Randu merasa dikhianati. Ia telah menyiapkan segala hal, mulai dari menyogok Kang Mus agar mengizinkan mereka--ia dan Geboy--memperbaiki kerusakan motor pelanggan, mengiming-imingi gear dan knalpot baru pada tiga senior Geng Senter--juri tantangan hari ini, dan membeli puluhan kopi untuk menahan anggota lain tetap di sana. Ia butuh banyak saksi dalam momen penting ini, bukan?
Tapi, ia enggak pernah mengira ada satu sosok yang seharusnya enggak terlibat, justru datang paling awal, duduk di depan, dan menyemangati sepenuh hati. Bukan untuknya, melainkan Geboy.
Kira.
Dalam kesepakatan sebelumnya, Geboy sudah melakukan tugas dengan baik--meminta Kira menjauhinya sebentar. Tapi, kalau ternyata gadis itu masih mau repot-repot menginjak kaki di bengkel, ia enggak bisa berbuat apa-apa. Sayangnya, Randu bodo amat. Ia mau fair play, dan sang pujaan hati akan meruntuhkan keadilan itu.
"Lo sengaja ajak dia ke sini biar gue gagal fokus, kan?"
Protes pertama yang dilontarkan Randu hanya dibalas embusan napas panjang oleh Geboy. Semula ia sungguh kurang tahu mengapa Kira bisa di sini. Ia sudah memblokir nomor gadis itu agar Randu enggak banyak bacot. Sebisa mungkin enggak berkomunikasi juga. Tapi, melihat bagaimana Komal cengar-cengir di pojok ruangan sambil makan papeda, ia bisa membaca situasi.
"Bukan gue. Lo tanya aja sama orangnya sendiri."
"Bullshit, lo suruh Komal, kan?"
Geboy memutar bola matanya. "Kurang kerjaan banget. Lo pikir gue punya banyak waktu buat itu? Mending gue latihan biar bisa ngalahin lo, lah."
Rencana yang dimaksud Komal sangatlah murahan. Geboy cuma bisa geleng-geleng. Meski masuk akal, kesannya tetap kurang etis. Mau sebesar apa pun keinginannya untuk menang, Geboy merasa resah dengan kekacauan Randu. Ia berpikir, jika sepupunya itu tetap uring-uringan, selamanya juga ia akan diganggu ke sana kemari.
"Jadi gimana? Lo mau nyerah sekarang?" sambung Geboy lagi, sebab lelaki di depannya terlalu lama bergeming.
Mereka sudah di tempat Kang Mus selama dua jam. Seharusnya, sepuluh menit lagi pertandingan mereka dimulai, mengingat seluruh senior sudang datang, termasuk Aco. Tapi, kaki Randu malah gemetaran dan keringat dinginnya bertebaran. Belum apa-apa, ia takut kalah. Pandangannya enggan terlepas dari Kira yang sibuk meminum boba bersama Komal. Penampilan gadis itu hari ini sangat imut. Setelan pink-ungu dengan paduan pita pelangi. Sepatu putihnya juga menambah sensasi pastel yang mencuat dari auranya. Argh, ia bisa gila!
Randu perlu memutar strategi.
Geboy tentu menangkap gelagat itu. Tapi, ia hanya menunggu. Sesekali ia menoleh pada Aco yang terus menunjuk arloji. Makin siang, makin panas pula hawa di sini--yang berarti akan menambah tensi perseteruan mereka. Semua orang khawatir.
"Ndu?" panggil Geboy kemudian.
"Gue mau kita balapan."
"Hah?"
Randu mengangkat kepala. "Gue nggak bakal bisa mikir kalau ada gangguan di sini, tapi gue bisa ngegas di jalanan."
"Bentar, jadi maksud lo? Kita cancel ini semua."
"Tunda. Kita adain nanti tanpa Kira." Randu mengatur napas.
"Ogah. Sarap lo! Senior dan anak-anak geng udah di sini, njir."
"Ya maka dari itu gue ngajak balapan, biar mereka nggak nganggur. At least ada yang ditonton. Mereka tetep bisa taruhan."
Geboy menepuk jidat. Bisa-bisanya keputusan konyol itu ditawarkan. Ia sudah capek-capek belajar, masa begini saja langsung pindah haluan? Ia enggak habis pikir.
"Ribet banget sih hidup lo. Tinggal main aja apa susahnya? Lo pikir balapan gampang gitu? Emang udah nyiapin track? Udah minta izin ke warga sekitar? Udah cek performa motor? Mikir, dong!"
"Lo yang harusnya mikir sejak awal! Kalau nggak mau kejadian begini, nggak usah bawa-bawa cewek!"
Raut muka Geboy makin merah padam. "Gue udah bilang itu bukan kelakuan gue!"
"Tetep lo yang salah!"
"Sat!"
Kegaduhan itu seketika menyita perhatian. Mendengar kata 'cewek' yang sudah jelas mengarah ke Kira, Komal langsung gelagapan. Ia pun segera mengikuti Aco yang tergopoh-gopoh menghampiri Geboy dan Randu. Mereka segera memisahkan keduanya sebelum huru-hara lain berlanjut.
"Ada apa ini?"
Geboy menatap sinis pada Randu lalu menjawab, "Dia mau balapan sekarang dan nge-cancel agenda hari ini."
"Gue bilang tunda, goblok! Bukan cancel."
"Diem lu, cuk!"
"Heh, udah!" Aco mendorong bahu Geboy agar lebih menjauh dari Randu.
Randu masih terdiam di tempatnya. Sekilas ia melirik Kira yang enggak kalah mematung juga. Mungkin, gadis itu terkejut atas amarah Geboy yang jarang keluar. Atau mungkin lagi, ia bingung dengan apa yang terjadi. Jelasnya, Randu kurang tahu. Ia hanya mau Geboy menuruti keinginannya sekali lagi.
Tapi, lelaki itu tampak kembang kempis seakan mau menelan Randu hidup-hidup. Ia segera didudukkan dan diberi air putih, guna menenangkan diri. Komal pun mendekat dan memijat pundak Geboy pelan.
"Bangke, gara-gara lo, nih," omel Geboy.
"Ya maaf, siapa ngira kalau tuh anak alay banget begini." Komal berbisik.
Aco berkacak pinggang. "Udah waras, Boy?"
"Sori, Bang. Gue capek soalnya. Semalem begadang."
"Iya, terus? Lo bisa bicarain ini dengan kepala dingin. Inget, lo ketua, Boy. Mau se-hectic apa pun urusan lo sama Randu, lo tetep harus jaga keharmonisan geng."
Geboy masih enggak terima. "Dia yang mulai duluan. Bantuin tengahin, lah, Bang."
"Oke, sekarang mau lo gimana?"
"Tetep eksekusi motor sesuai rencana."
"Lo puas kalau entar menang karena lawan lagi di titik terendah?"
"It's not my business."
"Lo puas, nggak?" ulang Aco penuh penekanan.
Geboy sontak mendengkus lalu menggeleng. "Kalau gitu, lo bawa Kira keluar dari sini. Dia masalahnya."
Komal, yang diajak bicara, langsung ke depan dan menghadap Geboy. "Lo tega ngusir cewek?"
"Gue nggak ngusir, tapi emang nggak seharusnya dia di sini."
"Gue bawa dia buat dukung lo."
"Nope. Lo lakuin itu buat bantuin gue jatuhin Randu dan it works. Tapi gue nggak ambil. Terlalu murah. Jadi, mending lo ajak beli Starbucks sana, bilang kalau gue yang minta. Dia hafal kok kesukaan gue apaan, langsung cabut aja. Ajak keliling beli martabak sekalian. Pokoknya se-lama mungkin yang lo bisa."
Komal menelan ludah. Ia lalu mengangguk dan beranjak menghampiri Kira. Tanpa berbasa-basi, ia menarik gadis itu keluar bengkel, meninggalkan mereka yang berkepentingan di sini.
Randu melirik. Matanya memicing mengikuti arah gerak Komal. Ia kemudian bersedekap, menunggu Geboy berbicara empat mata.
"Puas? Dia udah cabut, jadi lo nggak punya alasan lagi buat tiba-tiba balapan."
Randu menghela napas. "Oke. Ayo mulai kalau gitu."
"Siapa takut?"
Aco lekas memanggil Kang Mus dan senior Geng Senter yang lain. Mereka segera bergerombol membentuk lingkaran, briefing sebentar. Setelahnya, dua lelaki yang memakai celana training mengeluarkan motor dan menyiapkan berbagai alat. Geboy dan Randu pun menyiapkan diri sambil beradu pandang.
Kali ini mesti berhasil, batin keduanya kurang lebih sama.
***