yang ada di kelompokku menjawab contoh soal yang telah kami bahas sebelumnya. Tiba-tiba, seseorang di sebelahku menarik seragamku.

"lo tadi ngapain sama si murid baru?" Vina berbisik

"murid baru yang mana?" jawabku tanpa mengalihkan perhatian dari papan tulis.

"itu, kembarannya Adi yang tadi di depan kelas kita"

Aku berpikir sejenak dan mengingat kembali wajah laki-laki itu. Karena penasaran, aku melirik Adi yang duduk tak jauh dariku.
wajahnya agak mirip sih, apa benar mereka kembar? aku memperhatikannya lebih seksama, tapi Vina kembali menarik seragamku lebih keras. Dan aku sadar bahwa namaku sedang dipanggil. Sial banget sih.

"Bagaimana Renata?" Tanya Bu Mela kepadaku.

"Iya bu," aku membaca catatanku tentang salah satu poin tentang hukum pascal yang sudah kami bahas kemarin. Aku berusaha membacanya dengan tenang dan percaya diri. Toh, kami sudah mempelajarinya beberapa hari lalu, dan Silvia siap untuk menyelesaikan contoh-contoh soal tentang hukum pascal.

"benar sekali." Bu Mela menanggapi apa yang kukatakan

Aku tersenyum puas. Ia lalu memperjelas apa yang kami sampaikan. Bu guru manis satu ini juga memberikan satu contoh soal yang cukup sulit yang belum kami coba. Bahkan Silvia mengerutkan kening menatap papan tulis. Ia sepertinya juga kesulitan. Kelas hening sejenak. Kami berkasak-kusuk mencoba menjawab soal yang baru saja dituliskan Bu Mela di papan tulis.

Ardan, siswa saingan Silvia tiba-tiba bertanya "berarti kita harus menemukan luas penampangnya dulu bu?"

Bu Mela mengangguk, dan Ardan tersenyum. Aku melihatnya sedang menyelesaikan soal dengan Adi. Aku mulai tidak tertarik dengan soal ini. Aku masih memandangi Adi dengan seksama sambil berpikir keras apakah benar anak laki-laki yang kutabrak tadi adalah saudara kembarnya, yang menurut anak-anak wajahnya aneh. Wajahnya memang unik, tapi bukan jenis yang bisa dibilang aneh. Kulitnya putih, dia juga tidak terlalu jelek, mungkin jika dia lebih murah senyum, anak-anak akan mulai ramah padanya. Aku menghentikan kegiatanku mengamati Adi. Tidak penting juga apakah mereka kembar atau tidak. Kenapa aku harus memikirkan pertanyaan Vina tadi?

Jam pelajaran telah berganti menjadi pelajaran agama. pak Ahmad masuk dan aku harus fokus ke pelajaran agar tidak jadi sasaran Pak Ahmad terus menerus seperti minggu lalu. Gara-gara sibuk dengan euforia mendapat novel Laut Bercerita secara gratis, aku lupa kalau kami harus menghafalkan dzikir sesudah shalat tarawih. Karena tidak bisa menghafalnya, aku terus-menerus diberikan pertanyaan seputar sejarah nabi-nabi yang sudah aku lupakan. Sial sekali.

"Ren, lo nggak ke kantin?"  tanya Vina ketika bel. Istirahat berbunyi.

"Nggak, aku harus ke kantor ekskul. Ada yang harus dipasang di papan mading." jawabku cepat sambil memasukkan notes ke saku rokku.

"nitip sesuatu nggak?" tanya Vina ketika aku sudah di luar kelas.

"nitip roti deh, yang bisa bikin kenyang dan nggak berisik" jawabku lewat sela-sela jendela. Vina mengacungkan jempolnya.

Aku berjalan cepat menuruni tangga agar segera sampai di kantor ekskul. Harusnya, konten mading ini sudah terpasang hari kamis lalu. Tapi karena suatu hal di kantor, kami semua lupa menggantinya. Guru bahasa yang juga pengasuh ekskul jurnalis sampai komplain kenapa kami belum juga memasangnya. Aku sampai di kantor ketika Kak Salman dan Kak Ilham ada di depan komputer. Mereka menyapaku singkat dan bertanya tentang Mading.

"iya, kak. Ini mau diganti." jawabku cepat.

"oke, hati-hati ya!" jawab kak Ilham. 

Sepertinya kak Ilham mulai hafal dengan kebiasanku yang ceroboh terhadap segala hal. Ia sampai memperingatkan bahwa aku harus hati-hati. Aku berlari menuju papan Mading yang terletak di dekat pintu keluar sekokah. Mading ini cukup luas dan... Tinggi. Untung saja, posrter yang harus kupasang kali ini, tidak harus dipasang di tempat yang tinggi. Bahkan sebisa mungkin semua siswa dapat melihatnya dalam sekali lirikan mata. Setelah membuka kunci mading, aku menempel poster ini. Belum selesai aku memasangnya, di belakangku sudah berdiri salah satu siswa. "pemilihan ketua osis?" gumamnya sambil menatap gambar yang aku tempel. Kemudian ia berlalu dengan temannya sambil membicarakan sesuatu.

Aku yakin, hampir separuh siswa di sekolah ini tahu bahwa pemilihan ketua OSIS akan segera digelar. Pastinya dengan suasana cukup meriah. Bagaimana tidak, di angkatanku kali ini, berkumpul para siswa sultan yang siap menguasai sekolah ini. Ada Putra donatur terbesar, putri pemilik yayasan, dan putra kepala sekolah. Dan aku yakin, merek bertiga hanya mengandalkan nama orang tua mereka. Kenyataannya, kemampuan leadership mereka 0. OSIS tahun ini pasti akan menjadi tahun terkelam bagi pengalaman kami bersekolah di sini.

Aku melanjutkan mengganti puisi yang aku buat bulan lalu dengan puisi yang baru aku buat minggu kemarin. Selesai menempelkannya, aku justru terpaku membaca puisiku sendiri. Tiba-tiba perasaan itu kembali. Perasaan marah, kecewa, dibuang, diabaikan, muak, hingga benci mendalam. Wajah lelaki itu sontak muncul di kepalaku bersamaan dengan kebencianku. Tidak, aku tidak mau perasaan ini menguasaiku sekarang. Aku buru-buru memasukkan lembar puisi dan konten lain yang baru saja kuganti ke  dalam map yang ku bawa. Aku baru akan berbalik ketika sebuah tubuh membentur kepalaku. Aku melihat map yang kubawa terjatuh dan semua isinya berserakan.

"maaf, saya tidak sengaja!" sebuah suara laki-laki memenuhi pendengaranku. Ia refleks memunguti semua kertas-kertas yang terjatuh. Aku masih terpaku, berusaha mengendalikan diriku yang terkejut karena laki-laki ini ada dibelakangku. 
Setelah selesai memungut semuanya, ia berdiri, dan aku tersadar dari lamunanku.

"maaf, aku tidak melihatmu!" kataku sambil mengulurkan tanganku. Anak laki-laki itu diam sambil menatap sebuah kertas di tangannya. itu puisiku. Mau apa dia dengan puisiku? Sepertinya laki-laki ini tidak melihat tanganku yang sedang menunggu map yang ada di tangannya "terima kasih telah mengambilnya" kataku leboih keras sambil mengulurkan tanganku lebih panjang, berharap kali ini ia mau memberikan map itu padaku.

Setelah beberapa detik, laki-laki di depanku ini menatapku, lalu melihat tanganku yang sedang terulur panjang.
Mulutnya membulat, lalu cepat-cepat memberikan map yang ia pegang. "boleh aku mengambil yang satu ini?" katanya sambil mengangkat kertas puisi milikku.

untuk apa kau mengambilnya? "maaf, tapi itu milikku. Aku ingin menyimpannya." jawabku tegas.

Dia kelihatan terkejut dan menatap kembali puisi itu. Aku sempat melihat pin nama yang ada di dada kanannya. Abimanyu. Apa benar dia kembaran Adi? Mereka berbeda. Sangat berbeda. Dengan wajah pasrah, dia akhirnya memberikan kertas itu padaku sambil berjalan meninggalkan mading. Apa yang mau dia lakukan dengan puisiku? aku memandangnya dengan curiga. Aku harus waspada

Abimanyu

Semenjak bel masuk berbunyi, semua anak di kelasku sedang meributkan pemilihan ketua OSIS yang katanya akan digelar sebentar lagi. Mereka berdiskusi siapa-siapa saja yang pasti akan mencalonkan diri menjadi ketua OSIS. Aku benar-benar tidak bisa fokus membaca pelajaran kali ini. Mereka benar-benar membuat bising. Kenapa juga guru Ekonomi ini tidak juga kunjung masuk kelas. Ketika aku ingin fokus menelusuri lembaran buku di depanku sebuah lengan menyikutku.

"bro, udah tau belum kalau sebentar lagi kita mau ada pemilihan caketos" Gilang. Laki-laki berbadan sedikit tambun yang duduk di sebelahku bertanya antusias.

Aku menggeleng "belum"

"lo tertarik mengajukan diri nggak?"

Seketik mataku membulat "tidak." kataku tegas. Niatku pindah ke sini adalah untuk belajar. Hanya belajar, setelah itu kuliah dan membantu Papa menjalankan perusahaannya. Tidak terbersit sedikitpun di benakku untuk ikut pemilihan OSIS dan semacamnya.

"kenapa? Jadi ketua osis enak tahu, lo bisa punya akses ke seluruh sekolahan, dikenal semua guru, dikenal semua murid di sini, dan lo pasti populer di sekolahan kita" Gilang menjelaskan dengan berapi - api.

Tidak, aku tidak butuh semua itu. "nggak penting" jawabku singkat dan menggeleng.

Dia kemudian pindah tempat duduk di bangku lain dan mengatakan rencananya mengusulkanku menjadi ketua OSIS. Mereka menatapku lekat-lekat seperti mengukur kemampuanku dari tempat duduk mereka. Diskusi tidak terarah ini terus berlanjut dan aku tidak peduli dengan hasil diskusi yang mereka hasilkan.

Guru Ekonomi akhirnya datang dang mengatakan permintaan maafnya karena datang terlambat. Suasana berubah menjadi hening dan kami mulai membahas tugas yang diberikan minggu lalu. Pelajaran berlangsung sangat tertib dan aku menyukai semua ini. Keteraturan dan ketertiban.

Bel istirahat berbunyi dan teman-temanku mengajakku menuju ke kantin. Well, kantin di korea sangat berbeda dengan kantin di Indonesia. Tapi sangat unik dan cukup menyenangkan. Kami membeli minuman dan beberapa makanan ringan. Aku hanya membeli minuman karena aku masih kenyang karena sarapan tadi pagi. Ternyata bukan hanya di kelas, di kantin pun pembahasan semua anak di sini sama. Pemilihan ketua osis.

"bro, lo jadi calon kita ya!" kata Gilang dengan suara rendah. Wajah memohonnya terlihat sangat serius.

"iya bro. Mau lah!" Fandi yang duduk di sebelahku menimpali. Aku menggeleng.

"kita pasti dukung lo, dan kita akan cari massa sebanyak-banyaknya" kata Gilang dengan antusias. Aku menggeleng tanpa menatap mereka. 

"lo penyelamat kita bro, kalau lo nggak mau, tahun ini bakalan jadi tahun paling nggak enak sepanjang gue sekolah SMA"

"memangnya kenapa?" akhirnya aku mengangkat wajah dan menatap mereka berdua.

Fandi menarik napas panjang lalu melihat Gilang yang sama pasrahnya seperti Fandi. Sepertinya ada yang mereka sembunyikan. Aku melirik mereka berdua dan meninggalkan kantin. "akhirnya, poster pemilihan ketua osis itu dipasang juga. Aku membacanya sekilas di mading." kata seorang cewek yang lewat di sebelahku. Aku jadi penasaran, kenapa Gilang dan Fandi ngotot agar aku mencalonkan diri menjadi ketua OSIS. Ada apa sebenarnya.

Aku berlari kecil menuju mading yang berada di sudut timur bangunan. Di sana, seorang cewek baru saja selesai menempelkan sesuatu di mading. Aku melihat poster itu. Biasa saja, tidak ada yang mencurigakan di sana. Lalu aku melihat di sudut kanan mading, tempat di mana sebuah puisi favoritku biasanya ditempel. puisinya sudah diganti. Aku membaca puisi itu dengan cermat. Seperti biasa, puisi ini selalu penuh emosi yang kelam. Aku hampir terlarut dalan kesedihan di puisi itu ketika gadia di depanku berbalik dan menabrakku.

Aku terkejut dan melihat map yang ia bawa terjatuh. "maaf, saya tidak sengaja!" kataku Refleks. Aku buru-buru mengambil kertas-kertas yang berserakan sambil memasukkannya kembalu ke dalam map. Ketika memasukkan lembaran yang terakhir, aku melihat puisi yang pertama kali membuatku jatuh hati. Aku membacanya lagi. Perasaan itu masih sama. Puisi ini bisa membangkitkan emosi siapapun yang membacanya. Aku mencari penulisnya tapi nihil, puisi ini anonim.

"terima kasih telah mengambilnya." aku mendengar kata-kata cewek di depanku. Aku mendongak, dan gadis berseragam itu ada di depanku lagi. Dia terlihat lebih manis ketika dilihat lebih dekat. Kemudian aku melihat tangannya yang terulur, seperti ingin mengambil map yang aku pegang. Cepat-cepat aku memberikannya dan meminta izin untuk membawa selembar puisi yang aku sukai. Tapi gadis ini menolak dengan tegas.

"maaf, tapi itu milikku. Aku ingin menyimpannya"

Sontak mataku membulat. Penulis puisi ini adalah gadis ini? Aku menatapnya sekali lagi, memandang rambut sebahunya yang melambai tertiup angin, memandang wajah juteknya yang masih terlihat manis meski sikapnya agak menjengkelkan. Dengan pasrah aku memberikan puisi itu dan berlalu meninggalkannya. Ada perasaan aneh ketika aku tau bahwa penulis puisi indah itu adalah gadis berseragam itu. Perasaan aneh yang sulit dijelaskan.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Farewell Melody
220      149     2     
Romance
Kisah Ini bukan tentang menemukan ataupun ditemukan. Melainkan tentang kehilangan dan perpisahan paling menyakitkan. Berjalan di ambang kehancuran, tanpa sandaran dan juga panutan. Untuk yang tidak sanggup mengalami kepatahan yang menyedihkan, maka aku sarankan untuk pergi dan tinggalkan. Tapi bagi para pemilik hati yang penuh persiapan untuk bertahan, maka selamat datang di roller coaster kehidu...
Kamu, Histeria, & Logika
54644      5544     58     
Romance
Isabel adalah gadis paling sinis, unik, misterius sekaligus memesona yang pernah ditemui Abriel, remaja idealis yang bercita-cita jadi seorang komikus. Kadang, Isabel bisa berpenampilan layaknya seorang balerina, model nan modis hingga pelayat yang paling berduka. Adakalanya, ia tampak begitu sensitif, tapi di lain waktu ia bisa begitu kejam. Berkat perkenalannya dengan gadis itu, hidup Abriel...
Dunia Alen
3413      1132     1     
Romance
Alena Marissa baru berusia 17 belas tahun, tapi otaknya mampu memproduksi cerita-cerita menarik yang sering membuatnya tenggelam dan berbicara sendiri. Semua orang yakin Alen gila, tapi gadis itu merasa sangat sehat secara mental. Suatu hari ia bertemu dengan Galen, pemuda misterius yang sedikit demi sedikit mengubah hidupnya. Banyak hal yang menjadi lebih baik bersama Galen, namun perlahan ba...
Rekal Rara
8487      3161     0     
Romance
"Kita dipertemukan lewat kejadian saat kau jatuh dari motor, dan di pisahkan lewat kejadian itu juga?" -Rara Gleriska. "Kita di pertemukan oleh semesta, Tapi apakah pertemuan itu hanya untuk sementara?" -Rekal Dirmagja. ▪▪▪ Awalnya jatuh dari motor, ehh sekarang malah jatuh cinta. Itulah yang di alami oleh Rekal Dirmagja, seorang lelaki yang jatuh cinta kepada wanita bernama Rar...
Daybreak
2858      1435     1     
Romance
Najwa adalah gadis yang menyukai game, khususnya game MOBA 5vs5 yang sedang ramai dimainkan oleh remaja pada umumnya. Melalui game itu, Najwa menemukan kehidupannya, suka dan duka. Dan Najwa mengetahui sebuah kebenaran bahwa selalu ada kebohongan di balik kalimat "Tidak apa-apa" - 2023 VenatorNox
The Savior
3732      1149     10     
Fantasy
Kisah seorang yang bangkit dari kematiannya dan seorang yang berbagi kehidupan dengan roh yang ditampungnya. Kemudian terlibat kisah percintaan yang rumit dengan para roh. Roh mana yang akan memenangkan cerita roman ini?
Kepada Gistra
450      336     0     
Short Story
Ratusan hari aku hanya terfokus mengejar matahari. Namun yang menunggu ku bukan matahari. Yang menyambutku adalah Bintang. Kufikir semesta mendukungku. Tapi ternyata, semesta menghakimi ku.
Golden Cage
441      244     6     
Romance
Kim Yoora, seorang gadis cantik yang merupakan anak bungsu dari pemilik restaurant terkenal di negeri ginseng Korea, baru saja lolos dari kematian yang mengancamnya. Entah keberuntungan atau justru kesialan yang menimpa Yoora setelah di selamatkan oleh seseorang yang menurutnya adalah Psycopath bermulut manis dengan nama Kafa Almi Xavier. Pria itu memang cocok untuk di panggil sebagai Psychopath...
Orange Blossom
585      408     3     
Short Story
Kesepian, mimpi dan perjuangan, dua orang kesepian yang terikat dalam kesendirian, kisah yang bermula dari segelas Orange Blossom.
Pemeran Utama Dzul
349      231     4     
Short Story
Siapa pemeran utama dalam kisahmu? Bagiku dia adalah "Dzul" -Dayu-