Aku berada dalam hitam tak ber ruang. Aku terus berjalan namun tak kutemui ujung dan tepi. Hitam dan gelap gulita. Lalu tiba-tiba hitam itu berubah menjadi merah jingga dan bisa kulihat aku berada pada hamparan luas tak bernyawa. Aku seperti sangat dekat dengan tempat ini, ya kini aku berada di tengah-tengah hamparan luas padang ilalang. Ya seperti Kerajaan ilalang. Aku membalikkan badan dan kulihat pondok ilalang berdiri kokoh disana. Kincir angin dan beberapa layang-layang tergantung dan terombang ambing ditiup angin. Aku melangkahkan kaki dan menuju pondok itu, namun dalam sekejap pondok itu tiba-tiba roboh dengan sendirinya. Aku menatap tak percaya dan rasanya air mataku telah membasahi kedua pipiku. Aku berlari menuju pondok itu, namun tiba-tiba ada suara yang memanggilku.
“Kak Kintan!” panggil seseorang. Aku terbangun. Air mataku benar-benar meleleh, aku pun segera menghapusnya. Aku mengucek mata dan kulihat gadis kecil berkepang dua itu tersenyum padaku. Ah syukurlah rupanya semua itu hanya mimpi. Mimpi buruk.
“Kak Kintan kok nangis? Kan padahal lagi tidur”tebaknya polos.
Aku tersenyum,
“Kok kakak nggak dibangunin sih? Kak kintan ketiduran lagi ya?” kataku sambil mencubit hidung mungilnya. Aku menatap sekeliling. Masih dipondok ilalang, masih kulihat anak-anak tengah bermain dan belajar. Masih juga kulihat ada kincir angin dan layang-layang. Aku menghembuskan nafas lega, benar-benar mimpi yang mengerikan. Tiba-tiba Bintang menghampiriku. Anak laki-laki yang biasa kupanggil Pangeran Bintang ini memasang wajah panik.
“Lapor !!! Pangeran Bintang dari Kerajaan ilalang membawa kabar penting”
“Laporan diterima, katakanlah pangeran?”
“Prajurit Didi terluka, ia merasakan sakit dimulutnya seperti ada luka”
“Panggil segera prajurit Didi beserta semua anak ”perintahku
“Siap laksanakan” kata Bintang dengan hormat lalu memanggil teman-temannya yang lain. Aku meminta Didi untuk mendekat dan memeriksa mulutnya. Sariawan. Aku mengatakan pada mereka jika sakit yang Didi alami adalah sariawan. Mulut mereka membulat dan berkata oh.
“Aku pernah sakit seperti itu kak, lama sekali sembuhnya. Kata mamak aku terlalu banyak bicara sehingga mulutku terluka seperti itu” kata Umar menimpali. Anak-anak tertawa mendengar perkataan Umar. Aku tersenyum maklum, ketidaktahuan mereka telah memunculkan berbagai dugaan yang salah dan tidak masuk akal.
“Kau memang cerewet Umar” kata Jojo. Aku langsung melotot kearahnya. Jojo langsung menutup mulutnya dengan telapak tangan. Ia berkedip tak akan mengulanginya lagi.
“Apa rasanya sakit Umar?” tanya Bunga penasaran.
“Sakit sekali, iya kan Di?” kata Umar meminta persetujuan dari Didi. Didi mengangguk mengiyakan.
“Jadi, prajurit Didi menderita sariawan. Sariwan bukan disebabkan karena banyak berbicara seperti yang dikatakan Umar tadi. Sariawan disebabkan karena tubuh kita kekurangan vitamin c” jelasku pada mereka.
“ohhhhhhh” mereka ber-oh paham.
“Didi bisa sembuh kan kak?” tanya Didi cemas.
“Tentu dong, disini kan banyak obatnya”
“Beneran kak? Mana?” tanya mereka penasaran. Aku menunjuk hamparan luas padang ilalang. Ya akar ilalang berkhasiat untuk menyembuhkan sariawan. Mereka mengikuti arah jari telunjukku.
“ILALANG !!!” ucap serentak mereka. Aku mengangguk mengiyakan.
“Ternyata ilalang banyak sekali manfaatnya” kata Sari kagum.
“Benar sekali. Ilalang juga bisa meredakan demam, mengobati diare, mengobati asma dan masih banyak lagi”
“Wah benar-benar hebat!!” kata Bintang terkagum-kagum.
“Prajurit ! ayo ambil beberapa akar untuk prajurit Didi, sedangkan para putri, carilah jeruk nipis dirumah kalian” kataku. Aku melihat mereka sangat bersemangat. Dengan langkah lincah, mereka berhamburan untuk mencari akar ilalang dan jeruk nipis
“Hidup Kerajaan ilalang… hidup Kerajaan ilalang” teriak mereka bangga.
Mereka, Kerajaan ilalang, kincir angin, layang-layang. Semuanya segalanya untukku.
***
Aku mencuri dengar percakapan mama dan papa, cukup jelas tapi aku belum tahu apa arah pembicaraan mereka. Mereka membicarakan suatu tempat untuk sebuah proyek yang sedang papa kerjakan. Tapi apa urusan mama, mama terdengar tidak setuju.
“Ini proyek penting ma”
“Tapi pa, gimana reaksi Kintan jika tahu tempat itu akan digusur?”
“Ma,Kintan pasti bisa ngerti. Mereka tak lain hanyalah anak-anak kecil”
“Tapi semenjak ada pondok ilalang itu, Kintan jadi lebih ceria. Mereka memberikan apa yang tidak bisa kita berikan kepada Kintan pa”
Padang ilalang kah? pondok ilalangkah yang mereka maksud?. Ingin rasanya aku menanyakan langsung pada papa. Namun kulihat papa buru-buru pergi sehingga kuurungkan niatku. Aku sedih mendengar apa yang mereka bicarakan. Aku harus melakukan sesuatu. Harus. Langsung saja ku kayuh sepeda dengan cepat menuju padang ilalang. Aku tidak akan memberi tahu anak-anak tentang hal itu sekarang. Aku tidak ingin membuat mereka sedih, aku menemui mereka karena aku punya ide untuk menggagalkan penggusuran itu. Aku yakin jika ideku akan berhasil, dengan semangat kukayuh sepeda dengan cepat. Sesampainya disana aku mengumpulkan mereka dan mengutarakan ideku tersebut.
“kakak punya berita penting buat kalian” kataku. Bintang menatap satu persatu temannya.
“kami juga ingin menyampaikan sesuatu yang penting untuk kakak” kata Bintang serius.
“oke, kak Kintan akan beritahu kalian dulu” kataku mencoba tetap tenang.
“Kita akan mengadakan sebuah pertunjukan” kataku pada mereka.
“Pertunjukan apa kak Kintan? Buat apa?” tanya bintang penasaran
“Mmm… sebuah pertunjukan dan orang tua kalian akan menyaksikannya. Sekarang sampaikan pada kakak, apa sesuatu yang penting itu.”pintaku penasaran.
“Kami tidak akan pergi kesini lagi”kata Bintang.
“Aku harus membantu bapak panen jagung” kata Didi
“Aku harus membantu mamak untuk menjemur padi” kata Bunga
“Mamak bilang tidak akan peduli lagi dengan padang ilalang ini” kata Umar tiba-tiba.
“Bapakku juga melarangku sekolah, karena setelah besar nanti aku akan menggantikan bapak untuk jadi petani” kata Jojo. Aku menatap anak-anak lain, semua setuju dengan perkataan Jojo. Aku sedih dengan tanggapan mereka. Aku akan tetap membujuknya.
“ ohhh aku kan segera membagi tugas kalian?. Bagaimana pangeran Bintang?.” Aku meminta Bintang untuk menyetujuinya, berharap mereka juga mengambil langkah seperti itu.
“oh ya Jojo kau suka menyanyi kan? atau Bunga, kau suka sekali membaca puisi kan?”kataku sambil menunjuk Jojo dan Bunga. Jojo dan Bunga hanya diam.
“kak, mungkin kami tidak akan datang kesini lagi”
Kulirik Bintang, ia malah menundukan kepala. Sedangkan anak-anak yang lain hanya diam, Aku tak tahu harus bagaimana lagi, jika ideku ini gagal aku harus memikirkan cara yang lain agar pondok ilalang tetap bertahan. Ah aku mengerti apa jawaban mereka sekarang. Meski kecewa aku akan tetap tersenyum pada mereka.
“ Ah ya tidak apa-apa, yuk kita pulang. Pertunjukannya tidak terlalu penting.” Kataku, aku mencoba menerima keputusan mereka. satu yang terpenting saat ini, yaitu mempertahankan pondok ilalang. Aku pasti berhasil dan setelah itu aku akan membujuk mereka kembali.
Sedangkan satu persatu mereka pamit untuk pulang. Yang terakhir Bintang, ia meminta maaf. Aku tersenyum getir, aku tidak akan kehilangan dua-duanya. Anak-anak dan pondok ilalang.
***
Kejadian itu membuatku sangat sedih. Hari-hari berlalu, setiap pagi saat aku bangun, aku merasa ketakutan. Hari inikah ? besok atau lusakah? Sedangkan aku belum juga menemukan cara untuk menggagalkannya. Setiap hari aku datang ke pondok ilalang, tanpa anak-anak. Hanya ilalang, kincir angin dan layang-layang yang menari tertiup angin. Aku benar-benar sedih.
Sebenarnya aku ingin berbicara dengan papa secara langsung. Entah tiba-tiba saja pagi ini papa berkata padaku jika beliau ingin pergi ke padang ilalang bersamaku. Aku tidak tahu gerangan apa papa ingin pergi dan mengantarku kesana. Namun aku terlanjur bersemangat sekali. Inilah saatnya membujuk papa untuk menggagalkan rencana penggusuran itu. Dengan melihat pondok ilalang, aku ingin papa tahu jika mereka bersungguh-sungguh untuk sekolah. Aku ingin papa tahu semangat mereka untuk mendapat pendidikan meski keadaan mereka tak mampu sekalipun.
“Hari ini kalian akan belajar apa ?” tanya papa memecah keheningan.
“Hari ini kami sedang libur” kataku berbohong.
“Tapi besok kami akan belajar matematika, aku bilang pada mereka jika mereka harus pintar berhitung. Agar mereka tidak mudah dibohongi”kataku lagi.
“Disana kami tidak hanya belajar, kami berbagi sedih dan senang bersama. Rasa yang tak pernah kudapatkan dirumah. Kami saling tertawa, menangis , belajar dan bermain bersama” kataku dengan emosi yang tiba-tiba meluap.
Papa hanya diam mendengarkan. Saat masih ada sesuatu yang ingin aku ungkapkan, ternyata mobil yang kita tumpangi sudah sampai di padang ilalang. Tanpa mempedulikan papa, aku berlari kecil untuk menyusul mereka disana. Namun samar-samar kulihat dari jauh, banyak sekali orang disana. Tiba-tiba mataku menumbuk pada orang-orang berseragam, juga sebuah mesin pengeruk. Tanpa pikir panjang aku berlari kearah mereka. Kulihat mamak Umar, bapak Bintang dan juga orang tua anak-anak yang lain. Buru-buru aku menyalami mereka dan hanya satu hal yang kucari saat ini. Dimana anak-anak, ikutkah mereka kesini?.
Aku berlari menuju pondok ilalang, namun beberapa orang berseragam itu menghalangiku masuk lebih dekat. Aku meronta dengan paksa hingga tak terasa pipiku sudah basah dengan air mata. Papa melihatku dan aku memohon untuk diizinkan masuk. Papa mengangguk dan orang berseragam itu membiarkanku masuk. Dimana anak-anak, atau tak ada satu mereka yang datang kesini? Sedangkan kincir angin dan layang-layang masih menari ditiup angin. Tak ada suara, hanya hembusan angin dan hamparan ilalang yang seperti tak bernyawa lagi.Tiba-tiba aku mendengar suara mereka, ya mereka datang dengan serentak dan memainkan sebuah pertunjukan yang membuat kami tertegun. Aku sungguh tak percaya dan air mataku tak terasa membasahi kedua pipiku. Pertunjukan yang hanya beberapa menit itu berakhir, mereka berbaris rapi. Lalu Bintang melangkah kedepan menatap wajah orang-orang berseragam itu.
Disini kami belajar membaca dan berhitung
Disini kami tertawa dan menangis bersama
Dibawah awan dan teriknya sang mentari
Kami mencari arti hidup yang sejati
Tidak hanya sekedar itu
Disini jualah kami membangun mimpi
Siapa tahu kelak kami seperti bapak jokowi
Dihamparan ilalang kami bercerita
“Kami punya sejuta mimpi dan kami ingin mewujudkannya”
Kami adalah putra bangsa
Keadaan susah pun akan kami hadapi juga
Bukan sebagai alasan untuk tidak tahu-menahu
Melainkan motivasi untuk selalu maju
“Cepat laksanakan tugas kalian” perintah komando berseragam.
Orang-orang berseragam itu mengusir anak-anak dengan paksa. Bintang meronta, juga Sari yang mulai menangis. Anak-anak berteriak histeris. Aku menghambur kearah mereka dan menghalangi orang-orang berseragam itu menghancurkan pondok ilalang. Namun tubuh kami yang lebih kecil, berhasil mereka singkirkan. Mesin pengeruk itu mulai bergerak dan merobohkan pondok ilalang sedikit demi sedikit. Anak-anak, pondok ilalang, kincir angin dan layang-layang menangis. Semua telah rata dengan tanah. Anak-anak menangis dan orang tua mereka membawanya balik ke rumah. Aku masih mematung ditempat aku berdiri, menyaksikan semuanya. Mereka telah mengambil yang ku punya. Bahkan hamparan ilalang itu, mereka meratakannya dengan tanah. Andai semua orang tahu, disana tersimpan sejuta mimpi dan harapan putra-putra bangsa. Kukira aku tidak ada akan kehilangan dua-duanya, atau setidaknya salah satunya. Namun kenyataannya kini semua benar-benar pergi dan hilang.