TIGA hari telah berlalu.
Kimrawa masih dalam kondisi koma. Ucapan Sayu benar, Kimrawa memang tidak mati. Tapi entah sampai kapan ia bisa sadar kembali. Hal itu membuat Naru bimbang akan melakukan apa jika tidak ada dia di sisinya.
Kondisi organisasi yakuza yang dipimpin Kimrawa pun sempat goyah jika Sayu tidak mengurusnya dengan cepat karena serangan mendadak dari musuh beberapa hari yang lalu.
“Tuan Muda…” Panggil Sayu membuat Naru memalingkan wajahnya ke arah Sayu. Spontan ia melepaskan genggaman tangannya yang sedari tadi memegang tangan Kimrawa yang masih tak sadarkan diri.
“Ada sesuatu yang harus Saya sampaikan pada Tuan Muda. Kita harus pergi ke suatu tempat…” dan merekapun meninggalkan Kimrawa yang di jaga dua penjaga di dalam ruang kamarnya. Sedangkan dua penjaga lainnya di luar pintu kamar. Bahkan puluhan penjaga siap di segala sudut rumah sakit. Termasuk di gedung lain yang berdekatan. Seorang sniper juga telah bersiaga kapanpun untuk menjaga pemimpin Yakuza Naga dari kejauhan. Menghalau musuh yang siap datang kapanpun.
Kini Naru dan Sayu berada di sebuah taman yang tak jauh dari rumah sakit. Taman itu terlihat tenang dan masih belum ramai karena hari masih pagi.
Hal itu semakin memudahkan Sayu untuk menceritakan sebuah cerita yang selama satu tahun ini ia jaga dengan baik. Apalagi kalau bukan karena perintah ketuanya, Kimrawa.
“Ada tiga hal yang harus Saya ceritakan pada Anda Tuan Muda. Jadi Saya harap Anda mendengarkannya dengan baik…”
“Ayolah Sayu. Sudah aku bilang berapa kali. Bicaralah yang santai dan pelan padaku. Aku masih kesulitan menangkap arti ucapanmu yang terlalu cepat dalam bahasa Jepang!” Sungut Naru kesal.
“Ah. Baik Tuan Muda.” Jawab Sayu mengangguk pasti.
“Naru. N-A-R-U.” Potong Naru cepat.
“Baik Naru. Tapi Saya akan bicara santai ketika tidak di hadapan ketua saja.” Naru mendesah kesal.
“Pertama, Saya akan menceritakan tentang kehidupan ketua sebelum memiliki dan memimpin organisasi yakuza yang terkenal di seantero Tokyo ini. Dulu beliau memiliki seorang keluarga kecil yang bahagia. Seorang istri dan anak perempuan.
Istrinya adalah orang Indonesia dan mereka tinggal di sana untuk waktu yang cukup lama. Jadi tidak heran jika ketua masih fasih berbicara Bahasa Indonesia dengan Tuan Muda.
Singkat cerita kehidupannya berubah ketika ia harus kehilangan anak perempuan satu-satunya yang waktu itu masih berusia lima tahun di sebuah pusat perbelanjaan.
Semua hal telah beliau lakukan. Namun tetap saja anaknya tidak bisa ditemukan. Hal itu membuat sang istri sakit-sakitan. Dan dua tahun kemudian istri ketua pun meninggal dunia.” Sayu berhenti bercerita. Dia memandang sejenak ke arah Tuan Muda di sampingnya. Dia yakin saat ini Naru benar-benar sedang berusaha meresapi setiap ucapannya.
“Karena sudah tidak ada lagi orang-orang yang beliau cintai di dunia ini. Maka beliau pun memutuskan untuk bunuh diri…”
“A-apa!? Bunuh diri!?” Teriak Naru terkejut. Sayu sudah menduganya.
“Sebentar, Saya belum selesai bercerita…” Naru pun mengangguk mempersilahkannya bercerita kembali.
“Tapi sebuah keajaiban tiba-tiba menghampirinya. Ketika beliau hendak bunuh diri dengan terjun dari jembatan yang terkenal dengan sebutan jembatan bunuh diri di Tokyo. Ketika itu pula ketua melihat ada keributan yang terjadi di bawah jembatan di dekat sungai.
Keributan itu membuat ketua marah karena aksi bunuh dirinya terganggu. Beliau pun turun dan menghampiri mereka. Ternyata mereka adalah dua geng yakuza yang sedang berkelahi memperebutkan wilayah.
Aku sangat ingat saat itu ketua berteriak lantang dan mengatakan ‘Jika dari kalian semua tidak ada yang menang melawanku bertarung. Maka biarkan aku menyelesaikan masalah kalian yang memperebutkan wilayah seperti anak kecil yang memperebutkan mainannya!’
Saat itu semua orang yang mendengarnya tertawa mencemooh. Akhirnya mereka pun menyetujuinya dan langsung menyerang ketua.
Tidak ada yang menduga sama sekali. Hanya butuh dua jam saja maka dua geng yakuza yang terdiri dari kurang lebih 50 orang telah berhasil dikalahkan oleh ketua tanpa sisa.” Naru menelan ludah mendengar cerita Sayu yang sepertinya terdengar sangat mengerikan. Sayu tersenyum melihat tingkahnya yang mudah di tebak.
“Di situlah untuk pertama kalinya Saya melihat dan mengenal ketua. Karena saat itu Sayalah orang terakhir yang bertarung melawannya dan kalah.
Saat itu Ketua berkata dengan tersenyum, ‘Mulai saat ini tidak ada lagi yang namanya perkelahian memperebutkan wilayah, tempat, atau apapun itu dengan kekerasan. Mulai sekarang kalian adalah satu geng. Tidak melainkan sebuah organisasi bernama Yakuza Naga.’
Maka malam itu pun kami di pimpin olehnya untuk pertama kali sebagai sebuah organisasi yakuza yang anti kekerasan. Kecuali kalau benar-benar harus terpaksa melakukan kekerasan. Karena selama ini ketua mengajarkan kami menggunakan otak dan sisi manusiawi kami sebagai manusia.”
Naru semakin penasaran dengan cerita Sayu. Dia pun semakin memperhatikan setiap kata yang Sayu ucapkan dengan baik.
“Tiga belas tahun Yakuza Naga telah di pimpin ketua dengan kekuatannya. Semakin banyak anggota, semakin luas nama kita, dan semakin di kenal oleh orang-orang.
Maka dengan kemashyuran organisasi ini, musuh pun mulai banyak bermunculan. Tapi hal itu tidak membuat ketua takut atau mundur. Justru kami semakin berani dan kuat dengan berbagai pemikiran-pemikiran dan muslihat canggih yang ia berikan pada kami.
Namun, suatu hari ketika ia memutuskan untuk pergi ke luar negeri yaitu Indonesia untuk mengunjungi makam istrinya setelah tiga belas tahun berlalu. Justru beliau datang kembali dengan membawa seorang anak laki-laki. Membawanya ke kehidupannya. Membawamu, Naru.”
Naru hanya berkedip beberapa kali. Wajahnya masih belum hilang dari rasa terkejut.
“Hal itu sempat membuat pertikaian kecil diantara kami, karena kami berpikir bahwa… Ah, sepertinya Saya melewatkan bagian kedua. Saya akan lanjutkan cerita ini ke bagian yang ketiga setelah Saya menceritakan bagian kedua yang harus saya beritahu pada Tuan Muda…”
“Oh tidak, kau merusak suasana saja Sayu! Lanjutkan saja!” Keluh Naru meregangkan tubuhnya. Membiarkan cahaya matahari pagi mengenai tubuhnya.
“Maafkan Saya Naru. Maaf, ini karena Saya harus melakukan apa yang telah di amanahkan ketua pada Saya. Jadi saya harus…”
“Oke! Lalu apa hal bagian kedua yang kau maksud itu?” Potong Naru tak sabar. Sayu melihatnya sekilas seperti Kimrawa, ketuanya yang tidak sabaran.
“Ketua meminta Saya untuk memberikan amplop ini pada Tuan Muda.” Kata Sayu sembari memberikan sebuah amplop cokelat yang tidak terlalu tebal. Naru hendak membukanya namun segera Sayu mencegah.
“Tunggu! Jangan buka sekarang. Tuan Muda harus membukanya setelah mendengar hal bagian ketiga.” Dengan mendengus kesal Naru mengiyakannya.
“Bagian ini sangat penting karena menyangkut tentang Tuan Muda sendiri. Jadi Saya mohon Tuan Muda mendengarkannya dengan baik dan juga tolong jangan terlalu terkejut mendengarnya…”
Entah kenapa setelah Sayu mengatakan hal tersebut membuat Naru merasakan aura yang berbeda. Naru tidak terlalu mempedulikannya dan penasaran dengan cerita Sayu selanjutnya.
“Jadi Tuan Muda bukanlah anak angkat yang telah mengalami kecelakaan yang membuat Tuan Muda jadi kehilangan ingatan yang selama ini ketua ceritakan pada Tuan Muda.
Melainkan Tuan Muda adalah seorang siswa SMA yang tak sengaja ketua tabrak waktu ketua hendak mendatangi makam mendiang istrinya di Indonesia.
Saat itu di malam hari, ketua dan supirnya tersasar sampai ke tengah hutan. Ketika mobil mereka sedang melaju kencang, saat itu Tuan Muda muncul tiba-tiba dari dalam hutan dan tak sengaja di tabrak oleh mobil ketua.
Kondisi Tuan Muda sangatlah kritis karena banyak kekurangan darah. Tuan Muda sempat di rawat di rumah sakit di sana selama beberapa jam.
Namun karena ketua menghindari prosedur yang menyusahkan di negara itu. Akhirnya ketua mencari jalan aman dan membawa Tuan Muda ke Jepang dengan pesawat pribadinya.”
Naru terlihat mengusap wajahnya. Matanya masih belum hilang dari rasa terkejut. Sayu sangat memahaminya.
“Lalu, bagian ketiga ini memang masih ada hubungannya dengan bagian kedua. Gelang tasbih yang ketua berikan pada Saya untuk di berikan kepada Tuan Muda.
Ini adalah barang berharga yang Tuan Muda miliki yang ada di pergelangan tangan Tuan Muda saat kejadian itu.” Kata Sayu sembari memberikan sebuah kotak persegi panjang berwarna cokelat tua yang saat itu sempat Naru lihat ketika di dalam kamar Kimrawa.
“Bukankah ini… benda berharga milik Om, maksudku Ayah… kenapa bisa…”
“Dahulu ketua pernah membuatkan sebuah gelang yang terbuat dari batu asli. Gelang itu seperti tasbih yang ia lingkarkan di pergelangan tangan anak perempuan semata wayangnya dulu. Gelang itu adalah kado dari ketua untuk memperingati ulang tahun kelima anaknya itu.
Gelang yang hanya di buat dan di pesan olehnya dari pengrajin yang terkenal dan kawan dekat ketua. Jadi ketua sangat yakin jika gelang itu adalah gelang yang pernah ia buat dan hanya ada satu di dunia ini.
Apakah Tuan Muda tahu, ketika ketua melihatnya untuk yang pertama kali selama 13 tahun beliau langsung pingsan saat itu juga…”
Naru tak begitu menghiraukan ucapan Sayu. Dia lebih tertarik dengan kotak itu dan langsung mengambil gelang tasbih yang Sayu pegang.
Gelang itu memang terlihat seperti tasbih, setiap butirannya terbuat dari batu asli berwarna cokelat dan coraknya berbeda satu sama lain. Jadi gelang itu memang terlihat istimewa.
Naru mencoba memakainya di pergelangan tangan kirinya. Sesaat ia merasakan dingin di pergelangan tangannya. Seperti sebuah putaran film, semua kejadian terlintas di kepalanya, di ingatannya. Naru berteriak histeris setelahnya.
“Na-Naru! Ada apa denganmu Tuan Muda!?” Teriak Sayu khawatir.
Jadi hal inilah yang ketua maksud dengan tetap berada di sisinya ketika ia menceritakan semuanya pada Tuan Muda Naru. Ingatan yang hilang perlahan kembali masuk memenuhi kepalanya.
Kini Naru pingsan di pangkuan Sayu setelah lama histeris dengan keringat dingin memenuhi seluruh tubuhnya. Lelehan air masih hangat membasahi kedua matanya.
Tanpa dia sadari, sebuah kepingan ingatan masa lalu membawanya kembali ke masa-masa dimana semuanya berawal. Kehidupannya satu tahun yang lalu. Tidak. Melainkan kehidupannya yang pernah dia lupakan sebelum bersama Kimrawa, Sayu ataupun Yakuza Naga.
🙥🙧