Loading...
Logo TinLit
Read Story - AKSARA
MENU
About Us  

Aksa merebahkan tubuhnya ke atas kasur. Matanya menerawang ke langit-langit kamar. Membayangkan sekaligus memikirkan kejadian barusan. Mengapa ia harus seperhatian itu kepada Lengkara? Mengapa ia harus sampai menggendong Lengkara tanpa memedulikan bagaimana orang-orang melihat adegan itu? Kenapa dirinya harus bersikeras untuk menyuruh Lengkara agar berhenti berjalan di bawah hujan? Bukankah itu hak Lengkara? Mengapa ia harus ikut campur? 

Pertanyaan demi pertanyaan itu menyerang nurani Aksa. Pemuda itu dibuat bingung oleh perlakuannya sendiri. Saat Aksa bersama Lengkara, entah mengapa berbagai tindakan yang tak pernah ia lakukan, ia lakukan kepada Lengkara. Padahal sebelumnya ia tak pernah seperti itu kepada orang lain, terlebih perempuan. Ia tak mengerti lagi dengan dirinya sendiri dan apa yang sebenarnya terjadi. Apa dirinya mulai jatuh hati kepada gadis yang bernama Lengkara itu? 

Jika memang jatuh cinta? Mengapa harus secepat ini? Pada gadis yang bahkan selalu membuatnya bingung dan penasaran dengan tingkah lakunya. Gadis yang memberikan teka-teki secara tidak langsung dan memenuhi kepalanya dengan banyak pertanyaan. Gadis yang selalu dengan sengaja melintas dalam benaknya, hingga jari jemarinya refleks memetik gitar dan menghasilkan nada sesuai isi hatinya. Beginikah rasanya mulai jatuh cinta? Atau ini bukan cinta?

Aksa mendengus. Ia lelah berperang dengan dirinya sendiri. Ia merasa kewalahan menjawab pertanyaan demi pertanyaan yang tak berhenti memutari kepalanya seakan menuntut jawaban yang pasti. Padahal dirinya sendiri bingung dengan perasaan di hatinya. Merasa diam adalah kesempatan untuk memikirkan berbagai hal mengenai Lengkara, Aksa meraih buku dan pulpennya yang selalu berada di atas kasur. Karena sesekali Aksa selalu menuliskan hal yang tak terduga dalam pikirannya. 

Konspirasi apa yang sedang semesta rencanakan kepadaku kali ini? Mengapa seorang gadis yang hadirnya bahkan memberikan jutaan teka-teki, bisa tinggal dalam kepala dan sewaktu-waktu muncul ketika diri ini tenggelam dalam nestapa penuh kebimbangan. Seistimewa itu kah ia sampai memiliki tempat bernaung dalam kepala? Jika ini memang jatuh cinta, mengapa rasanya begitu membingungkan alih-alih mendebarkan? Atau kah hanya penasaran yang muncul tatkala belum menemukan jawaban akhir dari teka-teki yang secara tidak langsung ia suguhkan pada diri ini? 

Kepada gadis yang hari ini entah di mana, cepat beritahu diriku, sihir apa yang kau berikan sehingga bayangmu begitu asik bertengger dalam ingatan? 

Aksa 

........

Lengkara mulai gelisah bercampur resah kala bayang demi bayang momen tak terduga bersama Aksa berputar dalam kepala. Lengkara gusar, takut benar-benar menjatuhkan hatinya terhadap Aksa. Hal yang paling Lengkara hindari, pun selain dengan Aksa. Lengkara berupaya untuk tidak dekat dengan siapapun karena ia takut suatu hari orang yang mencintai dan menyayanginya merasakan kehilangan yang mendalam karena kepergiannya. Lengkara tak ingin menyakiti siapapun yang berhak bahagia tanpa beban. Meski dirinya sendirilah yang harus berperang dengan berbagai hal yang kini mendekapnya erat-erat. 

Mengalihkan pada berbagai kegiatan agar tak memikirkan Aksa, tetap saja rasanya percuma. Sebab perlakuan Aksa padanya terus saja melintas bagai sebuah vidio yang tak bisa diberhentikan. Lengkara mendengus kesal, membanting buku yang tengah ia pegang. Lantas Lengkara mengambil kunci motor sang kakak yang tergeletak sembarang. Pergi tanpa berpamitan pada kedua orangtuanya atau penghuni rumah yang lain, Lengkara menelusuri malam seorang diri. Melawan dinginnya udara tanpa menggunakan jaket sebagai pelindung. Tempat yang kini ia tuju adalah GOR di kampus. Biasanya malam-malam begini tak ada siapapun di sana. 

Sesampainya di GOR, Lengkara memutuskan untuk lari menelusuri tiap sudut GOR bagian dalam. Tak peduli seberapa lelah dirinya nanti, yang penting sosok Aksa dan segala macam yang bertengger dalam pikiran terhempas hilang mengudara bersama angin. 

........

Bahkan hari ini, Aksa kembali menemukan Lengkara tengah berlari mengelilingi lapangan di GOR seorang diri. Padahal sebelumnya ia tak pernah kedatangan siapapun di sini di luar jadwal latihan. Aksa memang selalu berlatih seorang diri—kadang bersama teman-temannya untuk mempersiapkan diri menghadapi kejuaraan selanjutnya. Dan kini, seseorang hadir tanpa ia duga. Gadis yang secara tak sengaja masuk ke dalam dunianya. 

Berinisiatif, Aksa kembali keluar menuju kantin yang berada di sekitar GOR. Setelah selesai bertukar uang dengan dua botol air mineral, Aksa kembali ke GOR dan masih mendapati Lengkara yang berlari tanpa henti dan tak menyadari bahwa sedari tadi Aksa memerhatikannya. 

Sudah 10 menit berlalu, namun Lengkara tak juga berhenti. Aksa yang telah menyelesaikan ganti pakaian dan pemanasan merasa heran dengan tingkah Lengkara yang diluar dugaan. 

“Hei!” 

Lengkara abai, gadis itu terus berlari tanpa henti. 

“Lo gak sadar ada gue di sini daritadi?” 

Lengkara tak menoleh sedikitpun meski ia tahu sedari tadi ada Aksa. Dalam hati ia menggerutu, kenapa harus selalu ada Aksa?

Aksa menghela nafas jengah, lagi-lagi Lengkara bersikap seperti ini padanya. Karena kesal, Aksa memutuskan untuk menghadang gadis itu. “Lo budeg?” semprot Aksa saat berhasil membuat Lengkara berhenti berlari. Hampir saja Lengkara menabrak Aksa, jika dirinya tidak langsung mengerem. 

Gadis itu ngos-ngosan. Keringat telah memenuhi wajahnya dan membasahi dada serta punggungnya. Namun yang membuat kening Aksa berkerut adalah Lengkara nampak pucat. Lebih pucat daripada seseorang yang keletihan karena berolahraga. 

“Kenapa lo lari malam-malam gini? Sendirian lagi.” Decak Aksa pada gadis yang masih susah payah mengatur nafasnya. 

Dengan nafas yang masih terengah-engah sembari mengelap keringatnya, Lengkara bertanya balik, “Kenapa lo ada di sini? Lo selalu ngikutin gue ya?” Lengkara menatap Aksa dengan tatapan menelisik. 

“Lo kali yang ikutin gue.” Bantah Aksa. “Kalau untuk soal hujan-hujanan itu, gue emang gak sengaja lihat lo. Tapi soal rooftop dan latihan di sini, gue gak ngikutin lo. Gue emang setiap hari diem di rooftop dan setiap malam kamis olahraga sendirian di sini.” Jelasnya, tak ingin Lengkara sampai salah paham. 

Lengkara memutar kedua bola matanya. Memutuskan untuk kembali melanjutkan larinya untuk menghilangkan apapun yang mengusik pikirannya. “Awas, gue mau lari lagi.” 

Aksa menahan lengan gadis itu, “Lo udah pucet gini masih mau lari? Apa lo gak cape?” omelnya. 

Lengkara menggeleng tanpa menatap Aksa. Ia menepis tangan Aksa yang memegangnya. 

Aksa mendengus. Bukan ada maksud lain, namun jika terjadi sesuatu dengan Lengkara, sementara ia ada di sini, otomatis ia yang akan bertanggung jawab. “Gue gak mau ambil resiko kalau lo kenapa-napa.” Ancam Aksa, ia kembali menghadang Lengkara. 

“Emang gue siapa lo? Emang pas gue hujan-hujanan, gue sakit, gue bakal nyalahin lo, gitu?” cecar Lengkara. Bersamaan dengan nafasnya yang masih memburu, Lengkara tumpahkan kekesalan di dalam dirinya kepada pemuda di hadapannya. Lengkara tak ingin terjebak dalam suasana seperti ini. Suasana yang mengusik pikiran dan hatinya, dan membuatnya resah setiap waktu karena ketidakmampuan untuk menerima apapun. Termasuk perasaan yang perlahan tumbuh di hatinya karena perlakuan Aksa akhir-akhir ini. 

Aksa lantas bungkam, ia tiba-tiba diserang dengan fakta yang Lengkara lontarkan. 

“Gue gak pernah minta pertanggungjawaban lo dari dulu juga. Lo nya aja yang suka banget ikut campur sama urusan orang lain.” 

“Tetep aja, masa gue harus biarin adik tingkat gue hujan-hujanan sampai sakit? Apalagi kejadian waktu itu malam-malam. Kalau lo kenapa-napa, sementara gue sempet lihat dan cuek ke lo, gue termasuk orang jahat dong!” 

Lengkara mendengus, bagaimana Aksa tidak melekat dalam pikirannya jika pemuda itu selalu berlaku seperti ini padanya? Perhatian, padahal bukan siapa-siapa.  

“Sekarang gue tanya sama lo. Lo tuh kenapa sih? Hobi banget hujan-hujanan sambil nangis, ngelamun sambil nangis dan sekarang olahraga di malam hari tiba-tiba banget. Lo sebenernya ada masalah apa? Apa ini semua karena lo merasa tertekan di organisasi? Atau ada masalah lain yang—“ 

“Cukup ikut campur urusan gue. Sekalipun gue mati, lo gak akan rugi.” Ketus Lengkara membuat Aksa melongo. “Sa, gue minta tolong sama lo, jangan lo campurin urusan gue. Jangan so-soan perhatian ke gue. Lo dan gue gak ada ikatan apapun, gue gak punya hutang apapun sama lo, dan lo sendiri gak punya hutang sama gue. Jadi dari sekarang, cukup ikut campur kehidupan gue!”

Kemudian dengan kesal Lengkara menyenggol tubuh Aksa saat dirinya berjalan melewati Aksa. Sehingga satu botol minuman dalam genggaman pemuda itu jatuh ke lantai. Setelah mengambil tasnya, Lengkara memutuskan untuk pulang dan meninggalkan Aksa seorang diri dengan berbagai pertanyaan yang kembali hinggap di kepalanya. 

Aksa menyadari bahwa tindakannya bodoh. Mengapa ia harus peduli pada seorang gadis yang bahkan baru ia kenali beberapa hari ini? Tapi pada kenyataannya, Aksa telah begitu tenggelam dalam rasa yang tak bisa ia pastikan. Aksa selalu menyangkal dan mempertahankan logika daripada isi hatinya. Di sisi lain, Aksa tetap teguh pada keyakinannya jika ada sesuatu dibalik semua hal yang Lengkara lakukan akhir-akhir ini. 

Sementara di luar, Lengkara mulai menangis seiring langkahnya menjauh dari GOR. Jika saja bisa, mungkin Lengkara akan sebahagia layaknya gadis yang tengah jatuh cinta saat Aksa selalu memberikan perhatian untuknya. Mungkin saja dirinya akan dengan senang hati menerima kehadiran Aksa meski belum pasti. Namun segala kemungkinan itu tak akan pernah terjadi. Sebab ada sebuah benteng yang menjulang tinggi membatasi Aksa dan Lengkara. Benteng yang sengaja Lengkara buat sendiri agar siapapun termasuk Aksa tak masuk ke dalam hidupnya yang menyedihkan ini. 

Bersamaan dengan itu, nyeri di kepalanya mulai kambuh kembali dan cairan merah muncul dari hidungnya. Lengkara sampai meringis dan pertahanannya rubuh, ia mengelap dengan asal mimisannya itu. Gadis itu duduk di atas marmer dingin dengan tangis yang tak berhenti. Seandainya ia bisa memilih, Lengkara tak ingin hidupnya menjadi semenyakitkan ini. Kadangkala Lengkara ingin hidup normal kembali, namun Sang Pecipta tak memberi kesempatan itu lagi. 

Dan seharusnya, dia tak datang kemari malam ini. 

Di dalam GOR Aksa menghela nafas dalam. Dipandanginya botol minuman yang tadinya akan ia berikan kepada Lengkara. Hatinya berseru mendukung Aksa untuk menjemput Lengkara, namun logikanya menahan dirinya untuk duduk di kursi ini. Ia kembali terjebak dalam pikirannya sendiri. Mengenai rasa yang tak mampu ia pastikan terhadap Lengkara. Benarkah ini hanya penasaran? Atau benarkah Aksa mulai jatuh hati? Seperti inikah jatuh hati untuk pertama kali pada seorang perempuan? Atau hanya rasa sepintas saja yang bisa sewaktu-waktu menghilang? 

Namun, apapun rasa yang bertengger di dalam diri Aksa, botol minuman yang ada digenggamannya itu menjadi jawaban. 

Niatnya berolahraga tak Aksa laksanakan. Pemuda itu malah memangku kepala dan memijitnya secara perlahan. Tak bisa apapun sebab kembali sosok Lengkara menguasai dirinya. 

Lengkara, 

Bilamana dirimu tak memiliki sihir apapun untuk menjebakku dalam sosokmu yang selalu bersemayam nyata di ingatanku

Lantas apa yang menarik dalam dirimu sehingga membuatku tertarik?

 

Kepada Semesta, 

Rencana apa yang Kau susun untuk kami berdua? 

Kenapa Kau membuat kami tenggelam dalam bimbang tak berujung? 

 

Ingin rasanya aku berenang ke daratan

Menjauh dari rasa yang semakin menenggelamkan

Rasa yang sampai saat ini belum bisa kupastikan

Entah jatuh cinta atau hanya sekedar rasa penasaran saja terhadap gadis yang nyaris tak pernah menampakkan senyum tulusnya 

Aksa 

........

 

Kepada Sang Pembolak-balikan Hati, 

Bilamana takdir ini tlah membelenggu diri

Tak memberi celah untuk kembali merasakan kebebasan semesta 

Tak diberi kesempatan dua kali untuk merasa bahagia 

Tolong, jangan Kau tumbuhkan rasa yang menjebak diriku untuk melampaui batasanku

Cukup rasa sakit ini yang membelenggu

Untuk cinta, kumohon jangan

Sebab akan sulit bagiku untuk melepas 

Saat waktu yang tak pernah ditunggu itu tiba

Lengkara 

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
THE YOUTH CRIME
5050      1420     0     
Action
Remaja, fase peralihan dari anak-anak menuju dewasa dengan dua ciri khusus, agresif dan kompetitif. Seperti halnya musim peralihan yang kerap menghantui bumi dengan cuaca buruk tak menentu, remaja juga demikian. Semakin majunya teknologi dan informasi, semakin terbelakang pula logika manusia jika tak mampu mengambil langkah tegas, 'berubah.' Aksi kenakalan telah menjadi magnet ketertarika...
Love: Met That Star (석진에게 별이 찾았다)
1973      1087     2     
Romance
Kim Na Byul. Perempuan yang berpegang teguh pada kata-kata "Tidak akan pacaran ataupun menikah". Dirinya sudah terlanjur memantapkan hati kalau "cinta" itu hanya sebuah omong kosong belaka. Sudah cukup baginya melihat orang disekitarnya disakiti oleh urusan percintaan. Contohnya ayahnya sendiri yang sering main perempuan, membuat ibunya dan ayahnya berpisah saking depresinya. Belum lagi teman ...
Ginger And Cinnamon
7756      1716     4     
Inspirational
Kisah Fiksi seorang wanita yang bernama Al-maratus sholihah. Menceritakan tentang kehidupan wanita yang kocak namun dibalik itu ia menyimpan kesedihan karena kisah keluarganya yang begitu berbeda dari kebanyakan orang pada umumnya itu membuat semua harapannya tak sesuai kenyataan.
Let's See!!
2355      992     1     
Romance
"Kalau sepuluh tahun kedepan kita masih jomblo, kita nikah aja!" kata Oji. "Hah?" Ara menatap sahabat kentalnya itu sedikit kaget. Cowok yang baru putus cinta ini kenapa sih? "Nikah? lo sama gue?" tanya Ara kemudian. Oji mengangguk mantap. "Yap. Lo sama gue menikah."
Jika Aku Bertahan
12985      2727     58     
Romance
Tidak wajar, itu adalah kata-kata yang cocok untuk menggambarkan pertemuan pertama Aya dengan Farel. Ketika depresi mengambil alih kesadarannya, Farel menyelamatkan Aya sebelum gadis itu lompat ke kali. Tapi besoknya secara ajaib lelaki itu pindah ke sekolahnya. Sialnya salah mengenalinya sebagai Lily, sahabat Aya sendiri. Lily mengambil kesempatan itu, dia berpura-pura menjadi Aya yang perna...
Caraphernelia
1046      547     0     
Romance
Ada banyak hal yang dirasakan ketika menjadi mahasiswa populer di kampus, salah satunya memiliki relasi yang banyak. Namun, dibalik semua benefit tersebut ada juga efek negatif yaitu seluruh pandangan mahasiswa terfokus kepadanya. Barra, mahasiswa sastra Indonesia yang berhasil menyematkan gelar tersebut di kehidupan kampusnya. Sebenarnya, ada rasa menyesal di hidupnya k...
Pahitnya Beda Faith
477      343     1     
Short Story
Aku belum pernah jatuh cinta. Lalu, aku berdo\'a. Kemudian do\'aku dijawab. Namun, kami beda keyakinan. Apa yang harus aku lakukan?
Goresan Luka Pemberi Makna
1995      1482     0     
Short Story
langkah kaki kedepan siapa yang tau. begitu pula dengan persahabatan, tak semua berjalan mulus.. Hanya kepercayaan yang bisa mengutuhkan sebuah hubungan.
XIII-A
978      692     4     
Inspirational
Mereka bukan anak-anak nakal. Mereka hanya pernah disakiti terlalu dalam dan tidak pernah diberi ruang untuk sembuh. Athariel Pradana, pernah menjadi siswa jeniushingga satu kesalahan yang bukan miliknya membuat semua runtuh. Terbuang dan bertemu dengan mereka yang sama-sama dianggap gagal. Ini adalah kisah tentang sebuah kelas yang dibuang, dan bagaimana mereka menolak menjadi sampah sejar...
Renjana
537      392     2     
Romance
Paramitha Nareswari yakin hubungan yang telah ia bangun selama bertahun-tahun dengan penuh kepercayaan akan berakhir indah. Selayaknya yang telah ia korbankan, ia berharap agar semesta membalasnya serupa pula. Namun bagaimana jika takdir tidak berkata demikian? "Jika bukan masaku bersamamu, aku harap masanya adalah milikmu."