Read More >>"> Anomali Maret (Chapter 1) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Anomali Maret
MENU
About Us  

“Masa pandemimu apakah berkesan?’

Angin itu bertanya pelan, berbisik kepadaku.

 

Sebentar, sebentar. Biarkan aku berpikir sejenak.

“Mungkin,” kataku begitu entah mengarah kepada siapa.

 

Lalu ada bisikan lain, kali ini lebih spesifik.

“Bagaimana dengan bulan Maret saat pendemimu?”

Rasanya pertanyaan ini lebih mudah untuk dijawab olehku. Sebabnya, kali ini aku besuara tanpa perlu pikir lama, “Tentu!”

 

Maret yang aku lalui tiga tahun kebelakang secara aneh nan unik terasa sangat berbumbu. Bukan hanya perihal bulan saat kali pertama aku menghirup dunia, ya karena ini dulu sekali, 18 tahun lepas. Namun, ada banyak hal yang tersimpan dalam memori, sehingga akan amat sulit jika harus memilih salah satu untuk dituangkan menjadi cerita. Aku lebih suka menyebutnya, Maret prapandemi, Maret pandemi, dan Maret pascapandemi. Sebab, tutur lisanku akan banyak bercerita pada bulan itu. Sebagaimana Maret yang kulalui dengan gundah, marah, senang, riang, dan bimbang, yang kupadukan dengan kata 'anomali'. Jika hanya percampuran seluruh perasaan tadi tentu bukan berarti sebuah anomali. Jadi mari kutunjukkan bagaimana cerita ini bisa diberikan judul seperti yang terlihat.

Jika ditelisik, semua akan bermula pada Maret tahun 2020. Familier dengan peristiwanya? Yah, mari bercerita soal prapandemi dulu, Kawan!

 

Akan kumulai dengan kisah sedikit menyentuh rasa manis khas anak remaja. Awal Maret itu, dengan nekadnya aku mengembalikan buku yang Mas Crush pinjamkan padaku dengan sebuah coklat dan notes! Haha ini sangat lucu, karena niatnya kuberikan sebagai hadiah hari Valentine, tapi aku belum menghabiskan membaca bukunya. Dengan hadiah dan notes tadi, harapanku hanya bisa kembali ngobrol dengannya seperti dulu lagi setelah sekian waktu kami tidak saling menyapa. Baiklah, coklat itu aku selipkan di buku dan langsung kutaruh dalam tasnya. Esok hari, ia hanya bertanya, "Itu... itu bener coklat darimu, ‘kan?" lalu berucap, "Makasih, ya." dengan biasa, tidak ada obrolan. Susah amat ternyata untuk ngobrol sama kamu, Ta.

Lalu beranjak pada tanggal 13 Maret, ia mulai berbicara kepadaku seperti biasa. Aneh sekali, tapi (sungguh) tak apa, aku senang, senang sekali sih. Apalagi setelahnya saat kegiatan ekstrakulikuler pramuka, ada games yang mengharuskan kami bermain dengan berpegangan tangan, dan tangan kami berpegangan! Benar-benar berpegangan yang sedikit lama, karena saat belum diberi aba-aba mulai dan teman lain masih belum ancang-ancang, dia sudah menggenggam tanganku duluan (itu karena, sekarang, aku baru tahu ia nyaman dengan sentuhan). Tanggal itupun juga aku dibelikan donat oleh chairmate-ku berhubung aku ulang tahun, uwah senangnnya!

Sungguh momen yang semanis gula. Namun, rasanya massih terlalu dini untuk merasa senang. Semua karena dua hari setelahnya. Hari senin biasa yang sempat terkira, tetapi saat adanya arahan untuk membersihkan kelas dan berkumpul di lapangan, perasaanku mulai tidak enak.

 

"Anak-anak, kalian akan sekolah dari rumah selama dua minggu."

"Wah, libur dua minggu, Pak?"

"Ndasmu, kalian belajar dari rumah! Tidak ada libur."

 

Ya, sebuah permulaan dari semuanya.

Dua minggu itu terjadi pada pertengahan bulan Maret. Awalnya masih merasa asyik karena mencoba hal baru, juga pikiranku hanya berputar pada kata dua minggu tadi yang menurut hematku tidak lah lama. Tetapi tugasnya itu, lho. Edan sekali, tidak kenal ampun. Aku dan rekan sekelas lain semua misuh-misuh karena baru pertama kali melakukan hal se-ajaib melakukan pembelajaaran daring begini. Katanya, belajar begini tuh enggak jelas, enggak paham materi. Aku akui itu sih. Pokoknya saat itu rasanya campur aduk, susah tapi masih ada rasa senang sedikit.

Setelahnya jangan ditanya kondisiku bagaimana. Intinya, aku bersyukur bisa melalui itu semua, haha. Karena setelah itu kegiatanku hanya diisi oleh tugas, tugas, belajar saat ulangan, atau mengikuti lomba dari ekstrakulikuler, tanpa ada memori bersama teman. Jadi tidak terlalu berarti untuk diceritakan.

 

Baiklah, sekarang kita gunakan mesin waktu, menuju Maret tahun 2021.

Oh tentu aku ingat bulan dan tahun aku menginjak umur yang katanya adalah puncak remaja itu. Saat-saat marah, kecewa, dan mencoba bangkit lagi.

Ini semua bermula dari hal yang sangat aku antusiasi: seleksi olimpiade biologi sekolah. Aku memang mengikuti club biologi di sekolah, dan saat-saat dekat OSK, club mengadakan seleksi bagi yang terkategori 'pantas' untuk mewakili sekolah agar mendapatkan peringkat tiga besar. Aku tertarik soal itu, jadi kuputuskan untuk ikut-ikut saja.

Alur seleksinya itu seperti ini. Pertama, kami akan mengikuti tes dengan soal jenis pilihan ganda. Hanya ada pilihan 'benar' atau 'salah', tetapi sungguh ini lebih rumit, apalagi dengan sistem minus. Oh ya, ini juga mengharuskan mengerjakan dalam grup yang beranggotakan dua orang. Jadi kuajak adikku yang juga ikut dalam club itu, karena lebih gampang jika harus berdiskusi. Walaupun begitu, soal-soal yang diujikan totalnya ada 100 soal. Betapa pusingnya pikiran kami saat itu sampai berdebat soal pilihan jawaban yang pas.Tes ini sudah dilaksanakan pada Desember 2020, dan bersyukurnya tim kami mendapat posisi kedua dari delapan tim yang ikut! Empat besar tim dengan akumulasi nilai tertinggi wajib mengikuti tes selanjutnya.

Kemudian tes kedua. Tentu kali ini tidak bertim lagi, tetapi individu. Kami diberikan soal esai yang harus dijawab dengan tulis tangan pada lembar double folio. Demi Tuhan, soal itu lebih susah dari soal latihan matematika yang selalu aku sumpahi. Sempat juga ada salah satu soal yang aku tulis ulang karena entah dari mana di tengah aku menulis jawaban, aku baru menyadari alasanku tidak masuk akal, haha jadi ngebut menulis. Pemikiran adikku juga sama, setelah mengerjakan soal rasanya kepala kami berasap. Jadi kami betul tidak berharap banyak untuk lolos. Oh dan tes ini dilakukan saat bulan Februari akhir.

Saat pengumuman hasil, baru menyentuh bulan Maret awal. Dengan ketentuan awal bahwa tiga orang dengan nilai akumulasi tiap tes tertinggi, berhak untuk mewakili sekolah, aku jadi lebih merasa minder. Tetapi aku ditampar oleh hasilnya, aku tahu pengumumannya lewat adikku yang membacakan.

 

"Kak! Kakak dapet nilai tertinggi di tes!"

"Hah?"

"Iyaa, coba baca pengumunan di grup. Adek dapet posisi keduanya!"

 

Bayangkan betapa kagetnya aku. Sedang menerima telfon perihal penawaran bimbel–yang entah karena apa aku ladeni–diteriaki begitu. Yah, setelahnya aku buru-buru melihat grup WhatsApp dan benar, namaku muncul pertama! Tuhan, rasanya sangat tidak percaya! Dan juga langsung dibuatkan akumulasi nilai dari tiap tesnya, dan lagi aku menempati posisi pertama! Astaga, tidak henti-hentinya aku merasa ini hanya mitos.

Lucunya lagi, nilai esai dan akumulasi poin antara aku dan adikku yang menempati posisi kedua itu hanya selisih 0,1 saja, haha. Kami berani bersumpah tidak melakukan kecurangan dengan bekerja sama. Aku saja akan tidak fokus jika diajak bicara saat menjawab soal. Mungkin sebab kita sudah selalu bersebelahan selama 15 tahun. Sayangnya karena selisih nilai yang kecil itu, sepertinya para pembina dan kakak kelas menganggap kami bekerja sama dan membuka buku atau materi entah dari mana. Jadi, mereka bilang kalau hasil akhir tes ini bukan sepenuhnya jadi si 'siapa yang pantas menjadi wakil sekolah'. Katanya juga, pembina akan mendiskusikan ini.

Baiklah, karena hal itu aku tidak berharap banyak lagi. Apalagi melihat perwakilan sekolah tahun lalu tidak masuk ke tiga besar tadi. Jadilah kami didata kembali dengan mengirimkan 'perlombaan biologi yang pernah diikuti'. Nah, kena aku sekarang. Aku tidak pernah ikut lomba biologi mana pun sebelumnya, dengan alasan aku belum siap dan meremehkan kemampuanku sendiri. Pikirku juga, aku hanya harus fokus pada lomba yang konkret seperti olimpiade ini.

Data itu wajib dikirimkan oleh yang lolos seleksi tahap satu. Lalu aku terkaget lagi karena banyak yang sudah sempat ikut lomba biologi. Hanya aku dan adikku yang tidak pernah sama sekali. Hm, alasan yang bagus untuk mendepak kami, bukan?

Benar saja. Dengan dalih yang dicari adalah orang yang pernah punya pengalaman lomba, maka perwakilan olimpiade yang disahkan oleh pembina adalah si 'perwakilan tahun lalu yang memang jenius biologi', si 'temanku yang namanya sudah terkenal di kalangan guru karena memang pintar', juga si 'adik kelas yang tadi di nomor tiga'. Sisanya, bangku cadangan baru diisi oleh aku dan adikku. Itu semua diumumkan jam 11 siang, bodoh sekali rasanya jika ingin menangis, jadinya aku tahan sampai merasa hampa.

Aku tidak bisa marah kepada mereka bertiga yang patut diakui memiliki kemampuan, apalagi yang jenius biologi itu. Tapi aku marah sekali pada sistemnya. Kenapa tidak bilang dari awal harus punya pengalaman lomba untuk dijadikan acuan pilihan? Tahu seperti itu aku tidak akan susah payah belajar dan menghapal materi! Dengan perasaan kecewa yang kusembunyikan, aku menyerahkan semua buku Campbell itu kepada adikku. Dia masih punya kesempatan dan potensi tahun depan, tidak sepertiku yang harus menelan mentah-mentah impianku di SMA ini.

Malam hari, aku menangis sejadi-jadinya sambil mendengarkan lagu penyemangat.

 

Sungguh berkesan sekali kado yang kudapat sebelum ulang tahunku yang ketujuh belas. Sungguh Maret, aku mau menghajarmu.

Sejak itu aku amat muak dengan kata olimpiade, belajar biologi pun tidak semenyenangkan dulu. Ya, sebut saja aku berlebihan, tapi memang begini adanya. Syukurnya pada Maret tahun depan, semua terasa terbayar sudah. Setidaknya saat itu aku sudah berdamai dengan kata 'olimpiade'  yang kadang muncul di beranda twiiterku, haha.

 

Maret tahun 2022, setelah sempat merasakan PTM tanpa ganjil genap pada Januari, kami semua kembali diarahkan untuk kembali belajar Daring. Secara teknis, berarti masih kisah pandemi, ‘kan? Baiklah secara keseluruhan, Maret ini diisi dengan penat yang tak berkesudahan, dan sisa manis di akhir bak permen asam jawa dengan isian saus karamel vanila.

Tanggal muda, kami yang dari kelas 12 ini sedang menyiapkan ujian praktik dan projek yang sudah dimulai sejak bulan Februari. Segala macam bentuk, seperti: latihan soal, presentasi, video lagi, membuat barang, sampai masak-masak. Yang paling berkesan memang memasak itu tadi. Aku yang sekelompok kembali dengan Mas Crush yang belakangan kita menjadi lebih dekat, juga bersama dua teman lain, kami membuat kreasi masakan nusantara. Tahu apa yang kami buat? Moci Bandung Gacha, hahaha. Harap maklum, 3 dari 4 anggota kami adalah pemain Genshin.

Konsepnya itu, kami menggunakan isian moci yang beragam, dari coklat, kacang, keju, kopi, sampai boncabe, atau kadang campuran isian tadi. Oleh sebabnya, jika kalian tidak hoki, kalian bisa mendapat campuran kelima isian tadi, atau yang super banyak boncabenya, fufu. Kami membuatnya dari pagi sampai sore, ya karena lebih banyak diisi dengan ngobrol dan istirahat, sih. Tetapi beruntung masakannya bisa jadi. Kami juga membawa sedikit untuk dibawa pulang dengan mengandalkan kehokian masing-masing. Saat itu aku seperti kalah rate off karena aku memulangkan 3 moci boncabe dari total 5 moci.

Setelah mencoba moci jahanam itu, kami sekelompok diare berjamaah.

 

Kemudian pada pertengahan bulan, kami mengikuti ujian sekolah. Beruntung pada saat itu ujian terlaksana secara online. Lalu dengan adanya Bimbelku yang memberikan kisi-kisi, juga temanku yang mengajak untuk belerja sama, maka aku sepertinya tidak terlalu memberatkan ujian itu. Tentu aku masih harus belajar sampai malam karena aku tidak mau benar-benar kosong kepala perihal setiap materi. Hasilnya, momen ujian berlangsung cukup baik, walau kepalaku terasa sakit saat mengerjakan soal hitungan. Tetapi sungguh, bekerja sama saat ujian Daring itu tidak layak ditiru! Saat itu aku terkena hasutan teman dengan kalimat andalan, "Semua pasti pada nyontek kok. Santai, nilai ini enggak bakal berguna juga."

Salah satu momen yang sedikit nekad buatku juga adalah saat hendak ke bioskop untuk menonton Jujutsu Kaisen di saat libur dan besok harinya adalah ujian biologi. Ini kali pertamanya aku pergi jalan-jalan ke luar bersama teman, karena lebih sering hanya ke rumah teman lain saja. Yang bersedia ikut juga hanya 4 orang yang suka anime, termasuk aku dan Mas Crush lagi. Oh ya, sebenarnya Mas Crush sudah bilang mau menawarkan diri sebagai pacarku dari bulan Januari lalu, tapi karena aku belum siap, jadi aku hanya bilang suka dan menawarkan untuk menjadi support system saja. Dia meng-iya-kan, sungguhan aku masih belum percaya kalau ini pernah terjadi. Salah satu memori yang paling kuingat juga, tapi karena bukan terjadi saat Maret, maka tidak kuperjelas haha.

Sebuah momen yang seru, hujan-hujanan, dingin bioskop, dan menikmati malam dengan dibonceng Mas Crush. Sedikit Serotonim yang baik sebelum kembali ujian.

Tidak berselang lama, ujian selesai dan aku kembali dibuat tegang karena pengumunan hasil SNMPTN tinggal sebentar lagi. Aku dengan teman sekelompokku sepakat untuk membuka hasilnya bersama-sama, di rumah salah satu temanku. Awalnya, aku ke sana duluan dengan Mas Crush, lalu datang juga dua temanku yang lain. Kami mengurangi perasaan tegang dengan bermain kartu remi. Bukan bermain yang serius, kata temanku sih itu main 'minum'. Sialnya, yang kalah harus menerima tantangan. Ini pertama kalinya aku bermain kartu selain uno, jadi sudah tentu aku kalah duluan. Tantangan dari mereka adalah membuka hasil pengumuman pertama! Ah asem!

Kulaksanakan dengan hati berdisko yang teramat riuh. Awalnya website tampak error, kemungkinan karena banyak yang mengaksesnya, padahal itu sudah berselang 30 menit. Lalu setelah beberapa kali refresh, akhirnya hasil pengumunan muncul. Aku terlalu takut untuk melihat jadi aku berpaling sambil menutup mata. Aku kaget saar tiba-tiba temanku berteriak.

 

"DAPET CHAN!!."

"IYAAA LOLOS KAMU HEI."

 

Rasanya ada hantaman manis gula kapas, senyum dan rasa tidak percaya membumbung tinggi. Lalu setelah memastikan bahwa itu namaku, aku berjingkrak-jingkrak kegirangan! Kadang bersujud dan setengah teriak tidak tahu malu di rumah orang. Euforianya masih bisa kurasakan sampai sekarang! Kabar baiknya lagi, dua temanku juga lolos di prodi pendidikan, ternasuk dia! Ah senangnya! Kami berjabat tangan, saling memikirkan masa depan, memberikan kabar kepada yang lain. Bahkan Mas Crush yang juga lolos tadi seperti ingin memeluk, tapi tidak sampai karena ramai.

Aku bahkan berpikir betapa kerennya aku di masa depan nanti bisa memakai sneli putih, stetoskop, juga bisa menyelamatkan nyawa seseorang. Tentu, saat itu kami banyak berkhayal yang sangat jauh. Hal lucu lain, kami sempat berujar kalau siapapun yang lolos nanti harus mentraktir, jadi kami mentraktir semua dengan rencana barbekyu. Oh ya, satu temanku tadi tidak ikut membuka bersama karena dia ada les, dia memang tidak lolos juga tapi berakhir dia bisa lolos di seleksi Poltekes! Dan satu temanku yang ikut, dia memang tidak eligable jadi hanya dia yang aku traktir.

Begitulah, setelah satu tahun lalu aku tidak mau menyentuh buku biologi lagi, tidak disangka tahun ini aku harus mempelajari ilmu itu lebih dalam lagi.

 

Kita sudah berada pada penghujung cerita. Dari semua yang terkata, tidakkah semua ini terasa anomali?

Dari yang awalnya aku berharap setengah mampus untuk dekat dengan Mas Crush, lalu ternyata dia sendiri yang mau lebih dekat.

Dari yang awalnya aku belajar sendirian dan mengerjakan segalanya mandiri, ke aku yang mulai menjalin kerjasama dan berteman dengan yang lain.

Dari yang awalnya kalah seleksi sekolah untuk olimpiade biologi, ke kelolosanku di prodi yang mempelajari biologi secara mendalam.

Dan semua itu, terjadi pada bulan Maret.

Rasanya aneh, tapi jika dipikir-pikir, ini lucu juga.

Sebuah berkas anomali pada bulan Maret yang akan selalu aku ingat, menjadikannya cermin untuk tetap bersyukur dan tetap membenahi diri, juga untuk selalu menjadikan seegalanya memori bahwa pandemi ini tidak sampai membuatku mati.

 

Oh iya, dan tambahan lagi.

Dari awal pandemi yang ditemani oleh Location Unknown dari Honne, ke penutup pandemi yang diiringi oleh Tujuh Belas dari Tulus.

From, ‘I ain’t seeing you in ages, to 'kisah kita abadi selamanya'.

 

Anomali Maret ini memang berkesan!

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Ikan Bakar
577      326     0     
True Story
Kata orang - orang, 'hati siapa yang tahu?' namun kataku, selera makanan siapa yang tahu? Petualangan si Tenggorokan Sombong menemukan kembali bagian dari dirinya selama masa pandemi.
Diary Pandemi
221      154     1     
True Story
Gue tahu, masa pandemi emang nyusahin. Tapi jangan lupa buat tetep senyum dan bahagia. Percaya deh, suata saat nanti pasti bakal ketemu titik terang yang bisa mengubah hidup kalian.
Abdi Rupa Sang Garda Tengah Dua Tepi Pantai Relawan Ampera
232      170     1     
True Story
Ini adalah kisah tentang arunika yang tergoda dengan pelosok simfoni dan terangkai menjadi sebuah kisah inspirasi yang diangkat dari True Story. Penulis menyiratkan dalam kisah ini yakni "Menjadi Baik Itu Baik" 😊, selamat menikmati mari sama-sama berkontribusi untuk negri sekecil apapun karna 1 langkah besar bukankah terdiri dari ribuan langkah-langkah kecil history nya
Titik Akhir Pencarian
250      168     1     
True Story
Lelah mencari pada akhirnya kuputuskan untuk menyendiri. Terimakasih atas lelah ini, maaf aku berhenti. . . Dara, 2022
Acceptable
336      218     1     
True Story
“Bahkan dengan diriku sendiri pun, aku mampu untuk bertumbuh dan berkembang dengan baik. Aku harus dapat bertahan dengan diriku dan di atas kakiku”.
Ordinary Hero
186      141     0     
True Story
Kita adalah pemimpin dan penyelamat untuk diri kita sendiri. Tidak apa jika dalam perjalanan kita terjatuh, karena kita hanyalah pahlawan biasa yang pasti akan jatuh dulu untuk bertambah kuat.