Namanya Averoes, atau biasa dipanggil Vero. Nama lengkapnya? Tidak perlu disebutkan. Katanya, tak penting. Jadi, ya sudahlah.
Vero adalah teman sekelas Aiza. Duduk tepat di belakang Aiza. Anaknya tampan. Tubuhnya tinggi. Kulitnya putih. Lebih putih dari kulit Aiza malah. Anaknya cenderung cuek. Mirip sekali dengan Aiza. Bedanya, Aiza itu adalah cewek yang cuek, namun penuh dengan prestasi. Sedangkan Vero adalah cowok yang cuek dan paling sering dipanggil oleh guru BK.
"Langit sama bumi sih,"
Adalah jawaban yang diberikan oleh Nathan, teman sekelas Aiza dan Vero. Nathan, si wakil ketua OSIS. Alias musuh Aiza. Dulu mereka bersaing untuk bisa menempati posisi ketua OSIS. Dan berakhir Aiza yang memenangkannya. Sehingga Nathan menyimpan dendam pada gadis yang hobi makan bakso itu.
"Aiza yang, you know lah. Pinter, cantik, tapi nyebelin. Nyaris sempurna sih ya. Hm, terus Vero yang urakan, tapi ganteng, tapi ya gitu. Kayak nggak punya masa depan,"
Adalah jawaban yang diberikan oleh saudari Lily, bendahara kelas yang hobinya muter-muter kayak rentenir.
"Gue punya masa depan ya!" - Vero yang tersakiti.
"Kan cuma kayak," - Lily.
"Hm, gimana ya? Aiza tuh baik banget. Sedangkan Vero jahat banget. Mungkin kalo dibandingin, kaya malaikat sama iblis sih,"
Adalah jawaban dari seorang Arka, sahabat karib Vero.
"Lo temen gue bukan sih?" - Vero.
"Ya kan cuma bicara jujur," - Arka.
Intinya, Aiza dan Vero adalah dua kepribadian yang saling bertolak belakang. Aiza yang bak malaikat, dan Vero yang bak iblis. Bahkan mereka saja jarang berbicara satu sama lain meski bangku mereka berdekatan. Lalu, bagaimana jika mereka berdua ditemukan berjalan berdua sepulang sekolah? Benar-benar berdua. Berdampingan.
"Ih, yang bener?" seru para gadis di dalam kelas. Terkejut? Tentu saja.
"Beneran. Gue lihat dengan mata kepala gue sendiri. Suerr. Mereka jalan barengan lewat alfa. Nggak bohong gue. Sopir gue juga lihat," ucap Zea dengan menggebu-gebu.
"Ah, salah lihat kali lo. Aiza mana mungkin mau jalan sama Vero. Nathan ngedeket aja langsung ditimpuk," ucap Sela tak percaya. Ucapannya membuat Nathan mendnegus sebal.
"Iya sih. Aiza nggak mungkin begituan. Dia kan anti sama yang namanya pacaran," ujar Lily dengan suara lembutnya.
"Ih, sumpah ya. Nih, gue liatin,"
Zea kemudian mengeluarkan ponselnya. Memutar sebuah video singkat yang menampakkan dua sosok anak SMA Imam Bonjol yang sedang berjalan bersama. Videonya bergoyang-goyang dan agak kurang jelas. Tapi dilihat dari tasnya, sepertinya memang itu adalah Aiza dan Vero.
Eric berdehem pelan. "Nggak mungkin sih. Kan Vero bawa motor." katanya, yang dibalas dengan anggukan penuh persetujuan dari yang lain.
"Ya terus ini apa dong Ric? Masa' setan? Lagian, ini kan emang arah ke rumahnya Aiza," desak Zea.
"Ya, jalan berdua belum tentu berarti mereka ada apa-apa kan? Bisa jadi nggak sengaja barengan," ucap Cynthia yang langsung membuat yang lain bungkam.
Benar juga kata Cynthia.
Di tempatnya, Nathan tersenyum miring. "Emangnya kalau ada apa-apa kenapa? Bagus dong. Siapa tahu Vero tobat. Ya kan Cyn?"
Cynthia menatap Nathan dengan tatapan tak suka. "Nggak mungkin. Aiza bukan anak yang kayak gitu."
"Kenapa? Bisa jadi kan? Atau lo cemburu?" tanya Nathan yang langsung membuat Cynthia memasang wajah marah. Gadis berjilbab putih itu siap untuk membalas ucapan Nathan, namun segera ditahan oleh Kaira.
"Wih, keren nih. Pertengkaran antar mantan," bisik Juan pada Haris yang berdiri di sampingnya.
Sementara Haris lebih memilih untuk membubarkan kerumunan. Mengabaikan ucapan teman sebangkunya itu. "Dahlah! Ngapain sih? Gitu aja dibahas. Nggak penting. Balik bangku sana! Bentar lagi bel."
Para penghuni kelas segera kembali ke bangku masing-masing. Mereka tak ingin membuat si ketua kelas marah karena pasti akan berakhir buruk. Jadi, lebih baik patuh.
Beberapa menit sebelum bel berbunyi, Aiza memasuki ruang kelas. Ia tampak menahan rasa sakit di kaki kanannya. Jalannya pun agak pincang. Tas biru yang biasanya tersampir apik di bahunya, kini entah menghilang ke mana.
Beberapa detik kemudian, di belakangnya menyusul seorang Vero. Bola mata sehitam jelaga dengan sorot tajam, terpampang apik di wajah datarnya. Pemuda tinggi itu berjalan dengan santai sambil membawa sebuah tas berwarna biru. Dan itu adalah tas milik Aiza.
Seluruh penghuni kelas mengernyitkan dahi mereka. Menatap Vero dan Aiza dengan berbagai pertanyaan yang bersarang di kepala.
"Lo masih yakin nggak ada apa-apa di antara mereka?" bisik Juan pada Haris.