Read More >>"> AKSARA (Pesan Terakhir Untuk Aksa) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - AKSARA
MENU
About Us  

Kara,

Kehilanganmu adalah hal yang paling menyakitkan bagiku. Rasanya ada yang hilang dari sebagian nafas yang selama ini kuhirup. Awalnya aku siap, meski terkadang pula aku goyah. Aku kira sebuah keajaiban akan hinggap begitu saja kala doa selalu tersemat di sepertiga malam untukmu. Aku kira keajaiban akan tiba untuk orang-orang yang tabah. Ternyata tak semua yang kurahapkan terjadi, Kar. Kamu pergi begitu cepat dari yang aku perkirakan. Kamu pergi sebelum aku sempat mengucapkan betapa bersyukurnya aku memiliki kamu.

Kara,

Ternyata aku tak sekuat yang kubayangkan. Aku kira aku akan ikhlas melepaskan kepergianmu yang tak akan pernah kembali lagi. Aku kira aku akan sanggup menjalani hari tanpamu lagi. Ternyata lagi dan lagi aku keliru, Kar. Aku lemah. Yang kulakukan hanyalah meratapi duka yang menjelma menjadi luka.

Kara,

Tak ada lagi tawa yang membuatku merasa bahagia. Tak ada lagi senyum yang membuat hatiku bergetar. Tak ada lagi hangat yang membuatku tak lagi merasa kedinginan. Pelangi yang kau buat dahulu, kini lenyap tak tersisa. Bersama kepergianmu yang membekaskan rindu menggebu. Ternyata kehilanganmu adalah perasaan paling menyakitkan untukku.

Kara,

Meski begitu, aku beruntung pernah mencintai kamu. Aku beruntung pernah dicintai kamu. Perjalanan singkat kita begitu indah sehingga melukiskan kenangan yang luar biasa.

Aksa yang mencintai Lengkara. Meski kita tak bisa bersama, setidaknya semesta pernah mempersatukan kita disegenap waktunya.

Aksara.

 

Sudah satu minggu lebih Aksa hanya meringkuk di kamarnya. Ia hanya beranjak untuk mandi dan meratapi kepergian Lengkara. Bapak, mama, dan teman-temannya sampai habis akal untuk membujuk Aksa. Mereka selalu melakukan berbagai cara, tapi Aksa tetap geming dan tak mau beranjak sama sekali dari kehilangannya.

Sore ini cuaca tidak begitu cerah namun tak begitu redup juga. Semilir angin menyapu dedaunan hingga bergoyang mengikuti intonasi udara. Hujan tak lagi turun, hanya ada bercak-bercak sisa genangan air dan tetesan yang turun melalui dedaunan. Nyatanya semesta telah lelah, mengikuti kesedihan Aksa yang tak ada habisnya. Hingga pergi tanpa pamit, hanya menyisakan semilir dingin yang membelenggu.

Dengan ratapannya, Aksa memandang kosong ke arah depan. Pemuda itu duduk memeluk lutut dengan lamunannya. Kondisinya berbeda daripada sebelumnya. Aksa begitu kacau, sama seperti beberapa tahun yang lalu. Perlu 2 tahun untuk Aksa kembali pulih dari kesedihannya. Kini ia tak tahu dan tak bisa memprediksi kapan ia kembali menjadi Aksa seperti biasanya. Sebab ia tak akan pernah kembali menemukan seseorang seperti Lengkara maupun seperti kakaknya.

“Aksa..”

Aksa geming, suaranya cukup Aksa kenali. Namun pemuda itu tak berniat untuk menoleh atau sekedar merespon dengan suaranya.

Fera dapat merasakan kehancuran yang dialami oleh Aksa. Ia pun sebenarnya masih berduka, namun atas bujukan Galen dan kedua orangtua Aksa, serta pesan terakhir dari Lengkara yang harus ia tunaikan, Fera datang ke rumah Aksa. Menemui pemuda yang terlihat berbeda dari terakhir kali ia lihat.

Kepergian Lengkara memang menyisakan banyak luka, terutama untuk orang-orang yang begitu menyayangi Lengkara.

Fera duduk tepat di samping Aksa. Kemudian ia mengikuti arah pandang Aksa. “Betapa bahagianya Lengkara dapet pacar dan suami kayak lo, Sa. Seandainya gue dan dia gak pernah musuhan, pasti gue bakal sering jadi tempat dia cerita bahwa dia bersyukur dan bahagia banget punya cowok kayak lo.”

Aksa masih tak merespon. Seolah hanya dia seorang diri di sana tanpa Fera. Mata sembabnya terpaku pada sebuah bunga yang sudah layu.

“Lengkara dapetin cowok yang luar biasa tulusnya mencintai dia. Sosok lelaki sempurna yang selalu Lengkara impikan.” Fera tersenyum getir mengingat cerita Lengkara dulu. “Makanya dia gak pernah pacaran, bukan karena dia gak laku, tapi dia pengen nemuin seseorang yang ketika dia lihat, dia jatuh cinta. Dan mungkin Lengkara jatuh cinta saat pertama kali lihat lo, Sa.”

Aksa menoleh, merasa tertarik dengan cerita Fera. Lantas Fera tersenyum getir, ternyata memang benar setiap orang punya bekas luka karena ditinggalkan Lengkara. Ia mengira hanya dirinyalah yang terpuruk di dunia ini karena kehilangan sahabatnya. Ternyata ada yang lebih terluka, bahkan sampai seberubah ini.

Aksa terlihat kurus, matanya sayu dan wajahnya pucat. Terlihat jauh berbeda dan jauh dari kata baik-baik saja. Dia bukan lagi Aksa yang gagah, bukan lagi Aksa yang terlihat berwibawa. Pandangannya bahkan terlihat kosong. Fera benar-benar tak sanggup menatapnya lebih lama. Ternyata sedalam itu cinta Aksa pada Lengkara. Seandainya semesta memberi kesempatan mereka berdua untuk bersama lebih lama, pasti Aksa tak akan sekacau ini. Atau mungkin ini sebabnya Lengkara memintanya untuk menyampaikan pesan terakhir ini.

“Sa, lo sadar gak apa yang lo lakuin ini bikin Kara sedih di sana.” Mata Fera menerawang pada langit yang mulai memancarkan sinarnya kembali setelah awan hitam menguasai benderangnya. “Semakin kita larut dalam duka, semakin perih yang dirasakan Kara. Dia gak akan pernah tenang di sana, Sa, kalau lo gak ikhlasin dia.”

Aksa menangkup keningnya dengan satu tangan. Pandangannya tetap kosong seraya memikirkan perkataan Fera yang ada benarnya.

“Kita sama-sama terluka dan berduka, Sa, atas kepergian Kara. Walaupun secara gak langsung dulu kita udah siap kehilangan dia. Gue juga awalnya terpuruk banget karena harus pisah selamanya sama sahabat gue, orang yang bahkan sangat kenal gue dibandingkan gue sendiri. Dia satu-satunya sahabat terbaik gue. Gue gak ngerti lagi kenapa harus secepat itu dia pergi.” Fera mengelap air matanya yang jatuh. “Tapi kita jangan terlalu menangisi kepergian dia, Sa. Tugas kita sekarang hanya berdoa biar dia tenang di sana. Kita harus belajar merelakan sebuah perpisahan. Meski kematian adalah perpisahan paling menyakitkan. Dan ini,” Fera menyerahkan buku bersampul hitam percis seperti buku yang pernah Aksa lucuti dalamnya, ia bacai semua tulisan-tulisan indah di dalam buku milik Lengkara. “Dia nitipin ini ke gue malam hari pas di pantai. Gue terkadang suka berpikir, mungkin Lengkara udah tahu kapan kematiannya. Makanya dia mempersiapkan segalanya.”

Aksa meraih buku itu. Digenggamnya buku yang pernah membuat dirinya dan Lengkara dekat. Buku yang seolah menjadi pintu masuk ke dalam hati Lengkara. Ia ingat betul ekspresi Lengkara kala mencari bukunya yang hilang. Seakan buku ini adalah sebagian nyawa yang tak boleh jauh darinya.

“Banyak banget yang pengen dia ceritain ke lo, tapi dia rasa waktunya gak akan cukup. Jadi dia tulis semuanya di situ. Buku keramat, dia bilang.” Fera terkekeh dengan hati yang begitu sesak. “Gue harap lo bisa secepatnya ikhlas melepas dia, Sa. Karena bagaimanapun terlalu lama berduka gak baik buat kesehatan lo.”

Fera berdiri, ia sempat menepuk pundak Aksa dan berlalu. Meninggalkan Aksa dengan bagian dari diri Lengkara yang masih hidup dan abadi dalam buku itu. Catatan penuh dengan rasa dan rindu yang tertanam di sana. Tertuju pada Aksa seorang yang begitu Lengkara sayang.

Lantas dengan berat, dibukanya buku itu. Sesak makin menjalar kala foto mereka menempel di kertas paling depan. Kemudian, Aksa membuka catatan selanjutnya, curhatan Lengkara yang seolah menggerutu pada temannya. Membahas tentang kekesalannya hari itu sehingga Aksa terkekeh pelan membacanya.

Pada lembar lain, Aksa menemukan deretan harapan dan impian Lengkara yang sebagian besar Aksa wujudkan. Secara otomatis air mata Aksa kembali menetes. Ia kembali teringat masa-masa indah bersama sang gadis. Momen yang tak akan pernah Aksa lupakan sampai kapanpun. Sebab, bersama Lengkara meski momennya sederhana, Aksa selalu ingat.

Aksa merunduk, air matanya semakin deras. Hatinya perih, seperti ditikam sebuah pedang tajam di dadanya. Ia begitu merindukan Lengkara yang tak akan pernah lagi bisa ia dekap.

Dengan berat, Aksa memaksa jemarinya untuk membuka lembaran lain. Memperlihatkan tulisan yang belum ia baca sama sekali. Seperti kata Fera, mungkin ini tulisan baru Lengkara.

...........

Terima kasih untuk semua yang telah kamu beri. Terima kasih sebab kamu selalu memperlakukanku selayaknya ratu yang dicintai. Di setiap hari, tak lekang syukur kupanjatkan dalam hati. Memiliki kamu yang begitu aku cintai. Senyumanmu, dekapanmu, kecupmu pada keningku, menjadi pelengkap untuk rasa bahagia dan nyaman yang kamu suguhkan dengan sukarela untukku.

Lengkara terdiam sesaat, lantas senyumnya terukir kala melihat Aksa melambaikan tangan di lapangan, sementara dirinya duduk di tribun.

Aku tak pernah mengira bahwa aku akan menjadi milikmu. Kamu, satu-satunya lelaki yang berhasil meluluhlantahkan hatiku. Saat kita bernyanyi bersama untuk kali pertama, aku mengakui bahwa diriku mulai jatuh cinta. Namun aku menyembunyikannya sampai kamu menyatakan.

Lengkara menyisir tiap helai rambut Aksa dengan jemarinya. Sementara Aksa sibuk memerhatikan Lengkara dari bawah dengan senyumnya. Pada posisi seperti ini Lengkara terlihat semakin cantik.

“Kara sayang Aksa.”

Aksa tersipu, dadanya hangat saat mendengar suara dan kalimat itu. “Aksa sayang Kara.”

Kamu adalah seseorang yang membuatku lupa akan kematian. Kamu adalah seseorang yang setiap waktu tak lelah memberiku secercah harapan. Kamu adalah seorang penyelamat. Menarikku dari jurang kegelapan dan kemudian memelukku dengan penuh kasih sayang. Terima kasih sekali lagi, telah mencintaiku apa adanya. Aku tak tahu dengan apa aku harus membalas semua juangmu. Juang yang begitu berharga selayaknya berlian yang tak akan pernah bisa ditandingi siapapun, termasuk aku.

........

Aksa masih penasaran untuk membuka halaman selanjutnya. Setelah catatan itu mengoyak hatinya. Rindu menggebu kala membaca tiap bait yang begitu hidup. Ia merasakan Lengkara begitu dekat dengannya. Berbicara melalui kata-kata indah, menyampaikan kasih yang selama ini sebagian hanya sampai pada catatan dalam buku ini.

........

Aku tahu, akan berat untukmu kala diriku tak lagi di sisimu. Rindu akan selalu bertumpuk tanpa lagi dihabiskan oleh temu. Luka akan makin tertanam bila air mata selalu mewakili luka. Namun, relakanlah kepergianku bila nanti aku benar-benar tak kembali. Jangan terlalu larut dalam kesedihan yang tiada akhir. Hidupmu harus terus berlanjut, seperti sebelum kita bertemu dan saling jatuh cinta. Aku tak ingin selamanya kamu terjebak dalam nestapa. Yang aku ingin kita sama-sama bahagia meski berbeda dunia.

Aksa memutar bola matanya kala Lengkara memaksanya untuk memakai masker wajah. Ini kali pertamanya Aksa diperlakukan sebagai boneka oleh kekasihnya. Benar kata bapak, jika ingin membahagiakan kekasih dengan cara sederhana, menurut apa katanya, sekalipun dijadikan seperti badut.

Lengkara nampak menikmati momen ini, melukis wajah Aksa dengan kuas kecil miliknya. Aksa terlihat pasrah namun sesekali tertawa karena geli dengan kuas yang mengenai wajahnya.

Aku tak ingin lagi melihat luka yang tersirat di matamu. Tak ingin lagi menatap lebih lama kesedihan yang selalu berusaha kau sembunyikan di balik senyum yang kau tampilkan. Itu adalah luka untuk aku, Aksa. Aku merasa gagal untuk selalu membahagiakanmu sebagai balasan bentuk sayangku. Namun yang hanya bisa kulakukan adalah membuatmu setiap waktu takut akan kehilangan.

Maaf, maaf, dan maaf. Hanya itu yang bisa kusampaikan. Di kala takdir tak mendengarkanku, aku hanya bisa meminta maaf dan mendoakan yang terbaik untukmu. Jangan bersedih, aku tak suka melihatmu menangis seperti ini.

.........

Untuk sesaat Aksa menjauhkan buku itu darinya. Ia habiskan separuh waktu untuk menangisi kepergian. Lengkara ternyata tahu betapa tersiksanya Aksa selama ini. Takut kehilangan Lengkara yang ternyata terjadi dengan nyata. Seandainya Aksa punya keberanian lebih untuk menutupi keegoisannya. Mungkin saja ia tak akan pergi dan mengkhianati cinta Lengkara. Mungkin ia tak akan melampiaskan semuanya pada Diana. Ia akan selalu mendampingi Lengkara, tanpa melukainya, tanpa mengurai tangisnya. Aksa merasa bodoh dan ceroboh. Seharusnya ia habiskan waktu sebelum kehilangan ini kian menyiksanya. Bersama Lengkara di akhir hayatnya, mengukir juta keindahan yang abadi dalam ingatan.

Aksa lupa pesan bapak untuk tidak menyakiti perempuan. Dengan  keegoisan dan rasa takut yang hinggap pada dirinya, Aksa nekad menyakiti Lengkara sekaligus Diana yang tak tahu apa-apa. Ia merasa gagal menjadi seorang lelaki seperti bapak.

Aksa Adinata,

Betapaku bersyukur dicintai dan mencintaimu. Betapaku bersyukur bertemu dan mengukir kisah indah denganmu. Aku tak tahu lagi syukur semacam apa yang aku lantunkan dalam hati. Sebab hadirmu bagai anugerah terindah dalam hidupku. Kamu mengajarkanku banyak hal yang membuatku menjadi lebih baik. Kamu menuntunku keluar dari keegoisan dan menapaki jejak penuh keikhlasan.

Sekarang, mungkin sebelum aku selamanya pergi, aku ingin berucap pesan. Anggap saja sebagai kalimat selamat tinggal yang tak mampu aku relungkan.

Aksa, hidupmu masih panjang. Jangan terpaku pada duka yang menyakitkan. Tetaplah melangkah meski itu sulit. Tetaplah menjadi Aksa yang begitu aku cintai. Meski tempat kita nanti berbeda, aku tetap mencintai dan berdoa untukmu. Jangan bersedih, Aksa, ingatlah cintaku di atas sana tak akan pernah habis untukmu. Sebab, kamu adalah seseorang yang pertama dan terakhir yang menduduki singgasana hatiku.

Dari kekasihmu, Lengkara.

“Tapi kenapa rasanya masih sakit, Kar.” Aksa merintih.

Ia sudahi menjelajahi sosok Lengkara yang masih hidup di catatan itu. Ia tak kuasa lagi menapaki jejak suara hati Lengkara. Rasanya ia masih tak rela dengan kepergian itu. Namun semesta tak lagi memberikan kemurahan hatinya untuk mengembalikan Lengkara pada dekapannya. Waktunya dan Lengkara telah usai. Kini kisah mereka hanya menjadi bagian dari kenangan. Dunia mereka telah berbeda, namun meski begitu cintanya tetap sama.

...........

Lengkara Mahreen Khansa

Aku tak pernah mengira cintaku akan seluar biasa ini padamu. Aku tak pernah berencana bahwa kasih sayangku akan sedalam ini untukmu. Awalnya aku hanya penasaran, dan ternyata rasa penasaran itu membawaku menuju kisah yang begitu indah. Aku tahu, tak mudah melupakan sosok dirimu yang melekat dalam hati. Namun merelakan harus tetap aku lakukan. Sebab, aku inginkan dirimu di sana tenang.

Terima kasih telah hadir dan dengan sukarela mengukir kisah indah bersama-sama. Aku tak akan pernah melupakan tiap rangkaian cerita yang kita ciptakan. Semua abadi dalam ingatan, termasuk cinta yang selalu disuguhkan melalui lantunan doa yang kupanjatkan.

Terima kasih telah membuatku mencintaimu seperti bapak mencintai mama. Kasih ini bahkan tak pernah pudar meski dirimu telah tiada. Aku bersyukur menorehkan seluruh rasa pada orang yang pantas menerima. Dan kini Tuhan lah yang menjagamu. Sebab, Dia terlampau menyayangimu dan inginkan dirimu tenang di sana tanpa merasakan sakit yang sama.

Tenanglah di sana, Lengkara. Tetap tersenyum dan meski semesta kita berbeda, aku tetap menjadikan dirimu sebagai juara pertama. Seseorang yang telah begitu dalam kucintai apa adanya. Seseorang yang mengenalkanku arti jatuh cinta yang sebenarnya. Kini, aku siap merelakan kepergianmu. Aku berdoa dan berharap semoga kita bertemu dan kembali melanjutkan kisah yang sempat terhenti karena waktu.

Aksa meletakan catatannya itu tepat di atas tempat peristirahatan terakhir Lengkara. Tersenyum dengan sorot mata yang sayu. Setelah 2 bulan terpuruk dalam kehilangan, Aksa mencoba bangkit demi dirinya dan Lengkara. Dan demi orang-orang yang mengharapkannya kembali seperti sedia kala. Kemudian Aksa melantunkan doa dengan mengangkat kedua tangannya, matanya terpejam dan doa berseru dalam hatinya. Setelahnya, sekali lagi Aksa mengusap nisan bertuliskan ‘Lengkara Adinata’ dengan penuh kasih sayang.

“Aku pulang dulu ya, sayang? Nanti kita ketemu lagi dan bercerita di sini.”

.......

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Gloomy
528      337     0     
Short Story
Ketika itu, ada cerita tentang prajurit surga. Kisah soal penghianatan dari sosok ksatria Tuhan.
Perahu Waktu
360      240     1     
Short Story
Ketika waktu mengajari tentang bagaimana hidup diantara kubangan sebuah rindu. Maka perahu kehidupanku akan mengajari akan sabar untuk menghempas sebuah kata yang bernama rindu
AUNTUMN GARDENIA
104      90     1     
Romance
Tahun ini, dia tidak datang lagi. Apa yang sedang dia lakukan? Apa yang sedang dia pikirkan? Apakah dia sedang kesulitan? Sweater hangat berwarna coklat muda bermotif rusa putih yang Eliza Vjeshte kenakan tidak mampu menahan dinginnya sore hari ini. Dengan tampang putus asa ia mengeluarkan kamera polaroid yang ada di dalam tasnya, kemudian menaiki jembatan Triste di atas kolam ikan berukura...
fall
3838      1157     3     
Romance
Renata bertemu dua saudara kembar yang mampu memporak-porandakan hidupnya. yang satu hangat dengan segala sikap manis yang amat dirindukan Renata dalam hidupnya. satu lagi, dingin dengan segudang perhatian yang tidak pernah Renata ketahui. dan dia Juga yang selalu bisa menangkap renata ketika jatuh. apakah ia akan selamanya mendekap Renata kapanpun ia akan jatuh?
Lost in Drama
1687      641     4     
Romance
"Drama itu hanya untuk perempuan, ceritanya terlalu manis dan terkesan dibuat-buat." Ujar seorang pemuda yang menatap cuek seorang gadis yang tengah bertolak pinggang di dekatnya itu. Si gadis mendengus. "Kau berkata begitu karena iri pada pemeran utama laki-laki yang lebih daripadamu." "Jangan berkata sembarangan." "Memang benar, kau tidak bisa berb...
Secret World
3039      994     6     
Romance
Rain's Town Academy. Sebuah sekolah di kawasan Rain's Town kota yang tak begitu dikenal. Hanya beberapa penduduk lokal, dan sedikit pindahan dari luar kota yang mau bersekolah disana. Membosankan. Tidak menarik. Dan beberapa pembullyan muncul disekolah yang tak begitu digemari. Hanya ada hela nafas, dan kehidupan monoton para siswa kota hujan. Namun bagaimana jika keadaan itu berputar denga...
Iblis Merah
8044      2214     2     
Fantasy
Gandi adalah seorang anak yang berasal dari keturunan terkutuk, akibat kutukan tersebut seluruh keluarga gandi mendapatkan kekuatan supranatural. hal itu membuat seluruh keluarganya dapat melihat makhluk gaib dan bahkan melakukan kontak dengan mereka. tapi suatu hari datang sesosok bayangan hitam yang sangat kuat yang membunuh seluruh keluarga gandi tanpa belas kasihan. gandi berhasil selamat dal...
Baret,Karena Ialah Kita Bersatu
675      395     0     
Short Story
Ini adalah sebuah kisah yang menceritakan perjuangan Kartika dan Damar untuk menjadi abdi negara yang memberi mereka kesempatan untuk mengenakan baret kebanggaan dan idaman banyak orang.Setelah memutuskan untuk menjalani kehidupan masing - masing,mereka kembali di pertemukan oleh takdir melalui kesatuan yang kemudian juga menyatukan mereka kembali.Karena baret itulah,mereka bersatu.
karena Aku Punya Papa
436      312     0     
Short Story
Anugrah cinta terindah yang pertama kali aku temukan. aku dapatkan dari seorang lelaki terhebatku, PAPA.
Summer Whispering Steam
1331      684     0     
Romance
Mereka menyebutnya Nagisano Shizuka, sebuah kedai kopi yang berlokasi di garis pantai Okinawa, Jepang, permata tersembunyi di tepian Samudera Pasifik yang menawarkan tempat peristirahatan sempurna dari hiruk-pikuk duniawi. Perpaduan sempurna antara estetika tradisional Jepang dan suasana pantai membuatnya dikenal sebagai “Mimpi Panjang di Musim Panas Semesta.” Seorang Manajer bernama Yuki ...