Suasana mencekam terdengar sayup-sayup binatang hutan yang menambah kesan sunyi nan menyeramkan semakin terasa. Yang bisa kulihat saat ini hanyalah kabut mulai turun dan agak menutupi penglihatanku, bahkan dengan bantuan penerangan dari tiga headlamp kami pun tidak membantu banyak. Sudah lebih dari 11 jam kami berjalan tetapi tetap saja belum terlihat tanda-tanda sampai, padahal jika dihitung harusnya hanya membutuhkan waktu 8-9 jam untuk sampai ke puncak 1. Kakiku sudah lelah berjalan dan sialnya kabut ini membuat nafasku semakin berat dan terasa sesak.
Kulihat Igoy mengangkat tangannya memberi tanda agar kami berhenti.
“Ini mah urang gak tau apa yang salah. Kita di jalur bener padahal, jalur cuman ini aja.” kata Igoy, terdengar dari suaranya juga menandakan dia frustasi dan bingung.
“Sebentar lagi mungkin.” jawab Aris, anak mapala dari Jakarta.
“Kita udah ngelewatin shelter 7 harusnya cuma 30 menit sampai puncak!” teriak Isti frustasi.
Aku hanya terdiam, tidak ada keinginan untuk terlibat dalam perdebatan mereka karena aku tau itu sia-sia saja dan malah membuat mental semakin panik.
“Jalan terus aja dulu Suy. Kita cari lapak buat malam ini.” saran Ngani.
Iya benar, hanya malam ini. Perasaanku sudah tidak menentu saat di melewati shelter 4 tapi perasaan itu aku tepis jauh-jauh karena harus melewati jalur naik yang curam. Kulihat jam tangan dan ternyata sudah jam 6 sore, itu artinya kita terlambat 1 jam untuk mendirikan tenda.
Kami memutuskan untuk melanjutkan jalan kembali walau dengan perasaan yang sudah was-was dan frustasi. Setelah beberapa menit berjalan, akhirnya kami mendengar ada beberapa suara di depan kami. Ah, itu pasti pendaki lain. Mungkin kami sudah mendekati puncak.
Igoy dan yang lainnya di depan aku langsung bergerak cepat untuk sampai dan melihat kondisi di depan. Aku pun mempercepat jalanku, ingin segera sampai dan bersantai-santai di atas puncak.
Tetapi apa yang aku lihat sekarang sepertinya diluar ekspektasi.
Aku melihat banyak sekali -hampir terlihat penuh, oleh beberapa orang di puncak ini. Tetapi mereka seperti sedang melakukan sesuatu di salah satu situs makam kuno. Iya kita semua tau biasanya gunung ini selalu didatangi oleh beberapa peziarah ke salah satu makam kuno yaitu makam Embah Gunung Salak, tetapi aku tidak tau kalau ternyata sebanyak ini.
“Sekarang mending nyari spot buat tenda meh gancang. Awewe siapkeun dahareun weh ‘nya.” Igoy memberikan tugas dan langsung kita lakukan. [“Sekarang mending nyari spot buat tenda biar cepet. Yang perempuan siapin makanan aja lah.”]
Setelah mendapatkan spot yang agak jauh dari rombongan peziarah itu, akhirnya kami fokus dengan tugas masing-masing. Tetapi ekor mataku tetap tidak mau lepas melihat mereka, rasa penasaranku semakin menjadi-jadi saat ada dua orang yang berjalan menuju tempat kami. Alisku naik karena bingung, apa yang diinginkan oleh dua orang itu. Apakah kami melakukan suatu kesalahan atau bagaimana?
Aris yang melihat itu akhirnya berdiri dan berjalan tepat di depanku siap menyambut apapun yang diinginkan mereka, dan diikuti pula oleh Isan yang segera bergerak di samping Aris.
Dengan masih sibuk mendirikan tenda dan kami [aku dan Isti] yang memasak di samping pemasangan tenda, kami melihat dua orang itu berjalan mendekat.
Semakin mendekat.
Lebih dekat.
Sampai akhirnya..
Mereka berjalan menembus tubuh Aris dan Isan!!
Seperberapa detik kami semua tidak bergerak dan pandanganku masih tetap melihat Aris dan Isan yang terdiam membeku setelah dua orang itu berjalan menembus tubuh mereka seperti tidak ada apa-apa.
“Kiw!!” teriak Igoy
Kami semua langsung bergegas membereskan barang-barang kembali. Aku dengan cepat mematikan kompor portable dan menumpahkan air yang sedang di masak di panci. Tidak ada waktu untuk memikirkan itu panas atau tidak, aku dan Isti langsung memasukkan kembali peralatan ke dalam carrier. Dan anak-anak yang lain langsung melipat sembarang tenda dan memasukkannya dengan paksa ke dalam carrier logistik.
Saat kami semua sedang bergegas, tidak sedikitpun Aris dan Isan bergerak. Kami harus sedikit berteriak pada mereka tetapi tetap saja tidak ada respon. Sampai akhirnya setelah selesai packing dan siap turun kembali ke tempat yang lebih rendah. Ngani mendekati mereka dan langsung berteriak memanggil Igoy!
Aku pun secara tidak sadar mendekati mereka dan melihat apa yang sedang terjadi.
Aku melihat mata Aris seperti tidak fokus, hanya memandang kosong ke depan. Begitu juga dengan Isan.
Sampai akhirnya terdengar suara tertawa yang membuatku ketakutan sangat, sangat ketakutan hingga tubuhku menggigil entah kenapa!
Terdengar suara tertawa nenek-nenek!
★★★
Hosh..hosh..
Tubuhnya sentak bangun dari tidur yang terasa panjang itu, jemari tangannya pun gemetar dengan hebat sedangkan peluh keringat sudah membasahi wajah serta bajunya. Mimpi itu, mimpi yang terasa nyata tetapi samar tertinggal di ingatan Pai. Mimpi yang menakutkan untuknya. Kenapa disaat seperti ini ia mendapatkan firasat tidak mengenakan itu kala ia harus bepergian?
Pai melirik pada jam weker yang bertengger dengan mengesalkan di atas nakas samping kasur yang sedari tadi sudah berbunyi memaksanya untuk bangun. Hari ini persiapan terakhir sebelum berangkat pendakian nanti malam, jadi ia harus bergegas menyiapkan segala sesuatunya untuk pendakian 4 hari 2 malam itu. Dengan malas akhirnya ia beranjak menuju kamar mandi untuk menjalani rutinitas paginya.
Sebenarnya bukan hanya karena mimpi itu yang membuat Pai merasa tidak nyaman. Beberapa hari belakangan ini, ia kerap merasakan perasaan was-was yang tidak menentu. Seperti sekarang saat ia sedang membereskan beberapa keperluan pendakian yang sudah ditata rapi olehnya diatas meja besar dekat kaki ranjangnya. Walaupun posisinya membelakangi kepala ranjang, perasaan waswas tiba-tiba menjalar dari belakang punggungnya. Seolah-olah sedang ada yang memperhatikannya dari arah pojok, padahal tidak ada sesuatu apapun yang tertangkap dari penglihatannya. Pai memang sering kali mendapatkan firasat tidak mengenakan jika ada sesuatu yang akan terjadi. Tetapi, untuk sekian kalinya Pai tidak menggubris firasat itu. Ia berpikir itu hanya perasaan yang timbul karena rasa lelah setelah latihan fisik pra-pendakian saja.
..atau itu adalah firasat yang benar-benar harus ia pikirkan?