Khalisya terdiam sebentar."Ya, yang penting kamu harus yakin dengan kemampuanmu, Bee. Pastinya, dengan kemampuanmu yang sekarang. Semoga di masa depan kemampuanmu berguna bagi dirimu dan orang-orang di sekelilingmu. Aku balik dulu." Kemudian melambaikan tangan ke arahnya.
Bee membalas lambaiannya. Setelah cahaya di dekatnya menghilang, ia meraih handpone kecilnya di atas rak buku nomor dua. Menuliskan chat kepada almarhum tantenya. Menuliskan hal-hal yang pernah dilaluinya yang bulan-bulan kemarin dan sekarang misalnya saja.
Tante, anakmu ketiganya pada ngumpul. Terutama Caca, dia bawa pacarnya ke rumah LAGI! Padahal aku harap aku terbebas dari namanya anak pacaran. Pacaran, buat apa sih, Te, pacaran? Mendingan Ta'aruf. Ta'aruf lebih baik, bukan? Tau enggak, Te, aku bad mood lagi sama bete abis pokoknya.
Terkirim:
17:08:10
20-11-2022
Pengiriman telah gagal
Tante Lidyawati
08xxxx
Selesai menuliskan chat untuk orang disayanginya. Chat itu dikirimkan, langsung saja tertanda ada notifikasi muncul di layar mungilnya "Pesan tidak terkirim ke Tante Lidyawati". Kerap seperti itu ia selalu mengirimkan pesan dengan handpone mungilnya. Tidak apa. Yang jelas, sampai sekarang ini ia tetap menganggap tidak terkirim itu sudah terkirim langsung kepada yang bersangkutan. Sudah berada di atas sana. Ia beranggapan, masih hidup. Gila memang. Mau bagaimana lagi? Biar tidak dibalas sekalipun, ia akan tetap mencurahkan curhatnya. Sore dengan cepat berganti hitam bercampur kelabu. Yang menandakan malam telah tiba. Setelah semua urusan beres di rumah, ia bersantai ria di kamar. Seperti kebanyakan anak-anak cewek yang masih status jomblo dan ngenes, yang tidak pernah keluar, ia membaca buku, membaca cerita di Wattpad, menonton anime, menonton tutorial di YouTube kadang membuka Instagram ataupun menulis cerita. Hanya itu-itu saja yang dilakukannya. Biasanya paling mentok jam sepuluh ia beranjak tidur. Sebelum jam itu, menginjak jam 07.00, ia menulis cerita di handpone. Sambil mendengar soundtrack di handpone mungilnya. Muncul cahaya di belakangnya, menampilkan sosok pemuda hitam manis, di pipi kanan dan di bawah hidungnya terdapat tahi lalat.
"Hallo, Bee!" sapanya riang. menghampirinya duduk di bawah rak buku.
Bee melengok ke belakang."Hallo," jawabnya."Tadi Keke barusan ke sini."
"Tahu. Dia menemuiku di kamar." Melihat cewek di dekatnya membawa handpone."Kamu sedang menulis?"
"Ya."
"Sudah banyak yang membaca?"
Bee meringis."Ada. Tapi cuma
sedikit."
"Berusalah. Teruskan berpomosi kalau bisa. Kamu sudah nyoba melalui WhatsApp?"
"Sudah."
"Di media sosial?"
"Sudah. Bahkan saran dari temanku penulis sudah kucoba, TO. Tapi, yang ngelirik cuma sedikit. Kata temanku, enggak usah mikir ada yang baca atau enggak. Terpenting promosi aja dulu. Kalau ada pembaca yang tertarik, pasti dilirik, pasti dibaca..."
"Wah, enggak apa-apa pakai caranya temanmu yang penulis itu!"
"Pokoknya aku sudah berusaha."
"Hmm. Kamu pernah Bee pulang ke tanah kelahiranmu?" tanya VITTO.
"Pernah. Berapa kali ya? Tiga kali mungkin. Kenapa?"
"Enggak. Aku cuma tanya. Di sana kamu betah? Menyenangkankah harimu?"
"Menyenangkan sih menyenangkan. Semenjak ada tanteku."
VITTO langsung bungkam. Dia hanya menanyakan padanya tentang gadis ini pernah pulang ke tempat kelahirannya. Ujung-ujungnya akan membahas tentang orang yang disayangi Bee."Oh, maaf. Aku enggak menyinggung soal itu... Maksudku, tantemu yang enggak ada..."
"Oala, enggak apa-apa. Aku enggak sedih lagi, kok. Aku sudah biasa," Bee tersenyum miris.
VITTO sebenarnya tahu. Sangat tahu malah. Gadis culun ini masih menyimpan rasa duka yang mendalam. Diselingi tawa riang dan menunjukkan gadis ini baik-baik saja dalam ke sehariannya belakangan ini.
"Dulu ada tantemu, kamu merasa senang terus, ya?"
"Banget malah. Di sana selain merawat kakekku yang sakit, aku dibolehin sama kakekku menginap di rumah tanteku."
"Rumahnya seperti apa?"
"Besar rumahnya. Bertingkat dua. Kalau dibandingkan dengan kerajaanmu, Kerajaan Sarfraz, mungkin lebih jauh lebih besar Kerajaan Sarfaz dari rumahnya."
"Iyakah? Memang Kerajaan Sarfraz besar. Siapa dulu yang bikin. Kalau bukan kamu. Hehehe," puji VITTO."Kalau rumahmu ini bagus. Nyaman ditinggali. Apalagi kamarmu ini."
"Ini bukan kamarku," sanggah Bee.
"Lha, kalau bukan kamarmu, kamar siapa?"
"Kamarnya Dee. Kamarku di sebelah."
"Yang dipakai tidur buat ketiga adik sepupumu itu?"
Bee mengangguk.
"Aku mengalah. Makanya aku tidur di sini. Karena enggak ada buat tamu."
"Aku lanjutin pertanyaanku yang tadi. Sewaktu di sana, kamu ngapain selain merawat kakekmu yang sakit?"
"Selain merawat kakekku, di sana aku bisa jalan-jalan. Kalau nginap di rumah tanteku, aku selalu diajakin jalan, dibelion makanan. Makanannya sih kebanyakan fast food. Soalnya tanteku jarang masak di rumahnya. Kalau aku minta dimintain masak makanan, ya baru dia masakin. Aku rindu sama masakannya... Biar masakannya sesederhana apapun..."
"Tantemu masakin apa buat kamu?"
"Sayur bening dicampur labu, nggoreng telur sama bikin sambal orek. Itu sederhana banget dan aku selalu teringat kalau dia pernah masakin itu buat aku."
"Di sana kamu mau makan apa saja yang dimasakin."
"Iya. Apapun mau. Jangan bilang aku rakus, ya. Aku bukan rakus!"
"Enggak. Aku enggak akan mengataimu begitu. Kamu bukan rakus, tapi doyan."
"Hehehe."
"Di sana kamu ngapain aja—ngapain di rumah tantemu?"
"Aku pernah cerita, kan? Aku di sana juga bersih-bersih rumahnya. Enggak diam aja kayak anak manja."
"Kamu berarti masih sayang sama tantemu?"
"Masih sayang. Sangat sayang."
"Biarpun nanti ada yang menggantikannya?"
"Digantiin pun aku cuek aja. Tanteku ya cuma satu-satunya dia! Aku masih punya dua tante, tapi enggak kayak dia. Dia beda. Dia sayang sama aku. Kalau aku enggak ada kabar di sini, dia di Balikpapan nanyain kabarku lewat ibuku. Sampai dibikin status."
"Dia perhatian denganmu."
"Aku yang enggak bisa membanggakannya."
"Bisa. Dengan usahamu."
"Aku tahu dengan usahaku."
"Jangan pesimis. Ayo, dengan usahamu kamu bisa mengembangkan kemampuanmu! Tunjukkan, Bee. Jangan menyerah!" VITTO menyemangatinya seperti Vitto menyemangatinya."Dengan usahamu, dengan caramu sendiri, pasti kamu bisa melakukannya."
Bee yakin, setiap usahanya. Usahanya dengan menggunakan caranya sendiri. Pasti membuahkan hasil. Lewat menulis maupun mendesain yang sekarang ini menjadi kemampuannya. Selain berusaha dengan diiringi berdoa kerap setiap malam ia akan tidur, semoga Tuhan mendengar dan mengabulkan keinginan dan harapan yang ia capai. Membuktikan kepada setiap orang kalau ia bisa membuktikannya.
End