Loading...
Logo TinLit
Read Story - Gadis Mobil Hijau
MENU
About Us  

            Gedung-gedung bertingkat seakan terlihat pedih kala terik mentari menyinarinya tanpa ada yang mampu untuk menghalanginya. Aroma keringat yang berjatuhan ke aspal seakan melebur. Ditambah bau kotoran hewan, sayur mayur, buah-buahan dan lain sebagainya. Seumpama sudah akrab dengan hidung para pedagang di Pasar Wage ini.

 

            Aku berjalan menyusuri setiap jalanan yang disisinya merupakan lapak para manusia mencari nafkah. Teriknya mentari begitu terasa menyengat tubuhku. Keringat menggelincir dari pelipis mataku.

 

            Disebuah toko, aku berhenti. Sejenak untuk mengumpulkan tenaga kembali seraya menyejukkan diri dari panasnya mentari. Tidak ada pemandangan berbeda yang ku lihat. Hanya kendaraan roda dua dan empat berplat R yang lebih dominan berlalu lalang. Serta beberapa becak, truk, dan pejalan kaki yang ada di mataku.

 

            Semuanya ada disini. Aku sadar, beginilah hidup. Tidak seumpama membalikkan telapak tangan. Ya, terlihat mudah jika dilihat. Lihatlah tukang parkir, sopir angkutan, serta pedagang asongan itu. Mereka terlihat bercanda ria bersama teman seperjuangannya. Namun, ada rasa letih dibenaknya yang tak mampu dilihat oleh mata manusia. Mungkin memang mudah, namun kalau melakukannya pastilah menyerah.

 

            Sinar matahari yang tak pernah meredup tidak menumbangkan semangat orang-orang hebat disini. Jikalau mampu, cobalah hitung berapa banyak peluh yang telah jatuh dan melebur dengan panasnya aspal. Sungguh tak terbayangkan lagi. Begitulah juga dengan semangat mereka. Demi untuk sebuah kehidupan.

 

            Jikalau keringat-keringat itu tak lagi menetes, mereka akan berbuat apa? Mungkin saja hanya diam, kurus kering, dan entahlah.Aku belajar banyak, meski tidak ada yang mengajariku. Inilah yang dinamakan belajar hidup. Bercampur satu dengan orang lain yang entah bagaimana latar belakangnya.

 

            Aku akui. Disini memang panas. Teriknya mentari begitu perih saat mengenai pucuk-pucuk gedung bertingkat. Aroma yang bercampur seolah menjadi kekhasan tersendiri. Namun semua itu tak masalah bagi yang sudah terbiasa.

 

            Aku masih duduk sendiri sembari menunggu kakakku yang katanya akan menjemputku di Pasar Wage ini. Lalu seorang bapak dengan dagangan es brasil dan kacang goreng mendekatiku. Mencoba menawarkan dagangannya padaku.

 

            “Es brasil mas?” katanya dengan ramah.

 

            “Mboten, Pak.” Kataku dengan logat Banyumasan sembari tersenyum padanya.

 

            “Oh nggih,” jawabnya yang membalas senyumku. Kemudian pedagang itu berlalu di hadapanku. Mencoba menawarkan dagangannya kepada orang lain.

 

            Aku mencoba untuk merogoh ponsel di dalam tasku. Tidak ada pesan ataupun panggilan untukku. Aku simpan kembali ponselku di dalam tas. Jam sudah menunjukkan 14.00 sudah cukup lama aku menunggu. Namun yang ditunggu  tak kunjung datang.

 

            Mataku kembali melihat ke depan, ketika sebuah angkutan berwarna hijau melintas di jalanan. Tidak ada yang berbeda. Angkutan itupun terlihat sama dengan angkutan hijau yang lainnya. Hanya saja, ada sesuatu yang membuatku enggan untuk mengalihkan pandangan.

 

            Wajahnya yang ayu, matanya yang teduh, dibalut dengan jilbab yang menutupi kepalanya seakan membuatku merasa adem kala memandangnya. Gadis itu terlihat serius dengan buku yang sedang dibacanya. Hingga akhirnya gadis itu memalingkan muka dan melihatku.

 

            Dia tersenyum seraya mengangguk pelan padaku. Padahal jarak kami cukup jauh. Aku terpelongo, diam tak berdaya. Senyumnya seakan membuatku sejuk di tengah panasnya sengatan matahari. Aku menunjuk diriku sendiri padanya. Maksudku, apakah dia tersenyum padaku atau pada orang lain. Gadis itu mengangguk kembali. Oh betapa bahagianya diriku, lihatlah senyumnya. Sungguh, aku tidak pernah merasa seperti ini sebelumnya. Ibarat berdiri di padang pasir kemudian Allah turunkan hujan untukku.

 

            Beberapa saat kemudian, angkutan hijau yang membawanya terlihat akan melaju kembali. Gadis itu tersenyum sembari melambaikan tangan padaku. Aku membalasnya. Kemudian angkutan itupun segera pergi dari hadapanku, bersama dengan perginya gadis itu. Seakan hatiku tidak rela jika gadis itu pergi.

 

            Setelah mobil hijau yang membawa gadis itu pergi tidak terlihat kembali, Ketika aku akan melangkah, tubuhku serasa kaku. Hatiku berdetak begitu cepat. Desiran nafasku naik turun tak karuan. Aku merasakan atmosfer yang berbeda. Ya, aku mengenali tangan yang menyentuh bahuku. Saat aku berbalik arah, mataku membulat. Sembab, penuh dengan air mata. Tanganku langsung refleks untuk mencegahnya pergi. Tapi, kenyataannya tak ada apapun di depanku. Tubuhku mematung. Tangan yang sempat ingin meraihnya mulai tergenggam sendiri dengan hal semu. Perlahan aku menurunkan tanganku. Aku kembali menundukkan wajah untuk kesekian kalinya, dan kali ini aku harus benar-benar pulang, meski perih itulah yang sebaiknya aku lakukan.

 

            Tiba-tiba seseorang memanggil namaku. Aku yang sepertinya melamun sedikit tersentak. Kaget. Aku menoleh ke arah seseorang yang memanggil namaku. Itu kakakku. Kakakku datang untuk menjemputku. Aku segera menghampirinya dan pulang bersamanya.

 

            Akankah aku berjumpa dengannya? Dengan gadis penumpang mobil hijau itu?

            Pucuk gedung bertingkat itu terlihat teduh. Perihnya mentari perlahan mulai usam. Spektrum jingga kekuningan atau yang biasa kusebut senja mulai menghias. Jalanan aspal yang semula terasa perih nan panas, kini mulai membaik. Aroma yang melebur bersamanya mulai biasa kembali. Ramai orang pun detik demi detik mulai menghilang. Semua hendak pulang ke peraduannya. Senja itu terlihat anggun. Menarik hatiku. Aku suka dengan senja. Suka dengan ketenangan yang ada bersamanya. Seolah hatiku merasa damai, dan ingin seperti ini setiap saat.

 

Setiap hari aku datang kesini, ke Pasar Wage ini. Aku rela menunggu jemputan kakakku yang terlampau lama demi untuk bertemu kembali dengannya. Melihat kembali senyum manis di wajahnya yang anggun.

 

            Namun, tidak untuk hari ini. Beberapa mobil hijau telah berlalu di hadapanku, tapi tidak kunjung ku temui senyum itu. Senyum yang mampu membuatku selalu ingat dengan dirinya. Senyum yang mampu menyejukkan hatiku. Mungkin sekarang kita saling berjalan berpisah. Kau memilih jalanmu dan aku memilih jalanku. Tapi, aku yakin. Suatu saat kita akan bertemu disatu jalan yang sama.

 

            Membiarkanmu pergi itu tak mudah. Ketika hati telah jatuh kepadamu. Kau nyata, namun serasa maya. Kau bagai rindu yang tak mampu kusentuh. Walau nyatanya kau selalu bersamaku. Jika waktu benar dapat menyembuhkan luka, mungkin lebam dan memar ini tak semakin menganga. Perih. Ketika aku harus berusaha untuk melupakanmu. Itu bukan keahlianku. Aku tak sanggup.

 

             Waktu tak demikian baik denganku. Dia kejam. Saat aku inginkan dirinya tetap ada, waktulah yang memisahkannya. Tapi aku bisa apa? Menangis pun tak akan mengembalikan dirinya kembali menghapus air mataku. Duka. Berpuluh-puluh ribu hatiku berduka. Kehilangan dirinya yang bukan berarti tak ada.

 

            Aku tidak tahu dia dimana. Apakah gadis itu masih setia naik angkutan hijau seperti biasanya? Siapa gadis itu? Dimana sebenarnya ia berada? Kenapa aku tidak pernah berjumpa lagi dengannya? Sungguh, jika ku mampu akan ku tunggu gadis mobil hijau itu. Sekedar untuk melihat kembali senyumnya.

 

            Meseme ko wis gawe nyong bungah. Meseme ko gawe nyong kangen. Kangen pengin ketemu karo ko maning. Witing tresna jalaran saka meseme ko.

Tags: shortstory

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Amor Vincit Omnia
580      427     1     
Short Story
\'Cinta menaklukkan segalanya\'. Umpama darah yang mengalir ke seluruh tubuh, cinta telah menaklukkan rasa benci yang bagai melekat dengan tulang dan daging. Jika hujan mampu sampaikan pesan pada ibu, maka ia akan berkata, “Aku sungguh mencintainya. Dan aku berjanji akan menjaganya hingga berakhir tugasku di dunia.”
Sang Musisi
376      243     1     
Short Story
Ini Sekilas Tentang kisah Sang Musisi yang nyaris membuat kehidupan ku berubah :')
NIAGARA
466      346     1     
Short Story
 \"Apa sih yang nggak gue tau tentang Gara? Gue tau semua tentang dia, bahkan gue hafal semua jadwal kegiatan dia. Tapi tetap aja tuh cowok gak pernah peka.\" ~Nia Angelica~
KENIKMATAN KURSI
933      525     3     
Short Story
kepada kursi , mikrofon pun bertanya , apah kursi yang anda dapat sudah sesuai dengan apa yang kursi harapkan , apakah kursi sudah melakukan ha benar untuk mendapatkannya. setiap pertanyaan yang di lontarkan kepada kursi akan selalu terdengar olehnya karena kursi dan mikrofon tak kan pisah darv yang namanya kekuasann.
Ruang Nostalgia
353      256     1     
Short Story
Jika kita tidak ditakdirkan bersama. Jangan sesali apa pun. Jika tiba-tiba aku menghilang. Jangan bersedih, jangan tangisi aku. Aku tidak pantas kamu tangisi. Tapi satu yang harus kamu tau. Kamu akan selalu di hatiku, menempati ruang khusus di dalam hati. Dan jika rindu itu datang. Temui aku di ruang nostalgia. -Ruang Nostalgia-
Bersyukurlah
424      296     1     
Short Story
"Bersyukurlah, karena Tuhan pasti akan mengirimkan orang-orang yang tulus mengasihimu."
Hematidrosis
391      261     3     
Short Story
Obat yang telah lama aku temukan kini harus aku jauhi, setidaknya aku pernah merasakan jika ada obat lain selain resep dari pihak medis--Igo. Kini aku merasakan bahwa dunia dan segala isinya tak pernah berpihak pada alur hidupku.
Milikku
394      267     2     
Short Story
Menceritakannya mudah, Kamu mengkhianati, aku tersakiti, kamu menyesal dan ingin kembali. Mudah, tapi tidak dengan perasaan setiap kali kau ada. Hati ini bimbang, dan sulit bagiku untuk menahannya agar tidak tumbang. ~ *'Soy' dalam bahasa Spanyol memiliki arti yang sama dengan kata 'My'.
Get Your Dream !
195      151     0     
Short Story
It's my dream !! so, i should get it !!
Niscala
349      234     14     
Short Story
Namanya Hasita. Bayi yang mirna lahirkan Bulan Mei lalu. Hasita artinya tertawa, Mirna ingin ia tumbuh menjadi anak yang bahagia meskipun tidak memiliki orang tua yang lengkap. Terima kasih, bu! Sudah memberi kekuatan mirna untuk menjadi seorang ibu. Dan maaf, karena belum bisa menjadi siswa dan anak kebanggaan ibu.